Mendengar suara Wilona yang histeris, para pelayan segera berlarian ke sumber suara.
Nindi pun mengikuti mereka. Nindi terkejut melihat Nanik berada di pangkuan Wilona dalam keadaan pingsan. Tatapannya lalu beralih pada Daffa.
"Apa yang terjadi, Mas?" tanya Nindi.
Daffa mengangkat bahu. "Aku tidak tau. Aku dari toilet dan langsung mendapati Bu Nanik terbaring di lantai. Lalu aku cepat-cepat memanggil Bu Wilona."
Nindi pun mengambil alih Nanik dari Wilona. Nindi melakukan pertolongan pertama. "Denyut jantungnya lemah sekali. Kita harus segera ke rumah sakit."
Sopir pribadi keluarga Hadikusuma pun datang, membawa Nanik ke mobil, diikuti oleh Wilona.
Sementara Nindi dan Daffa mengikuti dari belakang dengan mobil mereka.
Mereka sudah menunggu beberapa jam.
Wilona bergerak gelisah, berjalan mondar-mandir di depan IGD.
Sementara Nindi duduk cemas sembari menggenggam tangan Daffa. "Semoga Bu Nanik nggak kenapa-kenapa ya, Mas."<
Begitu tidak mendapati Daffa di ruangannya, Nindi tidak langsung pergi. Ia memutuskan untuk menggeledah ruangan itu. Ia yakin sekali Daffa memiliki ponsel cadangan yang dipakai untuk berkomunikasi dengan selingkuhannya. Dengan ponsel itu, ia bisa mendapatkan bukti lebih banyak agar Daffa tidak bisa menyangkal lagi."Awas kamu, Mas! Begitu aku dapat bukti kalau kamu benar-benar selingkuh, siap-siap saja, aku langsung gugat cerai tanpa pikir panjang!" geram Nindi.Nindi menggeledah meja kerja Daffa, membuka semua laci. Namun, tak ada apa pun di sana. Ia beralih ke sofa tamu, berpikir mungkin ponsel itu diselipkan. Ia juga mengecek belakang dispenser, bahkan belakang lukisan yang tergantung. Tak ketinggalan, ia mengobrak-abrik tanah di pot bunga di pojok ruangan. Namun semuanya sia-sia. Nindi tidak berhasil menemukan po
Mulai hari ini, Nindi bertekad mencari tahu kebenarannya.Semalam, Daffa tampak gugup saat Nindi menemukan bekas ciuman di tubuhnya.Kecurigaan Nindi semakin kuat karena Daffa sama sekali tidak membicarakan apa pun di meja makan pagi ini.Setelah Daffa berangkat kerja, Nindi membuka laptopnya dan kembali memantau ponsel Daffa dari sana.Nindi benar-benar bingung. Jika suaminya berselingkuh dengan Wilona, mengapa ia tidak pernah menemukan pesan apa pun di antara mereka?"Ini aneh sekali," gumamnya heran. "Sekalipun mereka nggak selingkuh, setidaknya Mas Daffa pernah chatan sama Wilona. Entah itu membahas bisnis, jadwal rapat, atau yang lain. Kan mereka partner bisnis?"Nindi menghela napas. "Tapi ini kosong sama sekali! Apa mereka emang nggak pernah chatan ya? Tapi mustahil!"Nindi pun mulai berpikir lebih jauh. "Apa jangan-jangan Mas Daffa punya hp lain yang nggak aku tau, ya?" tebaknya.Seketika Nindi meyakini prasangkanya itu
Mendengar suara Wilona yang histeris, para pelayan segera berlarian ke sumber suara.Nindi pun mengikuti mereka. Nindi terkejut melihat Nanik berada di pangkuan Wilona dalam keadaan pingsan. Tatapannya lalu beralih pada Daffa."Apa yang terjadi, Mas?" tanya Nindi.Daffa mengangkat bahu. "Aku tidak tau. Aku dari toilet dan langsung mendapati Bu Nanik terbaring di lantai. Lalu aku cepat-cepat memanggil Bu Wilona."Nindi pun mengambil alih Nanik dari Wilona. Nindi melakukan pertolongan pertama. "Denyut jantungnya lemah sekali. Kita harus segera ke rumah sakit."Sopir pribadi keluarga Hadikusuma pun datang, membawa Nanik ke mobil, diikuti oleh Wilona.Sementara Nindi dan Daffa mengikuti dari belakang dengan mobil mereka.Mereka sudah menunggu beberapa jam.Wilona bergerak gelisah, berjalan mondar-mandir di depan IGD.Sementara Nindi duduk cemas sembari menggenggam tangan Daffa. "Semoga Bu Nanik nggak kenapa-kenapa ya, Mas."
Miranda, sekretarisnya, masuk tanpa mengetuk."Biasakan mengetuk dulu sebelum masuk!" hardik Daffa.Miranda tersenyum tipis. "Maaf, Pak. Saya sudah mengetuk, tapi Bapak tidak menyahut."Ternyata Daffa terlalu asik mengobrol sampai tidak mendengar ketukan Miranda. "Ya sudah, apa keperluanmu?"Miranda lalu meletakkan dokumen di meja Daffa untuk ditandatangani.Tanpa membacanya, Daffa langsung membubuhkan tanda tangannya. Ia ingin Miranda segera pergi.Di seberang telepon, Wilona terus berbicara, tetapi Daffa tidak merespon. Ia tidak tau kalau ponsel Daffa disimpan di laci."Hanya ini saja, kan?" tanya Daffa dingin."Iya, Pak." Miranda mengangguk.Daffa memberi kode agar Miranda segera pergi.Begitu Miranda keluar, barulah Daffa kembali bersuara. "Maaf, tadi ada Miranda."Wilona membuang napas. Setelahnya, ia terpikirkan sesuatu. "Daffa, aku punya ide. Kalau kamu ingin kita bertemu, atur saja makan malam bersa
Malam itu, Daffa pulang dengan langkah gontai. Nindi menyambutnya di depan pintu, membantu sang suami melepaskan jas dan dasi."Mau mandi atau makan dulu, Mas?" tanyanya lembut.Daffa melepaskan dasinya, menyisakan kemeja yang sudah kusut. "Mandi dulu. Gerah," jawabnya singkat sambil berjalan menuju kamar mandi.Di tangan Nindi sudah ada kemeja Daffa yang baru saja dilepas. Naluri seorang istri membuatnya penasaran. Ia mengendus kemeja itu. Hidungnya mencari-cari aroma asing yang mungkin menempel, tapi yang tercium hanya aroma parfum Daffa yang samar dan aroma vanila, wangi parfumnya sendiri yang tadi menempel karena pelukan singkat mereka di pintu.Nindi menghela napas lega. Ia kembali memeriksa riwayat perjalanan Daffa di laptop. Terlihat rute yang dilalui hanya seputar kantor. Bibirnya tersenyum kecil. Mungkin kecurigaan itu hanya perasaannya saja.Setelah mandi, Daffa langsung merebahkan diri di ranjang. Ia lalu menarik selimut hingga ke dada.
Setibanya di kediaman Baskara, Rexa langsung disambut ramah oleh pelayan."Sebentar, saya panggilkan Bapak dulu.""Silakan."Di ruang tamu, Baskara mempersilakan Rexa duduk. Teh harum dan berbagai cemilan lezat sudah tersaji di meja, namun Rexa menolak dengan halus. Tatapannya dingin, tak ada sedikit pun kehangatan yang tersisa."Saya datang bukan untuk minum teh, Pak Baskara," ujar Rexa, suaranya mantap tanpa nada ragu. "Saya datang untuk mengakhiri semuanya."Baskara yang semula santai, mendadak kaku. Ia mencondongkan tubuhnya ke depan, mencoba mencerna kata-kata Rexa. "Apa maksudmu, Rexa?""Saya ingin membatalkan perjodohan.""Saya kira hubunganmu dengan Wilona baik-baik saja." Nada suara Baskara mulai berubah, tersirat kebingungan dan kekhawatiran.Rexa tidak merespon. Baskara kembali berkata. "Bukankah kita sudah sepakat? Kamu menerima perjodohan ini, sebagai gantinya, saya akan membantumu membuka firma hukummu sendiri."Rexa mengulas senyum penuh arti. "Saya menerima perjodohan