Share

- 3 -

Airel menyeruput cokelat panas yang telah dipesannya. Matanya melihat ke arah balik jendela yang terbias air hujan. Sedangkan Airen tampak senyum-senyum sendiri melihat foto-foto yang ada di kameranya. Ia begitu senang dapat mengabadikan gambar idolanya secara langsung.

"Sudah setengah jam kita di sini. Apa kita harus tetap menunggunya?" tanya Airen memecah keheningan.

Airel menyesap cokelatnya lagi, "Permintaan Paman adalah perintah."

"Tapi—"

"Tenang saja, aku tak masalah." Airel langsung memotong omongan adiknya.

"Ya ... aku tau kebiasaan anehmu itu. Hanya saja dari tadi kerjaanmu menunggu dan terus menunggu. Apa kau tidak bosan?"

"Bosan. Barusan saja terjadi. Bertahun-tahun aku mendengar pertanyaan sama dari orang yang sama."

Airen paham sedang disindir kakaknya. "Lalu berapa lama lagi kita harus menunggu?"

"Jika kau ingin pulang duluan, aku tak masalah jika harus menemuinya sendiri."

"Dan kau tahu kan, aku tak mungkin meninggalkanmu."

Airel mengarahkan pandangannya ke Airen dan meyakinkan bahwa orang yang mereka tunggu akan segera datang. Tak lama kemudian seorang gadis berkuncir masuk ke dalam kafe dengan terburu-buru. Gadis itu menghampiri si kembar sembari mengusap-usap lengan bajunya yang memang sedikit basah.

"Tak salah lagi, kalian pasti si Kembar yang Pak Alfie maksud. Maaf telah membuat kalian menunggu."

Airen mengamati seisi ruangan. Memang tidak ada orang lain lagi selain mereka yang kembar. Lagi pula pengunjung kafe juga agak sepi karena hujan yang deras.

"Silahkan duduk!" ucap Airel.

Gadis itu memperkenalkan dirinya sebagai Angelica Mira. Ia mengaku sebagai putri dari temannya Alfie.

"Boleh kan aku memotretmu?" tanpa menunggu jawaban, Airen langsung menekan klik di kameranya. 

"Airen. Itu tak sopan," sergah Airel. "Mira, aku minta maaf atas sikap adikku."

"Oh, tidak apa-apa," balas Mira dengan senyum terpaksa.

"Apa yang bisa kami bantu?"

Mira membenarkan posisi duduknya. "Aku ingin kalian membantuku untuk menyelidiki sahabatku. Aku yakin ada sesuatu yang terjadi padanya. Akhir-akhir ini perubahan sikapnya begitu drastis."

Airen berdiri dari duduknya, kedua tangannya ia letakkan di meja, ia lalu memangkas jaraknya dengan Mira. Mira merasa risih dan berusaha menjauhkan tubuhnya dari muka Airen.

"Kau pikir kami adalah private investigator? Dan akan memata-matai temanmu itu. Lalu menyelidiki aktifitasnya," Airen tertawa seram dan membuat Mira bergidik.

Mira menjadi gugup. "A-aku pikir kalian biasa melakukannya."

Airel menarik baju Airen dan memaksanya duduk. "Tentu saja kami akan melakukannya," jawab Airel tegas.

"Eh?" Airen menoleh ke arah kembarannya. Ia sangat tidak setuju dengan keputusan sepihak oleh kakaknya.

"Bukankah begitu, Ren?"

Mendadak tubuh Airen melemas dan memutar malas bola matanya, "Hem ... Oke."

"Kalau begitu lanjutkan ceritanya," ujar Airel.

"Aku memiliki teman bernama Anggi. Kami sudah kenal sejak SMP. Semenjak itu, kami adalah teman dekat. Sampai sekarang pun aku tetap merasa dia adalah sahabatku, meski sikapnya berubah."

Mira mengatur napasnya untuk menetralkan emosinya yang mulai tak stabil. "Aku yakin dia dalam masalah, tapi kenapa ia tak mau bercerita kepadaku?"

"Apa sebelumnya dia selalu bercerita jika ada masalah?"

"Ya, tidak semua. Hanya beberapa kali saja. Aku menghargai privasinya jika ia memang tak mau berbagi tentang masalahnya. Tapi setidaknya ia tak perlu menjauhiku."

"Kapan terakhir kali kalian saling bicara?"

"Sekitar dua minggu yang lalu."

"Apakah sahabatmu itu berambut lurus dan panjang?" selidik Airel.

Bagaimana dia bisa tahu? Aku bahkan belum menunjukkan foto Anggi. Gumam Mira dalam hati. "Iya."

"Kulit putih, rambut berponi dan tingginya kurasa sama denganmu. Apa itu ciri-cirinya?"

Mira heran, "Bagaimana kau bisa tahu? Kau bukan cenayang, kan?"

Airel tersenyum. "Kalau memang ciri-cirinya demikian. Itu artinya Anggi sedang membuntutimu."

"Hah? Mana mungkin. Dimana dia?"

Airel menunjuk seorang gadis yang sedang duduk di halte tepat di seberang kafe. Mata Mira membulat sempurna saat melihat gadis itu. Memang Anggi.

"Akan kuhampiri."

"Hey, Jangan gegabah kau!" tegas Airen.

"Maaf, aku harus meminta penjelasannya." Mira mengacuhkan omongan Airen. Ia langsung beranjak keluar dari kafe dan menerobos hujan.

"Bodoh sekali dia. Bergerak tanpa aba-aba. Orang seperti ini yang mau kita tolong?" tanya Airen.

"Sudahlah. Ayo, kita ikuti dia!" Airel memaksa Airen untuk mengekori Mira.

Airel menyelipkan selembar uang di bawah cangkir cokelatnya. Ia memberi tanda kepada pelayan bahwa mereka sudah membayar. Mereka pun bergegas menyusul Mira. Anggi menyadari akan kedatangan Mira langsung mengambil langkah untuk kabur.

“Anggi, tunggu!” teriak Mira yang melihat Anggi hendak kabur. Anggi hanya menuli.

Ada apa sebenarnya? Kenapa kau selalu menghindariku? benak Mira.

Guyuran hujan tak melunturkan niat Mira. Ia malah mempercepat derap langkahnya. Akhirnya ia mampu menyusul Anggi. Tanpa menunggu lagi, ia langsung menggenggam keras lengan kanan Anggi.

Aww,” teriak Anggi dan menghentikan langkahnya. “Lepaskan, Mir!”

Mira kaget dan langsung melepaskan lengan Anggi. Anggi pun refleks menarik lengannya dan mendekapkannya di dada seraya menahan rasa sakit.

“Lenganmu kenapa, Gi? Dan kenapa kau akhir-akhir ini menghindariku?” desak Mira.

“Ah, bukan urusanmu,” jawab Anggi ketus.

"Lalu kenapa kau membuntutiku?"

"Aku hanya kebetulan lewat."

"Usaha yang bagus untuk berbohong."

"Aku sudah jujur." Anggi berdalih.

“Aku rasa kita sudah berteman cukup lama. Kalau ada yang salah denganku kau tinggal bilang, kan? Bukan bertingkah seperti ini, Gi. Kau membuatku bingung.”

“Aku minta jangan ganggu aku lagi, Mir!”

“Ganggu?”

“Sudahlah, kau takkan pernah paham.”

"Mana mungkin aku akan paham, jika kau tak memberikan penjelasan."

"Kau memang tak perlu memahaminya."

“Tapi, Gi.”

“Cukup, Mir!” bentak Anggi. “Selama ini kau terlalu banyak membantuku dan masalah ini biarkan aku yang menyelesaikannya. Jadi, jangan mencampuri urusanku lagi!”

Mira heran melihat sikap Anggi. Temannya yang pendiam dan lembut itu kini berani membentaknya. Hal yang tak pernah ia lihat dari Anggi selama mereka berteman. Rasa penasaran Mira berkecamuk di kepalanya.

Anggi pun meninggalkan Mira yang kini diam mematung, namun setelah beberapa langkah Anggi berhenti.

“Dan satu lagi, jangan pernah coba selidiki aku! Apalagi kau melibatkan dua perempuan itu,” pinta Anggi kemudian langsung meninggalkan Mira.

Si kembar pun datang. Mereka hanya mendapati Mira menangis di tegah hujan. 

"Kenapa kau melakukan ini?" tanya Airel. "Andai kau tak bertindak sendirian, jarakmu dengan Anggi tak akan menjadi semakin renggang."

Mira tertunduk lesu. "Maafkan kecerobohanku!"

"Menyusahkan saja," celetuk Airen.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
risa ayi
Soo interesting.
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status