Share

Pikiran Kotor

Author: Stary Dream
last update Last Updated: 2025-11-10 22:02:49

"Sayang.. aku pengen.."

Iman memelas sambil memeluk istrinya dari belakang. Sementara Bening tengah menyusui putranya. Ditambah Raka yang malah ikut menyelusup di antara mereka.

"Mas, geser! Aku gerah!" Bening mendorong Iman dengan sikunya. Lihatlah, Riki! Bayi ini bahkan sampai mendelik tak suka melihat kelakuan ayahnya.

"Tapi aku pengen, Ning.."

"Lihat dulu! Aku lagi menyusui!"

Raka yang kegirangan malah menjadikan kedua orang tuanya sebagai kuda-kudaan. Dia bahkan melompat-lompat sambil duduk.

"Mas ambil dulu Raka! Badanku sakit!" Seru Bening.

Iman berdecak dan menyingkirkan Raka ke samping. Iman kembali melingkarkan kakinya ke paha Bening bahkan sedikit mengunci agar istrinya tidak bergerak.

"Ya, Tuhan. Lepaskan, mas!" Bening sampai meronta kesal. "Jangan sentuh dulu! Anakmu lagi menyusu!"

"Kan sebelahnya nggak menyusui!" Kilah Iman.

"Apa kamu nggak malu dilihat sama anakmu? Pergi sana!" Oh, kesal sekali Bening. Diri ini sudah lelah bekerja seharian, di rumah masih juga harus lanjut bekerja. Apalagi mengurus anak yang tak ada hentinya.

Sekarang, Iman malah aneh-aneh ingin meminta jatah. Apa suaminya ini tidak tahu kondisi istrinya sekarang?

"Kamu ini selalu nolak aku!" Geram Iman melepaskan diri.

"Bukan nolak, mas. Lihat dulu aku lagi ngapain!"

"Terserah!" Iman keluar dari kamar anak-anak dengan sedikit membanting pintu.

Melihat itu, Bening hanya bisa menghela nafas. Menghadapi ketantruman suaminya lebih sulit dibanding rewelnya anak-anak.

Terpaksa Bening mengalah lagi dan menegur Iman yang tengah terbaring di ranjang.

"Mas.. jangan marah dulu. Bukan maksud aku buat nolak kamu!"

"Sudah, males ngomong sama kamu. Selalu itu aja alasan kamu! Ngurusin anak! Nyusuin!"

"Kan memang bener. Cobalah lihat aku, mas. Aku bahkan belum makan malam, loh.." ucap Bening sedih.

Iman tak perduli. Hatinya kesal karena kehendaknya tak dituruti. Padahal keinginannya sudah diujung sekali. Sial! Gara-gara bersentuhan dengan Inah tadi punya Iman selalu menegang.

"Makan tinggal makan! Apa susahnya sih?" Gerutu Iman.

"Menurutmu begitu. Tapi nyatanya, aku harus mengurus semuanya sendiri. Aku nggak punya waktu untuk diriku."

"Jadi, maksudnya kamu mau pake pembantu? Ingat gajimu, Ning. Mau dipotong berapa lagi??"

"Bukan begitu, mas. Maksudku kita kan bisa berbagi tugas. Bukannya dulu kamu berjanji padaku untuk saling membagi tugas?"

"Aku juga lelah, Bening. Apa kamu pikir mengajar di kampus itu tidak sesulit mengajar anak-anak di sekolah? Sama saja! Pemikiran mereka malah lebih kritis. Aku kalah mental jika berdebat dengan mereka!"

"Ya sudah kalau begitu!" Bening jadi ikut kesal.

Dari pada terus saling bersilat lidah, lebih baik Bening keluar dan mengurus anak-anaknya. Iman juga tak mau berniat meminta maaf. Mengerti kondisi istrinya saja enggan. Hingga malam ini dan malam selanjutnya, keduanya memilih perang dingin lagi.

Pagi sekali, Ifa datang ke rumah dengan memakai seragam sekolah. Heran! Apa dia tidak takut terlambat jika mampir ke rumah ini.

"Mas Iman minta uang jajan!" Pinta Ifa yang langsung duduk di kursi ruang tamu.

"Buka sepatumu, Ifa." Tegur Bening.

"Nanggung, mbak. Ifa mau langsung berangkat ke sekolah."

"Tapi sepatumu kotor. Lihat Riki lagi aktif-aktifnya merangkak." Naik nada Bening karena tingkah adik iparnya.

"Kan tinggal di sapu aja.."

Enteng sekali Ifa ini bicara, rasanya Bening ingin menaruh sambal di mulut adik iparnya ini.

"Cuma 10 ribu??" Ifa merengut ketika Iman memberinya uang untuk jajan.

"Cukup, kan?" Tanya Iman.

"Mana cukup! Beli bakso aja 15 ribu. Belum beli minumnya."

"Ya sudah jangan beli bakso. Beli yang lain. Bawa minum dari rumah." Iman menasehati dengan sabar.

"Tambah 10 ribu lagi aja, mas.." Ifa memelas.

Terpaksa Iman membuka dompetnya dan memberi uang lagi. "Habis uang mas. Jangan minta lagi!"

"Yes, makasih mas!" Ifa tersenyum senang.

Sebelum benar-benar pergi, Ifa masuk ke kamar milik Iman dan Bening lalu keluar tak lama dari sana. Mata Bening menjadi melotot karena Ifa tak membuka sepatunya.

"Mas! Tegur dong! Kotor semua lantainya!" Iman jadi sasaran kemarahan Bening.

"Ifa! Buka sepatumu!" Iman langsung mengernyit ketika Ifa melewati dirinya. "Wangi banget. Kamu pakai parfum mbakmu?"

"Nggak!" Sela Ifa cepat.

Oh.. mendidih rasanya darah Bening. Sudah memakai sepatu kotor dan menginjak lantai rumah, lalu memakai barang milik orang lain tanpa izin.

"Jangan bohong!" Seru Iman. "Ini parfum milik mbakmu. Lain kali minta dulu jangan langsung ambil!"

"I-iya.." jawab Ifa tersendat. Dia jadi takut menoleh ke belakang karena tahu jika Bening tengah menatapnya tajam. Ifa pun buru-buru pergi ke sekolah.

"Bagus sekali adikmu itu, mas. Sudah nggak bisa lagi diajarin!" Gerutu Bening sembari pergi ke dapur.

"Namanya juga anak kecil. Maklum aja!"

"Anak kecil???" Bening datang lagi dengan membawa sapu. "Kalau seumuran dia kamu bilang anak kecil terus Raka dan Riki apa?"

Bening menyodorkan sapu ke suaminya.

"Ifa masih anak kecil, kan? Nah, kalau begitu orang dewasalah yang harus membersihkannya."

"Bening, Astaga!" Iman sampai tak percaya. "Yang bener aja, Ning! Aku mau berangkat kerja."

"Sapu semua tempat yang diinjak oleh adikmu tadi. Jangan sampai aku mengeluarkan tanduk."

Iman sampai menganga melihat istrinya. Tapi lebih baik membersihkan kotoran yang dibuat Ifa dari pada tidak sama sekali. Dia takut istrinya akan berubah menjadi banteng dan malah menyeruduknya.

Ketika menyapu, Inah tiba dengan terperangah.

"Mas Iman nyapu?"

"Kebetulan, Inah." Iman langsung menyerahkan sapu ke pengasuh anaknya. "Mas mau berangkat kerja. Tolong kamu sapu ini dulu."

Inah kebingungan saat menerima sapu, sementara Bening langsung berkacak pinggang melihat tingkah suaminya. Iman langsung pergi tanpa pamit bak anak kecil yang takut diomeli orang tuanya.

"Ada-ada, saja." Bening mendengkus. "Sapu sebentar aja ya Nah.. tadi ada Ifa datang kemari bawa kotoran."

"Iya, mbak." Tak masalah bagi Inah menyapu, barang sedikit juga.

Urusan pagi ini selesai, waktunya Bening untuk berangkat mengajar. Hari ini dia berpesan akan pulang lebih sore karena ada kegiatan di sekolah.

Malangnya Iman, saking buru-burunya kabur dari rumah, ia sampai lupa membawa bekal yang sudah disiapkan dari istrinya. Ya, ampun.. terpaksa Iman harus kembali ke rumah untuk makan siang. Untunglah jarak rumah dan kampus dekat.

"Mas Iman pulang?" Setidaknya sudah tiga kali Inah menemukan Iman pulang ketika makan siang.

"Kotak makanku ketinggalan. Tolong siapkan aku makan siang." Perintah Iman tanpa menoleh.

Inah hanya bisa melipat bibir menahan rasa kesalnya. Ia lalu ke dapur dan menyiapkan makanan untuk tuan raja.

Mata ini memang tak bisa diajak kerja sama, Iman terus memperhatikan Inah yang sedang meladeninya di meja makan. Kaos yang dipakainya membuat bentuk tubuh itu terlihat padat berisi. Apalagi celana pendek selutut itu bisa menggambarkan bagian belakangnya.

Kalau sudah begini mata Iman jadi jelalatan kemana-mana. Dia jadi takut akan godaan.

Iman berdeham. "Kamu nggak punya pacar, nah?" Tanya Iman mencoba menutupi ketegangan di dalam sana.

"Nggak punya. Nggak boleh juga pacaran."

"Sama siapa nggak boleh?"

"Sama ibu. Kata ibu, fokus kerja aja di kota."

"Kenapa kamu mau kerja di kota?"

"Nyari pengalaman aja." Sahut Inah datar sambil menuangkan sayur ke piring suami majikannya. "Ada lagi nggak, mas? Aku mau ikut tiduran sama anak-anak."

"Nggak ada lagi."

Inah berlalu menuju kamar Raka dan Riki lalu ikut berbaring. Iman yang baru saja selesai makan siang harus segera kembali lagi ke kampus. Kebetulan ada jadwal mengajar lagi setelah ini.

Namun ketika dia ingin melihat anak-anaknya di kamar, mata Iman menangkap sesuatu yang indah. Inah tengah tertidur menghadap ke dinding. Kaosnya sedikit tersingkap hingga terlihatlah punggung mulus itu setengah. Apalagi celana yang dipakainya, karena kaki yang ditekuk itu malah menampilkan lekukan yang aduhai.

Ya ampun.. Iman sampai bisa membayangkan tubuh itu pasti pas sekali dipelukannya. Tubuh Bening yang kurus saja kalah telak karena semoknya badan Inah.

"Astaga.. kenapa aku sampai berpikiran kotor begini?" Iman menggeleng cepat dan lekas memutus pandangannya. Dia takut ketagihan memandangi tubuh indah itu.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Ranjang Perkawinan   Lembaran Baru (Ending)

    Setelah beberapa hari tinggal di kota, Bening kembali bekerja di kantor arsitektur milik Reyhan dan Fandi sekaligus mengurus pendaftaran sekolah anak semata wayangnya.Dalam kurun waktu 2 bulan, Raka akan bersekolah di TK Aisyah. Merajut mimpi yang sebelumnya sempat berhenti karena musibah yang mereka alami."Selamat datang kembali, Bening.." ucap Sintia tersenyum manis."Terima kasih. Mudah-mudahan kamu tidak bosan mengajariku soal pekerjaan disini." Balas Bening sama manisnya."Ah.. itu! Siap-siap saja kamu akan sibuk.""Kenapa begitu?""Sekarang banyak klien yang mengambil jasa desain dari sini. Yang terbaru pemerintah daerah mengajak kerja sama dengan kita.""Dalam hal apa?""Mendesain perpustakaan. Kamu tahu kan kalau perpustakaan daerah kita sedang di renovasi?"Bening menggeleng. Dia sungguh tak tahu kabar."Rencananya perpustakaan itu akan dijadikan perpustakaan akbar. Jadi, bang Reyhan dan bang Fandi yang akan mendesainnya.""Wah, hebat sekali.." Bening jadi takjub. Dalam sat

  • Ranjang Perkawinan   Awal Yang Baru

    Satu tahun kemudian...Selepas kepergian Iman, kehidupan Wati dan keluarganya banyak sekali mengalami perubahan. Dimas yang pemalas dan hanya mengharapkan harta orang tuanya kini bekerja sebagai ojek online. Begitu juga dengan Irma yang ikut membantu perekonomian keluarga dengan berjualan manisan di depan rumahnya. Sementara Ifa, terpaksa tidak bisa melanjutkan sekolahnya karena keterbatasan biaya.Dulu ketika Iman hidup, Iman lah yang bertugas memberikan nahkah kepada keluarga ini. Tapi setelah Iman sudah tidak ada lagi, mereka berjuang untuk bertahan hidup. Mengais rupiah demi rupiah untuk menyambung kehidupan mereka.Di penjara, Cahaya juga menebus dosa-dosanya. Ternyata wajah cantik itu tak menjamin hati seseorang. Ia didakwa karena terbukti melakukan penganiayaan pada anak kecil. Tak hanya di penjara, Cahaya juga resmi kehilangan pekerjaan serta izin prakteknya. Kakak Cahaya yang terlibat dalam pelenyapan Iman juga sudah mendapatkan masing-masing hukuman.Namun satu kejutan yang

  • Ranjang Perkawinan   Yang Bersalah Dihukum

    Iman memang ke kantor polisi. Tapi bukan untuk menyelamatkan istrinya. Melainkan memberi keterangan yang selama ini ia pendam sendiri. Mulai dari memar yang waktu itu ada di pelipis kanan anaknya, lalu Raka yang tak terurus dengan baik dimana Raka selalu mengadu tidak pernah dikasih makan.Bodohnya Iman yang selalu mengabaikan keluhan anaknya. Dia yang sibuk mencari nafkah diluar, mengaku jika kurang memberikan perhatian pada putranya. Ia juga tak bermaksud menyalahkan Cahaya, karena Iman sebenarnya sama saja.Keterangan dikantongi, para kakak Cahaya meradang setelah mendengar pengakuan Iman. Setelah itu, Cahaya dimintai keterangan lagi. Namun, wanita licik ini tetap tak mengaku dan meraung-raung minta dilepaskan.Sementara, Iman menuju rumah sakit dimana Raka dirawat. Sesampainya disana, dia bertemu dengan Bening dan dua mantan mertuanya."Mau apa lagi kamu kesini, mas?" Tanya Bening dingin."Aku hanya ingin melihat Raka. Apa kabarnya?""Buruk sekali. Anakku bahkan harus menjalani te

  • Ranjang Perkawinan   Murka Bening

    "Kenapa kamu kembali lagi, Ning?" Tanya Wati gugup bukan main. Oleh karena emosi, dia jadi mengeluarkan ucapan yang harusnya sampai mati disimpannya."Aku minta kalian mengatakan semuanya dengan jujur. Apa hubungan Ifa dengan kematian Riki?" Tanya Bening bergetar memandang tiga orang yang memiliki hubungan darah ini."Bukan apa-apa. Kamu salah dengar." Jawab Iman sembari memandang ke arah lain."Aku tidak salah dengar, mas. Kalian bilang jika Ifa yang menyebabkan Riki terjatuh! Sekarang jawab semuanya!" Teriak Bening histeris. Raka sendiri memanggil bundanya ketika Bening menangis."Mbak Bening.." panggil Irma. "Ifa yang menyebabkan Riki terjatuh.""Apa?"Sekarang semua mata tertuju pada Irma. Wati bahkan tak tahan untuk menegurnya."Mau sampai kapan kita menyembunyikan semuanya, bu?" Tanya Irma hampir terisak. "Mbak Bening nggak bersalah tapi dia menerima hukumannya. Begitu juga dengan mas Iman yang membiarkan rahasia ini terjaga untuk melindungi Ifa dari jerat hukum.""Irma, jelaska

  • Ranjang Perkawinan   Terbongkar

    "Raka!" Teriak Bening histeris ketika melihat Raka terjatuh tak sadarkan diri.Dia lalu meraih tubuh anaknya yang melemah. Sebelum Raka menutup mata, Raka sempat menatap bundanya dan mengaduh lemah."Sayang.."panggil Bening sambil menangis.Reyhan yang menyaksikan adegan mengerikan itu ikut turun dari mobil dan memburu keduanya."Kita bawa anakmu ke rumah sakit sekarang." Seru Reyhan. Dia lalu membawa Raka masuk ke dalam mobilnya.Sementara, Cahaya terdiam dengan tubuh menegang. Setan apa yang tadi memasukinya sampai ia begitu marah kepada anak tirinya."Bening!" Panggil Iman yang baru tiba. Dia bergegas turun dari motor dan menghampiri Bening yang membukakan pintu mobil kepada seorang pria yang tengah menggendong anaknya. "Raka mau dibawa kemana??!"Bening menutup pintu tersebut dan beralih membuka pintu bagian depan. Namun lengannya ditahan oleh Iman."Mau kemana, Bening?" Teriak Iman kesal."Tanya pada istrimu itu!" Bentak Bening sama kesalnya. Ia lalu masuk ke dalam mobil dan Reyh

  • Ranjang Perkawinan   Kejahatan Ibu Tiri

    Bening bersyukur karena Raina mengizinkannya untuk mengundurkan diri dari toko Amara florist. Padahal, Bening belum ada satu bulan bekerja di toko ini."Nanti gajimu akan ku transfer.""Aduh, nggak usah, mbak. Aku kan belum sebulan juga kerja disini." Jawab Bening tak enak hati."Terus aku nggak perlu membayar tenagamu?" Raina tersenyum tulus. "Tenang saja. Aku nggak perhitungan, kok."Bening ikut membalas Raina dengan senyuman. Syukurlah di dunia ini, Bening masih bertemu dengan orang-orang baik.Selesai berpamitan dan bekerja untuk terakhir kalinya di toko bunga ini. Besoknya Bening bekerja di kantor milik Reyhan. Ada seorang wanita yang bernama Sintia yang mengajarkan mengenai pekerjaan Bening disini.Untunglah, Sintia, Fandi dan pegawai lainnya ramah kepadanya hingga membuat Bening merasa nyaman."Bagaimana hari pertama bekerja, Bening? Apa ada masalah?" Tanya Reyhan baru datang siang itu."Alhamdulillah nggak ada. Semua orang disini mengajariku dengan baik.""Baguslah kalau begit

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status