Runi terdiam mendengar pendapat Siska yang tak mendukungnya, jelas saja tidak akan mendapat dukungan jika seorang sahabat memilih jalan itu untuk bertahan hidup.
"Maaf Kia, kalau pilihan Gue salah, tapi Gue juga nggak tahu harus gimana karena awalnya Gue dapet kerjaan itu cuma untuk menjadi pelayan, tapi Gue nggak tau kalau akhirnya sebutan pelayan itu menjurus ke sana." jelas Runi yang mencoba untuk meraih kepercayaan Siska.
Pembahasan pun ta berhenti cukup di situ, Siska terus mengorek pekerjaan Runi sampai akhirnya ia terjerumus pada jalan yang jelas-jelas itu bukan yang terbaik, hal itu membuat Dimas sampai tertidur di kursi karena tidak mampu menahan kantuk yang menyapa.
Siska melihat jam yang ada di ponselnya, dan jam itu sudah menunjukkan pukul tiga pagi, Siska akhirnya memilih untuk menyudahi obrolan itu dan memilih tidur.
"Lo tidur di luar ya, Ni. Badan Lo bau parfum om-om!" kata Sis
Mendengar ucapan Runi yang terlihat sangat serius, membuat Siska sedikit tersenyum dan merasa senang. Siska pun menghadap ke arah Runi yang merasa bingung dan ragu dengan pilihan hatinya."Ni, Lo beneran mau keluar kan dari kerjaan malam itu?" tanya Siska dengan tatapan mata yang serius."Tapi Gue ragu, Nia! Gimana caranya kita mau bertahan hidup di kota yang sangat pahit ini, kalau kita nggak punya kerjaan," sahut Runi yang merasa khawatir."Ni, masih banyak pekerjaan yang belum pernah kita coba, Gue yain kok kita pasti bisa melakukannya." jawab Siska penuh percaya diri.Mendengar percakapan kedua wanita yang ada di depan rumah itu, membuat Dimas memilih untuk menyusul mereka dengan sambil membawa makanan yang ada di tangannya."Apa yang dikatakan oleh Siska, benar Runi. Kita perlu mencoba pekerjaan yang lain selain menjadi wanita panggilan, Gue sayangin Lo kalau sampai Lo malah kena penyakit karena bekerja seperti itu tiap malam." jelas Dimas men
Karena merasa tidak ada jalan lain untuk mencari pekerjaan membuat Siska merasa pasrah dengan semua yang terjadi pada dirinya dan Runi.Siska mendapati Runi sedang duduk di bawah pohon yang besar di depan kontrakanya, sambil menatap pandangan kosong yang bisa ditebak oleh Siska yang baru sampai di kontrakan."Ni, Lo kenapa melamun gitu si?" tanya Siska menyenggol lengan Runi."Gue takut kalau Gue kayak gini terus, yang ada Gue nggak bisa bayar kontrakan," sahut Runi dengan wajahnya yang ditekuk."Tapi kalau Lo melakukan pekerjaan itu Gue nggak ikhlas, Runi!" jelas Siska dengan tatapan penuh arti.Runi masih terdiam di tempat, ia tak tahu harus menjawab apa lagi dengan keputusan Siska yang terus memberikan larangan namun tak juga kunjung mendapatkan solusi.Beberapa minggu tidak masuk kerja, membuat keungan Runi semakin menipis. Dan hal itu memicu kemarahan dan emosi akibat tidak ada pemasukan dan juga tidak ada pekerjaan."Kia, Lo lia
"Ya yakinlah, Gue yakin banget sama pilihan ini." jawab Siska tak perlu membutuhkan waktu dua kali untuk berpikir.Obrolan singkat itupun tak sengaja didengar oleh Dimas yang sudah ada di luar pintu sejak tadi, Dimas mendengar semuanya dengan detak jantung yang berdebar kencang, ia tak menyangka bahwa keputusasaan Runi dan Siska harus berakhir kembali pada pekerjaannya semula.'Ya Tuhan, haruskah Siska juga ikut masuk ke dalam dunia hitam itu?' batin Dimas yang merasa kasihan dengan takdir kedua sahabatnya.Karena waktu sudah menunjukkan pukul tujuh malam, Runi dan Siska pun memilih untuk segera bersiap-siap agar mereka bisa sampai tepat waktu, dan kalaupun akan terlambat mungkin hanya beberapa menit saja."Kia, ayo berangkat!" ajak Runi yang sudah bersap-siap di ruang tamu.Tak lama kemudian Siska pun keluar dari kamar dan menyusul Runi, pakian yang biasa saja itu sebagai kedok bahwa Runi dan Siska bukanlah wanita panggilan, mereka pun membuka pin
Dimas yang merasa kasihan dengan Siska itu memutuskan untuk mendatangi Siska dengan tetap menutupi identitasnya, Dimas ingin melihat aksi Siska yang sudah memutuskan untuk masuk dalam dunia hitamnya."Hai, boleh Gue duduk di sini?" sapa Dimas memajukan topi hitam yang ia kenakan.Terlihat wajah cemas Siska, yang tidak bisa ditutupi oleh Siska dengan balutan make up yang ia kenakan, Dimas pun melempar senyum meskipun senyumannya tertutupi oleh masker hitam yang ia kenakan.'Duh, jangan bilang dia laki-laki hidung belang yang akan Gue layani! Gimana kalau muka yang ditutupi itu ternyata berkumis tebal?' batin Siska merasa geli."Hai, kok Lo diem aja si?" sapa Dimas untuk yang ke dua kali.Siska pun tersadar dari lamunannya dan mengangguk pelan membiarkan laki-laki misterius itu duduk di sampingnya, dengan perasaan takut dan cemas Siska masih berusaha senyum di hadapan laki-laki itu."Boleh Gue tahu nama Lo?" tanya Dimas menyodorkan tanga
Mendengar jawaban yang diberikan oleh Dimas membuat Siska merasa sangat kesal, dan karena Dimas tidak langsung memulai permainan untuk bisa membuat Siska mendapatkan uang, akhirnya Siska memilih nekat untuk memulainya lebih dulu.'Gue harus bisa dapetin uang malam ini, agar keberadaan gue di sini nggak sia-sia!' batin Siska memilih untuk mendekati Dimas dan mencoba merayunya.Dimas yang merasa bahwa Siska terlihat sangat serius itu, duduk terpaku saat menerima sentuhan dari Siska. Dimas bukanlah laki-laki yang tidak bisa terjatuh pada rayuan seorang wanita, namun karena wanita yang menggodanya adalah sosok sahabatnya membuat Dimas dingin panas dan menelan ludah beberapa kali.Melihat aksi Dimas yang masih terdiam menahan hasrat itu menambah kegilaan SIiska semakin menjadi, bahkan Siska ingin melepas pakaiannya di hadapan Dimas.Namun, dengan cepat Dimas menolak dan meminta Siska untuk mengurungkan niat nekatnya itu."Hei, lo mau apa?" tanya Dimas p
Pukul 03:00 pagiSiska terbangun dari tidurnya dan memperhatikan ruangan yang terasa asing baginya, ia pun tersadar bahwa ia masih berada di kamar bersama laki-laki yang baru saja ia kenal itu.'Kok dia tidurnya di sofa, ya?' batin Siska melirik Dimas.Saat Dimas sedang tidur dengan pulas Siska pun menggunakan kesempatan itu untuk membuka topi dan penutup wajah Dimas, dengan berjalan sangat pelan Siska pun mencoba untuk membuka perlahan topi Dimas. Namun, saat tangan Siska hampir sampai di pucuk kepala Dimas hendak membuka topi.Tiba-tiba Dimas terbangun dan menyadari keberadaan Siska, Siska yang terkejut itu tiba-tiba tak mampu menyeimbangkan tubuhnya hingga terjatuh dalam pelukan Dimas.Tatapan antara Dimas dan Siska pun tak terelakkan, mereka saling menyelami samudera pandangan yang membuat mereka terdiam sejenak, sampai akhirnya mereka pun akhirnya saling menyadari."Eh, lo apa-apaan si?!" omel Dimas yang seketika
Satu Bulan kemudian Sejak Siska memutuskan untuk pergi, dan setelah berpindah dari rumah bak istana menuju rumah sederhana membuat mami Salwa berpikir untuk bisa menemukan Siska yang selama ini tidak terlalu mereka pikirkan. Kesibukan melunasi hutang-hutang membuat mami Salwa dan papi Hardi sama sekali tidak memikirkan Siksa, karena bagi mereka Siska selama ini tidak pernah bisa membantu apa-apa dengan segudang masalah yang mereka menghadapi . Kini mereka tersadar bahwa mereka sudah kehilangan satu keluarga yang membuat mereka tergerak untuk mencari di mana Siska saat ini berada. "Pi, kapan si kita bisa bertemu dengan Siska. Sudah berbulan-bulan Siska pergi tanpa kabar?" tanya mami Salwa saat menikmati sarapan pagi bersama. "Papi juga tidak tahu, Mi. Kita mau mulai mencari di mana, selama ini kan kita sama sekali tidak memikirkan Siska karena sibuk melunasi hutang yang begitu banyak." jawab papi Hardi merasa putus
"Syukurlah, meskipun tidak terlalu besar setidaknya kontrakan ini bisa kita gunakan untuk istirahat," kata Sandy yang langsung merebahkan tubuhnya di atas ranjang."Tapi San, tempat ini terlalu kecil dan sempit!" protes Syam yang masih berdiri dengan memangku tangannya."Sudahlah Syam, tempat ini adalah tempat terakhir kita. Setelah sekian kali memilih kontrakan." jawab Sandy yang merasa lelah.Syam yang sudah beberapa kali menolak kontrakan yang mereka datangi itu membuat Sandy akhirnya memilih menyerah dan menerima kontrakan seadanya, karena permintaan Syam tidak mencukupi pembayaran yang harus mereka berikan setiap bulannya.Syam pun dengan raut wajah kesal ikut duduk di ujung bibir ranjang mencoba untuk menerima apa yang telah Sandy pilih."Pokoknya setelah kita mendapatkan pekerjaan, gue mau kita pindah kontrakan yang lebih besar dari ini!" kata Syam menatap Sandy tajam."Iya, besok pagi kita mulai me