Naya mencoba mengabaikan perasaan anehnya, dan mengangguk, "Baiklah, kita berikan kejutan untuk semuanya hari ini, mereka pasti seneng kamu sudah bisa jalan, Mas!" Lingga tersenyum, "Berkat obat paling mujarabmu, Sayang!" "Ishhh! Ke rumah Ibu sekarang!" potong Naya saat mengetahui suaminya mulai menunjukkan tanda-tanda berbeda. Badannya saja masih seperti remuk redam akibat ulah suaminya itu, "Dasar banteng liar!" "War, banteng liar akan menyerudukmu, Sayang!" canda Lingga semakin menjadi-jadi membuat Naya akhirnya terkekeh. Dan setelah itu, Lingga melajukan mobilnya sendiri, pertama kalinya menyetir setelah selama ini Naya yang menyetir membuat Lingga merasa kembali menjadi laki-laki seutuhnya. Cukup lama, mobil Lingga akhirnya terparkir sempurna di depan rumah Bu Btari, di sambut oleh Bu Btari yang menggendong Naima, Nendra dan Bia yang tengah menggendong Kayla. "Itu, Mama dan Papa datang!" Terdengar suara lirih Bia sambil menggoyangkan tangan Nendra, membuat Lingga tersenyum
Naya terkekeh mendengar godaan Lingga, kemudian mendorong kursi roda suaminya menuju kamar, "Bukan kamu yang menyeret ku, Mas, tapi aku yang meyeretmu!" Lingga tertawa mendengarnya, "Baiklah, aku pasrah padamu, Sayang!"Tawa keduanya memenuhi rumah yang dulu dingin di awal pernikahan itu, menghangatkan dan mengukir kembali asa yang pernah lebur. Seolah ingin mengganti semua rasa sakit menjadi kebahagiaan saja. Naya membersihkan suaminya, menggantikan dengan pakaian tidur, kemudian berganti dirinya yang mandi cukup lama untuk sekedar me time. Setelah seharian lelah mengurus kedua anaknya dan suaminya, berendam air hangat cukup merilekskan tubuhnya, mumpung kedua anaknya diangkut oleh sang ibu. Sedangkan Lingga sudah duduk di balkon dengan dua gelas hot chocolate buatan mbok rum lengkap dengan cookies home made. Menunggu istrinya yang sudah ijin untuk berendam lebih lama, Lingga sendiri sengaja memberikan waktu karena istrinya pasti sangat lelah seharian. Cukup lama, sekitar satu
Lingga seakan memiliki harapannya lagi, merasa dirinya harus sembuh untuk kedua anaknya dan juga Naya. Naya benar-benar menyulut semangat Lingga, dan Naya kembali memeluk suaminya penuh dengan haru, melihat suaminya memiliki semangat hidup membuatnya sangat bahagia. 'Bahkan jika kamu tak bisa jalan sekalipun selamanya, aku akan tetap bangga memilikimu, Mas!' batinnya. Bersamaan dengan itu, Bu Btari masuk kembali ke dalam kamar menggendong bayi mungil itu sambil menggandeng tangan kecil cucu pertamanya yang baru tiba, "Peluklah Papamu, kau pasti rindu kan?" titahnya. Membuat Naya dan Lingga terpaku melihat putranya sudah berlinang air mata menatap sang ayah. Sontak Lingga merentangkan tangannya, dengan mata penuh kerinduan melihat putranya yang terlihat jauh lebih besar, dengan gaya pakaian yang berbeda dan juga rambut yang berwarna pirang. Sedikit banyak, Lingga tau yang putranya rasakan, membuat Lingga tak bisa menahan matanya yang sudah basah, "Kemarilah jagoan, Ayah rindu!"
"Mas!" lirih Naya masih terus mengusap wajah suaminya, "Aku menanti delapan bulan untuk bisa berbincang dengamu, aku habiskan hari-hari dengan rasa bersalah! Dengan penyesalan! Jika bisa aku ingin menukar dunia ini dengan bangunmu kembali bukan untuk perceraian!" lirih Naya dengan lelehan air mata. Hatinya tak sanggup mendengar ucapan rendah diri itu dari suaminya, segala penyesalan, semua sakit suaminya, Naya lebih dari sakit. "Naya yakin Mas akan cepat sembuh, bisa jalan lagi! Hanya butuh waktu, Mas ... Mas juga belum menepati janji akan ke Barcelona dengan Nendra! Seperti keinginan Nendra, mari bangun rumah tangga kita lagi, jangan menceraikan Naya, Mas!" pinta Naya. Persetan dengan harga diri, nyatanya kehilangan Lingga begitu menghantam hatinya, begitu memporak-porandakan hidupnya, memporak-porandakan hati putranya juga. Jika permohonan Lingga delapan tahun lalu Naya tolak, kini permohonannya, akan Naya pastikan tidak akan tertolak. Namun, bukannya menjawab, Lingga justru ke
Perkikan Bu Btari membuat Naya menoleh pada suaminya, "Mashhhh!" teriaknya terkejut saat matanya beradu dengan mata sang suami. Oek! Oek! Oek! Nafas Naya tersengal, bersamaan dengan air mata yang banjir melihat suaminya membuka mata, Bu Btari berlari menekan tombol emergency, bersama dengan dokter Merlin menggendong bayi kecil itu dan menutup tubuh bagian bawah Naya. "Mas!" lirih Naya meresapi mata itu, hingga dokter datang dan segera memeriksa Lingga, karena semua alat yang menempel di tubuhnya berbunyi. "Maaf, Bu! Ibu harus segera mendapat penanganan dan bayi ibu di ruang bersalain, biar saya periksa, Bapak!" ijin dokter itu. Dokter Merlin mengangguk, Naya pun mengangguk dan mendorong bangkar Naya menuju ruang bersalin, meninggalkan Lingga yang masih membisu. "Bu, temani Mas Lingga! Naya tidak apa-apa! Setelah dokter selesai memeriksa baru Ibu boleh datang pada Naya!" pinta Naya lemah. "Iya, Nak!" jawab Bu Btari mencium putrinya sekilas, "Kamu hebat!" "Pastikan suamiku tidak
"Naya tak punya uang, jadi hanya dibantu tetangga!" ucapnya. "Kenapa kamu harus pergi, atau kalau tak ingin ditemukan oleh Lingga, kamu masih punya ibu, Nak! Kamu masih bisa meminta uang pada Ibu!" Naya menggeleng, "Naya merasa bersalah meninggalkan ibu dan Mas By, tapi saat itu Naya terpukul dengan kehamilan Naya! Saat itu hujan sangat deras, Naya sudah kesakitan sejak pagi namun tak tahun harus kemana, Naya memilih terus menahannya di dalam kontrakan, hingga tetangga Naya datang, dan melihat Naya!" ceritanya, "Dia punya anak tiga, jadi berbekal pengalaman, Mbak Can membantu Naya melahirkan Nendra! Sakit sekali, Bu!" ceritanya sambil melirik tangan Lingga yang bergerak. "Nak, kali ini kamu tidak akan sendirian! Ibu akan menemani kamu, suaminya akan menemani kamu! Tidak apa jika ingin melahirkan di ruangan ini! Kalau sampai suamimu tak kunjung bangun, nanti ibu sendiri yang akan carikan suami baru, yang bisa menemanimu!" ucap Bu Btari. Membuat Lingga meneteskan air mata, "Tidak m