Aneh! Tapi nyata itulah yang terjadi saat ini.
Elena menerima sebuah surat panggilan karena dia sudah lolos tahap administrasi untuk menjadi maid di mansion Keluarga Falcone. Jatungnya berdebar dengan kencang. Walau memang tujuannya kesana adalah untuk memuaskan hasrat tuan muda keluarga itu tetapi ini sungguh pengalaman yang sangat berkesan di hidupnya.
Pagi ini Elena sudah bisa ke mansion utama untuk menjalani tes keterampilan dan menunggu pengumuman penerimaan disana.
Beberapa orang terlihat sudah berkumpul di bagian belakang mansion karena bagian utama hanya boleh dilalui oleh penghuni mansion sementara maid dan pengawal harus masuk lewat belakang atau samping.
Elena tak henti hentinya berdecak kagum ketika melihat betapa besarnya mansion ini. Dengan taman yang sangat luas dan rumah utama bak istana terlihat sangat megah dan berkilau dari kejauhan.
Elena sekarang paham kenapa Damian bisa mengatakan ingin membeli seseorang dengan mudahnya. Dia terlahir sebagai pangeran disini mungkin dia tidak pernah tahu bagaimana sulitnya orang hidup di kalangan bawah sepertinya.
Dengan senyuman termanis yang dia punya, Elena melangkah masuk dan melihat pandangan sinis orang orang lainnya yang menatapnya seperti Elena adalah buronan.
Elena menatap pakaiannya dan itu terlihat normal normal saja apa yang mereka lihat?
“Lihat! Siapa dia? Apa dia akan melamar sebagai pelayan atau pelacur dengan wajah secantik itu?”
“Hhh, mungkin dia pikir hanya bermodal wajah cantik saja bisa diterima disini.”
Elena sengaja tidak menghiraukan bisik bisik dari orang-orang itu. Elena tak habis pikir kenapa orang orang selalu punya alasan untuk menjelek jelekkan orang lain. Menjadi tidak cantik salah, menjadi cantikpun tetap salah dimata mereka.
3 jam berlalu dan Elena mampu mejalani semua tes keterampilan mulai dari tehnik bersih-bersih, menyiapkan makanan, hingga melayani majikan sesuai dengan standar keluarga Falcone. Tidak sesusa yang Elena bayangkan karena dia sudah mempelajari semua file yang diberikan Damian kemarin dan itu benar benar membantunya.
“Baik, setelah serangkaian tes yang begitu panjang hanya akan ada 2 orang yang terpilih yaitu wanita dan pria.” Ucapan kepala maid itu membuat kepercayaan diri Elena menurun.
Siapa sangka dari puluhan peserta ini hanya satu yang akan dipilih? Sepanjang tes tadi memang ada satu wanita yang sangat menonjol karena background pendikannya di bidag perhotelan sehingga dia sangat cekatan.
Elena tidak yakin dia bisa mengalahkannya. Tetapi apa yang harus dia lakukan jika tidak lolos? Bukankah Damian yang punya rencana ini?
“Eva, kau satu satunya yang tertua dan paling berpengalaman kali ini pasti kau yang lolos,” bisik salah satu wanita di samping Elena.
Eva, wanita yang paling menonjol itu hanya tersenyum penuh arti. Sepertinya dia memang seyakin itu bisa lolos.
“Selamat kepada Elena dan Evan.”
Deg!
Elena terpaku dengan wajah syok. Dia yang lolos? Wah ini benar-benar sangat mengejutkan. Sementara Eva langsung menatap penuh kecewa ke arah Elena.
Dia terlihat sangat kecewa dan langsung pergi dengan wajah masam dari sana. Kepala Maid, Mila wanita yang terlihat berumur sekitaran 40 tahunan itu menatap Elena penuh arti.
“Nak, seharusya katakan saja sejak awal kau adik dari Tuan Rico, seharusnya tidak perlu seleksi semua ornag tahu kualitas pekerjaan kakakmu, adiknya pasti sama juga.”
Elena terdiam. Jadi Damian merancangnya sebagai adik asistem pribadinya? Sungguh diluar prediksinya tetapi Elena hanya bisa tersenyum dan mengangguk. Setidakya dia sudah lolos, itu yang terpenting.
“Baiklah hari ini kau bisa mulai bekerja karena sudah mendapatkan orientasi kau bisa mengikutiku untuk mengantar makan siang ke ruangan utama mansion ini,” ucap Mila setelah memberikan Elena baju khusus maid yang seragam untuk semua pelayan di mansion ini.
Elena berjalan mengikuti Mila dari ruangan belakang menuju ke area depan dimana ada banyak sekali maid disini. Tak heran jika mansionnya seluas ini maka perlu banyak sekali pelayan untuk mebersihkannya.
“Elena, bawa makananan pembukanya dan ikuti aku. Ingat jangan sampai membuat kesalahan, ya?” ucap Mila dibalas senyuman dan anggukan oleh Elena.
Wanita dengan rambut cokelat bergelombang dan mata besar yang menawan itu berjalan diantara para maid lainnya dan tak heran jika Elena yang paling menonjol disana karena dia sangat cantik dan juga masih muda.
Langkah kaki Elena sedikit tercekat ketika dia melihat betapa besarnya ruangan makan itu sudah seperti restauran dimana ada Damian duduk diantaranya dengan tatapan penuh arti kearahnya.
Elena memutus tatapannnya dengan cepat, karena di harus fokus melakukan pekerjaan pertamanya disini. Hingga tiba ketika Elena menaruh makanan pembuka itu disamping Damian dan pria itu dengan lancangnya menyentuh bokong Elena hingga membuatnya terkejut.
Elena tidak berbicara apapun tetapi dia membungkuk untuk menaruh makannya. “Malam ini datang ke ruang kerjaku,” bisik Damian sangat pelan di telinga Elena.
“Aku tidak memakan makanan pembuka, apa kau maid baru?” Seorang pria yang wajahnya persis seperti Damian namun versi lebih tuanya itu berbicara kepada Elena dengan wajah datar.Elion Alexander Falcone, cucu pertama dari Tuan Falcone dan kakak dari Damian sendiri. Elena tahu semua itu karena orientasi yang diberikan tadi namun karena gugup dengan perilaku Damian tadi dia melupakan ini.Elena mengambil makannnya sembari membungkuk, “Iya, Tuan saya maid baru mohon maafkan saya,” ucap Elena.Elion tidak membalas tetapi dia menatap Elena dengan tatapan yang cukup dalam, entah kenapa suara dan caranya berbicara mengingatkannya pada seseorang namun Elion tidak yakin siapa.“Aku tidak perlu maafmu jika kau melakukan ini lagi keluar dari mansion ini,” ucap Elion tegas membuat Elena merutuki dirinya sendiri.Mila tidak berani ikut campur karena temperamen Elion yang paling buruk disini. Dia hanya bisa menasehati Elena ketika ada di dapur nanti tidak didepan majikan.“Elion, sudahlah jangan mena
Terhitung sudah 1 minggu lebih Damian pergi entah kemana semenjak kejadian itu. Elena tahu betul pria itu kesal namun apa boleh buat? Elena benar benar datang bulan saat itu.“Lena, gelas dan sendok di meja utama kurang tolong hitung dengan benar!” Suara Mila membuyarkan lamunan Elena yang tengah mencari gelas dan piring kecil.“Iya, akan aku bawa segera,” jawab Elena. Buru-buru dia berjalan ke arah luar namun seseorang sengaja menabraknya dengan cukup keras hingga piring kecil itu hampir jatuh.“Tuan muda tiba hari ini, awas jika kau berani menggodanya kau pikir kau penguasa disini hanya karena kau adik dari Rico?” sinis Miranda sembari mencengkeram pundak Elena dengan sangat keras.Semenjak kejadian minggu lalu saat Elena membawakan Damian makan ke ruangan kerjanya, Miranda mulai menunjukkan sifat aslinya.Karena Elena cukup lama ada disana untuk berbicara dengan Damian karena pria itu terus menggodanya, Mira menuduh Elena berusaha mencari perhatian Damian, apalagi saat itu Damian s
Elena baru saja meletakkan nampan kopi di meja saat Damian menarik tangannya. Tanpa peringatan, tubuhnya jatuh ke pangkuan pria itu, kedua tangannya terperangkap dalam genggaman erat. Ia menegang, tetapi tatapan Damian yang gelap membuatnya tak bisa bergerak."Tuan—""Ssst," Damian menempelkan jari di bibir Elena. "Aku sudah cukup bersabar. Hari ini, kau tidak akan pergi sebelum aku puas."Elena sebenarnya ingin menolak dengan mentah mentah pria ini namun apa hak yang dia punya? Damian sudah berhasil memegang kendali atas semuanya termasuk tubuhnya dari perjanjian itu. Datang bulan kemarin saja sudah cukup membuat Damian mendiaminya selama hampir seminggu dan Elena tahu cepat atau lambat dia harus melakukan pekerjaan utamanya walau dia sudah sangat terbiasa dan nyaman menjadi maid di mansion ini. “Ah…T-tuan bagaimana kalau ada yang masuk ke sini? Bukankah ini ruangan kerja?” cicit Elena dengan wajah yang sudah bersemu merah karena posisi intim keduanya. Damian menikmati melihat waja
“Ahh…Euhh.” Elena terus meloloskan desahan tanpa ia sadari. Tangannya bergetar saat dia berusaha berpegangan erat tetapi saking kerasnya gerakan Damian, Elena hampir tidak bisa berdiri dengan kedua kakinya. Damian akhirnya melepaskan tautan keduanya hingga bisa memberikan waktu bagi Elena untuk bernapas sebentar. Keringat mengucur di pelipisnya dan Elena samasekali tidak berani melihat ke belakang dimana ada Damian. Dia merasa sangat malu melihat milik Damian dicahaya seterang ini. Entah kenapa rasanya sangat canggung walau mereka sudah pernah melakukannya sebelumnya. Damian, pria itu selalu membuat Elena merasa terintimidasi hanya dengan kehadiran pria itu saja. Elena mengatur deru napasnya yang tidak beraturan dan dia segera menurunkan rok dan hendak mengancingkan kembali bajunya namun Damian tiba tiba menekan tubuh Elena hingga wanita itu menempel di tembok.Kedua tangan Elena menempel di tembok dan dikunci oleh Damian hingga Elena benar benar terhimpit oleh tubuh pria itu, sam
Elena bergegas merapikan pakaiannya dan mengambil tisu untuk mengelap wajahnya yang berkeringat. Penampilannya sudah berubah menjadi kacau seperti ini jika dia keluar langsung pasti ada maid lain yang curiga dengannya, terutama Miranda. Elena mengambil napas dalam dalam lalu berjalan menuju ke dekat meja Damian dimana sepatunya berada. Elena memakainya dengan cepat karena sebentar lagi waktu istirahat makan siang akan berakhir. Sebelum pergi, Elena melihat foto-foto wanita yang berjejer diatas meja itu. Semuanya adalah foto-foto wanita dari Kalangan atas yang sebanding dengan Keluarga Falcone. Bahkan, diantaranya ada model, artis, dan anak pejabat politik. Semuanya terlihat sangat serasi jika bersanding dengan seorang Damian Alexander Falcone dan Elena hanya bisa tersenyum miris melihat semudah itu Damian men
Grand opening cabang baru Falcone Fashion di pinggir kota digelar dengan penuh kemewahan. Gedung megah berarsitektur modern berdiri tegak dengan dinding kaca yang memantulkan cahaya sore, menciptakan kilauan yang nyaris menyerupai berlian. Para tamu undangan dari kalangan pebisnis, selebriti, dan sosialita hadir mengenakan busana terbaik mereka, berharap bisa mencuri perhatian pria yang menjadi pusat acara ini—Damian Alexander Falcone.Sebenarnya sesuai rumor, Thomas Falcone yang akan menghadiri acara ini namun h-3 jam sebelum acara rumor sudah tersebar kalau Damianlah yang akan hadir jadi semua orang berbondong-bondong untuk melihat tuan muda yang dirumorkan menjadi yang tertampan di Keluarga Falcone. Saat Damian tiba, suasana seakan berubah. Setelan jas hitam rancangan desainer ternama membalut tubuh t
Elena mencengkeram erat dada bidang Damian. Pria itu langsung menindih Elena diatas kasurnya, membuat wanita itu begitu terkejut dengan gerakan tiba tiba itu. “Tuan bagaimana kau bisa masuk? Aku belum membuka kuncinya?” tanya Elena dengan wajah kebingungan. Elena selalu mengunci pintunya, dia sangat yakin lalu bagaimana Damian bisa masuk seenaknya seperti ini? Damian tidak menjawab langsung, akan tetapi pria itu malah membenamkan wajahnya di ceruk leher Elena untuk mencium aroma tubuh wanita itu yang sangat memabukkan baginya. “Aku punya kuncinya agar aku bisa masuk kapanpun,” jawab Damian datar. Elena sejenak lupa bagaimana temperamen Damian. Jangankan memegang kunci kamarnya, bahkan Damian sengaja meletakkannya di kamar lantai 2 padahal
“Tuan bagaimana ini?” pekik Elena dengan wajah yang panik. Itu suara Evan, kenapa pria itu datang secara tibaa-tiba malam-malam seperti ini?Sungguh sangat tidak biasa.Damian terlihat sangat kesal karena ada yang menganggu aktivitasnya. Pria itu duduk di sisi ranjang sambil mengusap kasar rambutnya ke belakang.“Siapa itu?” tanya Damian dengan nada yang sarat akan kekesalan. Dia menatap Elena yang sudah panik bukan main dengan wajah datarnya.“Tuan! Bersembunyilah! Sembunyi di lemari atau di kamar mandi dimana saja!” pekik Elena sambil megambil jaket untuk menutupi pakaiannya yang sangat terbuka itu.Damian meraih tangan Elena dengan cepat hingga mmebuat Elena menatap Damian secara tiba tiba. Tangan Damian mencengkeram tangan kiri Elena. “Kenapa aku harus sembunyi?”Elena melotot tak percaya. Keadaan sangat genting seperti ini tapi Damian masih punya waktu untuk bertanya? “Ada orang yang
Restoran Le Céleste, terletak di puncak menara tertinggi di kota, berkilau dengan lampu kristal yang memantulkan cahaya malam. Interiornya mewah, dengan langit-langit kaca yang memperlihatkan panorama kota.Di meja paling mahal yang berada di tempat termewah disana, Damian duduk sendiri di meja untuk dua orang, satu tangannya menggenggam gelas wine merah, tatapan tenang menatap gedung-gedung tinggi kota di bawahnya."Pastikan paparazi tahu aku ada di sini malam ini." Perintahnya pada Rico terdengar tenang, tapi penuh perhitungan. "Untuk meredam berita sialan itu,” lanjut Damian saat Rico menunjukkan tanda-tanda kebingungan sebelum akhirnya dia mengangangguk paham."Baik, Tuan," sahut Rico cepat, lalu keluar untuk menelepon salah satu koneksinya di media.Damian bersandar di kursinya, menyilangkan kaki dengan ekspresi yang datar. Entah kenapa akhir-akhir ini harinya terasa sangat panjang, bahkan menunggu belum sempat 5 menit Damian sudah tidak sabar ingin pulang.Entah sampai kapan dia
Minggu pagi datang dan Damian berdiri di depan jendela lantai tiga puluh sembilan, mengenakan kemeja putih dengan lengan tergulung, sementara layar monitornya menampilkan grafik saham yang perlahan stabil.Sudah enam hari ia menghabiskan waktu di kantor. Sejak kekacauan akibat pembatalan dinas, Damian mengubur dirinya dalam pekerjaan. Dia belum kembali ke mansion, bahkan belum menatap wajah Elena sejak malam itu.Rindu? Seorang Damian tidak akan pernah merindukan siapapun. Tapi disaat dia dengan keras berusaha menyangkalnya disanalah dia mulai terjebak, dengan perasaannya sendiri.Damian sengaja menahannya. Semenjak sindiran dari Rico beberapa hari lalu tentang pembatalan dinasnya secara tiba-tiba hanya untuk menghampiri Elena di rumah sakit membuat Damian terasa ditampar.Ini jelas bukan dirinya dan Damian membenci itu.Memangnya siapa wanita itu harus mendapat perhatiannya sekeras ini? Damian berusaha membuktikan kalau Rico salah besar akan tetapi saat setiap malam dia merindukan sen
Falcone Corp, Lantai 10Ruangan itu sunyi, hanya suara jam dinding yang berdetak pelan terdengar. Damian duduk di belakang meja kerjanya yang megah, namun wajahnya penuh tekanan. Di hadapannya, tumpukan berkas dan puluhan email masuk belum sempat ia buka.Direktur Utama perusahaannya, Nara, mengetuk pintu pelan lalu masuk sambil membawa tablet. "Tuan Damian, ini pembatalan kontrak dari Biancci Group. Mereka kecewa Anda tak hadir dalam pertemuan hari ini." Wanita dengan pakaian rapi itu menunduk setelah mengucapkannya karena melihat tatapan tajam bosnya. "J-juga, dua investor dari Zurich menunda suntikan dana karena absennya Anda di agenda konferensi."Damian akhirnya menghela napas berat, menautkan jemari ke pelipisnya yang berdenyut. Dia memang membatalkan dinas mendadak—tanpa penjelasan, tanpa koordinasi. Dan kini, imbasnya datang seperti gelombang: investor kecewa, kontrak batal, dan reputasi terguncang.Pintu kembali dibuka, kali ini Rico masuk dengan wajah yang jauh lebih frusta
Elena menggigit bibirnya saat Damian membanting pintu apartemen itu dari dalam. Langkah kaki pria itu terdengar berat dan cepat, seperti bom yang siap meledak. Tubuhnya berdiri tegap di hadapan Elena yang masih memegangi pipinya yang memar.Meskipun merasakan nyeri karena bekas tamparan itu, tapi ada hal lain yang membuat Elena seakan melupakan rasa sakitnya seketika.Tatapan mata Damian.Ada kilatan aneh di mata pria itu, sama seperti saat Elena diculik waktu itu."Apa yang kau pikirkan, hah?" suara pria itu tajam, matanya berkilat marah. "Pergi tanpa kabar, tak menjawab telepon, dan kau membiarkan dirimu diperlakukan seperti itu?" Damian berjalan mendekat, sorot matanya tak melepaskan Elena barang sedetik pun.Elena menelan ludahnya susah payah. Entah kenapa suasana ruangan berubah menjadi lebih mencekam hingga tanpa sadar dia memundurkan langkahnya seiring langkah Damian mendekat."T-tuan aku hanya ingin menjenguk papaku..."Suara Elena nyaris tak terdengar, tapi cukup untuk membuat
Elena masih terduduk di lantai lorong rumah sakit, pipinya berdenyut hebat dan kepalanya pusing karena terbentur lantai saat terjatuh karena ditampar kakaknya dengan sangat keras.Matanya seketika memerah menahan air matanya yang hendak turun. Selama ini dia sudah terbiasa dengan sikap kasar kakaknya ini tetapi kenapa sekarang Elena sangat cengeng?Apakah ini salah kakaknya atau harapan Elena yang terlalu tinggi? Dia sudah berusaha sekuat tenaganya menggunakan seluruh tenaga bahkan fisiknya untuk mencari uang kesana kemari selama ini sebelum akhirnya menetap di mansion Falcone.Lalu apa?Apakah hanya tamparan dingin dan perih ini yang Elena pantas dapatkan sebagai balasannya? Tidakkah ada yang mengapresiasi Elena dan menenangkannya, menjadi sandaran untuknya dan mengatakan semuanya akan baik-baik saja.Tidak…Tidak ada. Elena selalu sendiri, dan sepertinya memang akan tetap seperti itu. “Sudah puas bermain-main menjadi gundik orang kaya, sekarang sok-sokan datang menjenguk papa?” cibir
Cahaya matahari pagi menembus tirai jendela, menyinari wajah Elena yang masih terbaring di tempat tidur. Ia mengerjapkan mata dengan panik begitu sadar dirinya benar-benar tertidur semalaman di kamarnya bersama Damian.Pikirannya langsung kacau—niat awalnya setelah melayani pria itu adalah segera pulang ke rumah sakit, bukan tertidur di pelukannya. Elena benar-benar merutuki dirinya sendiri karena hal ini, setelah ketahua kemarin Elena langsung menutup matanya dan hal terakhir yang dia ingat adalah Damian yang memeluknya dari belakang dan menyuruh Elena untuk menutup matanya.Elena seakan terhipnotis, tidak bisa melawan dan mengatakan apapun selain menuruti titah Damian. Akan tetapi, fakta bahwa dia terlelap dalam pelukan tuannya itu samasekali bukan dalam rencanya.Bagaimana bisa? Elena pasti sudah gila karena kelelahan. Damian adalah orang yang paling Elena benci sejak awal karena keegoisannya tapi apa yang terjadi sekarang?Elena duduk terburu-buru, lelah memirkan hal itu. Perempuan
Sudah pukul sembilan malam saat Elena menyelesaikan tugas-tugas terakhirnya hari ini. Aroma lembut dari detergen bersih masih melekat di tangannya, membaur dengan semilir angin malam yang masuk dari jendela kamarnya yang sedikit terbuka. Ia membuka koper kecil dan mulai melipat pakaian satu per satu dengan hati-hati.Hari ini adalah akhir bulan, dan itu berarti Elena mendapatkan cuti bulanan selama empat hari penuh. Ia bersyukur bisa menjenguk papanya yang masih dirawat karena luka-luka akibat utang sialan itu. Terakhir kali Elena mendapatkan kabar dari adiknya kalau papanya masih dalam pemulihan. Sementara adik dan papanya sangat senang ketika tahu Elena mendapatkan pekerjaan di mansion utama Keluarga Falcone yang artinya elena kini adalah harapan satu-satunya keluarganya tanpa tahu pekerjaan jenis apa yang Elena kerjakan di mansion ini. Di luar, taksi yang ia pesan sudah menunggu dengan sabar karena dari dalam kamarnya Elena dapat melihat dari kejauhan taxi itu menunggu dengan lamp
Ruang interogasi di basecamp Raven Security dipenuhi dengan atmosfer dingin dan mematikan. Cahaya lampu putih menyinari meja baja tempat Evan duduk terikat, wajahnya babak belur dan tubuhnya penuh memar. Namun tatapannya masih menyimpan sisa kesombongan, sampai langkah sepatu Damian terdengar memasuki ruangan.Pintu dibuka dengan satu hentakan, dan Damian masuk dengan pakaian serba hitam serta ekspresi dingin. Anggota pasukan khusus itu menunduk sebagai tanda hormat, mereka memang sudah menunggu Damian sejak tadi.Tanpa sepatah kata, Damian melepas sarung tangannya, meletakkan jam tangan di atas meja logam, dan duduk di seberang Evan. Pria itu tersenyum sinis dengan wajah babak belur itu seakan tatapannya bisa menguliti Damian hidup-hidup.Tetapi Damian tetap tenang. Dia mendorong salah satu kursi disana untuk bisa duduk di depan Evan dan menatapnya nyalang. Darah Damian spontan langsung mendidih saat melihat wajah Evan, membayangkan saja apa yang bisa dia lakukan pada Elena sudah mem
Cahaya lembut menembus tirai apartemen saat kelopak mata Elena perlahan terbuka. Kepalanya terasa berat, tenggorokannya kering, dan tubuhnya terasa sangat lemas.Begitu pandangannya mulai jelas, ia melihat langit-langit serba putih. Elena belum bisa mengingat apapun kecuali fakta bahwa dia hampir diperkosa oleh Evan.Tapi dimana dia sedang berada sekarang?Matanya sayunya perlahan turun untuk melihat sekelilingnya dimana ada infus yang terpasang dari telapak tangannya. Ketika Elena melihat ke arah lain, dia melihat seseorang. Damian duduk di sofa panjang dengan kaki bersilang, kacamata tipis bertengger di batang hidungnya, dan sebuah tablet menyala di tangannya. Tatapannya fokus, tapi bahunya sedikit tegang, seolah dia sudah duduk di sana sejak semalam.Elena mengerjapkan mata, mencoba duduk tapi meringis karena perih di pinggangnya. Ia menahan napas, menatap Damian dari tempat tidur, lalu memberanikan diri bersuara. “Tuan…”Damian menoleh perlahan, tatapannya tajam namun tetap tenan