Share

BAB VII

Seminggu pun sudah berlalu, selama itu juga baik Azize dan Rama tidak pernah bertemu. Keduanya berada di tempat terpisah, Azize sibuk mengajari anak-anak mengaji dan belajar hapalan Al-Qur'an.

Sementara di asrama lain Rama dengan merdunya melantunkan ayat suci. Uztadz Marzuki lega akhirnya dia berhasil membuat Rama berubah. 

Sebelumnya Rama sebenarnya sudah bisa membaca Alqur'an, akan tetapi dia sangat jarang membuka ayat suci tersebut, akhirnya dia pun sempat lupa, sungguh ironis memang, dengan mudah karena pengaruh teman-teman yang nggak jelas itu Rama pun melupakan semua tentang ilmu agama yang ia peroleh dari semenjak kecil.

Minggu ketiga selama puasa Ramadan , hampir satu bulan mereka di Blitar dan menjalankan ibadah puasa Ramadan disana, semuanya berencana kembali ke Padang mengingat sebentar lagi adalah idul Fitri.

Bundo Maryam sudah tidak sabar menunggu kepulangan mereka. Apalagi mendengar kabar dari Uztadz Marzuki kalau Rama sudah banyak perubahan.

Azize dan Rama kembali bertemu di kediaman Uztadz, diam-diam Rama telah jatuh cinta pada anak pak Uztadz itu seperti yang dikatakan Boy beberapa waktu lalu. Rama tidak bisa memungkiri perasaan yang semakin tumbuh untuk gadis itu.

"Kita akan ambil penerbangan besok pagi ya semuanya." Tiba-tiba Uztadz memberi tahu kalau penerbangan di tunda dan jadwalnya menjadi besok pagi, padahal seharusnya mereka sudah sampai siang ini di Padang.

"Kenapa berubah Abi?" Tanya Azize.

"Kita terlambat nak, berhubung banyak yang mudik tapi kita masih ada waktu menjelang besok kok, lagian Idul Fitri kan masih dua hari lagi." Jelas Uztadz kepada anggota keluarganya.

"Pak Uztadz, saya mau menelepon Bundo dulu." Rama pun berlalu dan mengeluarkan HP nya.

"Assalamu'alaikum Bundo." Sapa Rama saat panggilan tersambung.

"Waalaikum salam nak, baa kaba ang nak, lai sehat, kecek pak Uztadz yo lah banyak barubah ang nak?" Bundo pun memulai pertanyaan bertubinya.

"Alhamdulillah sehat Bun. Bundo Gimana, maaf ya Bun,selama ini Rama ninggalin Bundo sendirian."

"Nggak pa-apa nak, lagian kan Bundo juga yang nyuruh kamu ikut keluarga Uztadz, oh iya gimana kabar beliau dan keluarganya nak?"

"Alhamdulillah semua baik-baik aja Bun, sekalian ngasih kabar ke Bundo kalau kami tidak jadi pulang sekarang, tiket penerbangan ke Padang penuh Bun, jadi InshaAllah besok pagi jadinya."

"Oo, berarti nggak jadi pulang sekarang lah ya, untung aja Bundo belum jadi pesan makanan buat buka kita nanti."

"Bundo nggak usah repot-repot, oh iya ngomong-ngomong Bundo mau dibawain oleh-oleh apa Bun? Biar Rama belikan, mumpung masih ada waktu satu hari lagi disini."

"Nggak usah repot-repot nak, terserah kamu mau belikan apa aja."

"Rama, Azize mana? Kok Bundo nggak dengar apa-apa tentang dia?"

"Alhamdulillah Bun, Azize juga baik-baik aja kok." Sambil tersenyum kearah Azize yang melihatnya dari tadi.

Uztadz dan Umi pun kembali ke kamar mereka, sekarang tinggallah Rama dan Azize di teras.

Azize pun mendekat kearah Rama yang dari tadi senyam senyum melihatnya.

Rama pun menutup panggilan setelah pamit ke Bundo.

"Bundo titip salam buat kamu. Dan dia bilang setiba di Padang beliau akan melamar kamu buat saya." Tiba-tiba Rama mengatakan soal lamaran dengan santai ke gadis itu.

"Lamaran apa ya, kok baru denger?" Azize pun tak kalah santai.

"Ya lamaran." Sambil menggaruk kepalanya, "Heran ni orang nggak ada pekanya ya." Rama pun bergumam.

"Bang Rama bahas lamaran siapa, kok ngomongnya nggak jelas gitu ?" Azize kembali menanyakan soal lamaran tadi.

"Saya mau lamar kamu, kamu maukan?" Sambil memandang lekat wajah cantik Azize dengan mimik tegang.

Azize pun terdiam dan menunduk.

" Ehm, bang Rama ngomong apaan, kayak serius gitu?"

"Kalau iya kenapa, kamu maukan?"

"Bang Rama, ketahuilah bahwa menikah itu ibadah, dan satu lagi Abang mau menikah atas karena apa coba?" Azize bertanya kepada Rama tentang keteguhan ibadahnya.

"Karena apa ya, ya karena kamu." Jawab Rama santai.

Azize pun tersenyum geli mendengarnya.

"Apa jawaban saya lucu?" Rama kembali bertanya.

"Bang Rama menyayangi Bundo karena apa?"

" Ya karena beliau orang tua saya satu-satunya yang saya punya." Sambil merenung mengingat Bundo nun jauh disana.

"Lalu, bang Rama ikut kita sekeluarga kesini atas apa?"

"Kan mau nambah pengalaman." Jawabnya masih singkat.

"Tanpa mengingat Allah sang pencipta?"

"Maksud kamu?"

" Bang Rama ternyata lupa, atas apa yang kita peroleh baik sakit, sehat, rezeki, maut, jodoh dan sebagainya datang dari Allah. Jadi maksud saya bang apapun yang kita lakukan, contohnya saat kita beribadah, bukankah kita sedang menghadap ke sang pencipta dan kita ikhlas melakukannya bukan?"

Rama pun sedikit menangkap dari penjelasan Azize.

" Aku paham dengan pertanyaan mu tadi, atas karena apa aku ingin menikahimu."

"Atas karena apa?"

"Karena Allah!" Jawab Rama lantang.

Azize terdiam sambil duduk disalah satu bangku yang ada diteras dan berusaha setenang mungkin.

Rama heran, kenapa Azize hanya diam dan terlihat tenang menanggapi pernyataan nya.

"Apa aku salah berucap? Kenapa kamu diam Azize?" Rama kembali bertanya .

"Bang Rama yakin mau menikahi perempuan biasa sepertiku? Padahal kalau yang saya dengar bang Rama punya pacar tuh cantik-cantik Lo, jauh beda sama aku."

"Karena kamu beda dari mereka makanya saya pilih kamu."

"Emang apa bedanya bang, penampilan biasa aja, nggak ada yang menarik, tanpa riasan, polesan dan lain-lain."

"Justru disitulah yang bikin menariknya, kamu istimewa Azize."

Rama berusaha meraih tangan Azize, refleks wanita itu menjarak.

"Maaf bang, kita bukan mukhrim."

"Maaf, aku terbawa suasana, maafkan aku Azize."

"Oh iya, kebetulan sudah malam, alangkah baiknya kalau kita kembali ke kamar masing-masing, Zize pamit dulu bang Rama assalamu'alaikum."

"Waalaikum salam." Sambil memandang punggung Azize yang hilang dibalik pintu.

Dipembaringannya, Azize menebar senyum sendiri sambil memandang langit-langit dikamarnya yang penuh dengan ornamen bintang dan bulan sabit yang berkilauan. Ada relung hati yang meronta seakan memaksanya untuk menerima lamaran Rama.

Azize masih menyimpan ragu pada pria tampan dan kaya raya itu. Namun Azize kembali tersesak saat mengingat latar belakang pemuda Minang itu, yang notabene seorang pemakai dan pengedar juga Suka berpesta sex.

"Astaghfirullah, betapa buruknya bang Rama ya Allah, apa dia bisa berubah jika bersama ku, jika kami berjodoh jadikan kami keluarga yang engkau Ridhoi, jika tidak, jangan pertemukan kami lagi."

Azize pun berdoa dalam kegelisahannya kemudian terlelap.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status