Saskia Anastasya Putri seorang putri bungsu yang diacuhkan oleh keluarganya karena kesibukan mereka di dunia bisnis, ia terlantar dan merasa bahwa keluarganya sangat tidak adil dalam mengelola waktu yang selalu mereka habiskan di luar rumah. Karena merasa tidak ada yang menyayanginya, Saskia menjadi sosok anak yang brutal dan nakal. Waktu yang seharusnya ia habiskan untuk belajar di sekolah justru ia habiskan cuma-cuma. Saskia terjebak di dunia hitam bersama salah satu temannya yang bernasib tidak jauh dari dirinya. Dan mereka tersadar saat takdir membuat mereka kehilangan separuh dari kesempurnaan tubuh yang mereka miliki. Akankah Tuhan masih menerima maaf dari Saskia yang benar-benar memiliki masa lalu yang cukup kelam? Bagaimana dengan sesuatu yang telah hilang dalam dirinya, apakah Saskia mampu menerima semua itu dengan ikhlas?
Voir plusSiska Anastasya Putri, gadis yang baru berusia 17 tahun itu sedang mencari jati diri di sebuah kota yang begitu padat penduduknya, juga pergaulan yang jika kita tidak pandai memilah dan memilih maka kita akan terjerumus dalam pergaulan bebas.
Terkahir dari keluarga yang cukup berada, namun lingkungan yang tak mendukung perkembangannya, membuat gadis itu justru terjelembab pada pergaulan bebas tanpa arah.
Masa sekolah yang seharusnya ia nikmati dengan banyak menyerap pelajaran bermakna, justru ia habiskan dengan bermain bersama teman-teman yang membawanya ke pergaulan bebas.
Terlahir sebagai anak bungsu dengan memiliki kedua saudara yang jauh usianya dengan dirinya, membuat sosok Siska tak mendapatkan perhatian dari kedua kakaknya, Sandy dan Syam. Dua laki-laki jantan yang seharusnya dapat melindungi dan membatasi pergaulan sang adik justru sibuk dengan urusannya sendiri di bidang elektronik yang mereka kelola.
Setiap pagi, Bu Sri. Pembantu sekaligus pengasuh Siska dari kecil, membangunkan Siksa yang harus masuk sekolah dijam tujuh pagi, Siska yang hobinya nongkrong dan bersantai dimalam hari bersama teman-temannya itu, terkadang sangat sulit sekali dibangunkan saat pagi hari.
Tok... Tok... Tok....
Suara ketukan pintu terdengar sangat nyaring dari dalam kamar Siska, namun ketukan itu justru sama sekali tak menggerakkan tubuh Siska yang masih bersembunyi dibalik selimut tebal miliknya.
Alih-alih, karena tak sabar menunggu sang majikan muda membukakan pintu, Bu Sri lebih memilih mencari kunci serep untuk membuka pintu kamar Siska yang terkunci.
Wanita yang berusia sekitar 40 tahun itu akhirnya masuk dan mendekati ranjang tempat tidur Siska, sambil beberapa kali menggeleng-gelengkan kepalanya karena masih mendapati Siska sedang tidur.
"Subhanallah, ini anak kebo sekali! Apa tidak mendengar Ibu mengetuk pintu beberapa kali!"
Gerutu Bu Sri yang dengan berani menarik selimut Siska dan mematikan AC yang membuatnya betah berlama-lama di kamar. Siska yang merasa ruangannya sudah mulai panas dan pengap karena AC yang menyejukkan ruangannya, tiba-tiba dimatikan begitu saja oleh Bu Sri.
"Aduh! Kenapa AC nya dimatikan si, Bu!"
Siska bangkit dari tempat tidurnya dengan wajah yang kesal dan kedua mata yang masih terpejam.
"Non Siska, ini hari senin dan sudah pukul 6:30, apa Non lupa ini hari pertama Non masuk sekolah?!"
Bu Sri menegur Siska dengan penuh keberanian, karena ia yakin bahwa Nyonya Salwa Wijaya dan Tuan Hardi Kusuma itu tidak akan memprotes dirinya, karena selain Bu Sri sudah dianggap sebagai Ibu pengganti saat Nyonya Salwa tak di rumah, mereka juga sudah menganggap Bu Sri sebagai pecut untuk putri satu-satunya itu.
"Ya.. Ya... Siska akan bangun dan berangkat sekolah! Ibu ini bawel sekali!"
Siska yang tak ada sopan-sopannya kepada Bu Sri itu, berjalan menuju kamar mandi dan hanya mencuci wajahnya. Kemudian menempelkan make up sederhana untuk menyegarkan wajahnya yang masih layu.
Setelah memakai seragam abu-abu itu dengan sempurna, Siska menuruni anak tangga untuk menikmati sarapan pagi. Seperti biasa, di meja makan Siska akan bertemu dengan kedua orang tuanya yang sudah sangat rapi untuk pergi ke kantor dan kedua kakaknya yang juga sudah rapi untuk pergi ke toko besar elektronik yang sedang maju dengan pesat itu.
Wajah mereka sangat serius menikmati sarapan pagi, sampai mereka tak ada niat untuk menyapa Siska yang baru ikut bergabung dengan mereka.
Dengan hati kesal dan tidak puas, Siska memilih untuk tidak melanjutkan sarapan paginya.
"Siska berangkat dulu," ucapnya dengan cetus.
"Loh, kok nggak dihabiskan dulu sarapannya?" Tanya Mami Salwa.
"Nggak nafsu?!"
Jawab Siska yang langsung pergi meninggalkan mereka. Begitulah setiap hari yang Siska rasakan, ia seperti berhadapan dengan lingkungan yang mewarisi sikap beruang kutup utara, dingin dan menakutkan.
Tak ada sikap lembut dan ramah, sibuk dengan dunia mereka masing-masing. Terkesan keluarga itu saling tak perduli dengan perasaan satu sama lain, hal itulah yang membuat Siska tak betah di rumah, ia lebih memilih untuk nongkrong bersama teman-teman yang senasib dengan dirinya.
Pak Hadi, supir yang juga sudah berkeja lama itu bertugas mengantarkan Siska sekolah, Pak Hadi sangat tahu bahwa anak majikannya itu sangat nakal. Siska sering menyuap Pak Hadi dengan beberapa lembar uang untuk merahasiakan tingkahnya yang sering bolos sekolah itu.
Sekolah juga tak berani menegur Siska dengan tindakan yang lebih serius lagi, karena selain kedua orang tua yang berpengaruh penting di sekolah itu, Siska juga masuk dalam kategori anak yang pintar dan cerdas, meskipun kepintarannya justru tertutupi dengan sikap nakalnya.
"Pak, ayo kita jalan!" Perintah Siska.
"Baik Non."
Dengan cepat Pak Hadi yang sudah berumur hampir 45 tahun itu membukakan pintu mobil untuk Siska, namun tiba-tiba Mami Salwa datang menghampiri Siska yang sudah siap duduk di kursi tengahnya.
"Sayang, apa uang jajanmu sudah habis?" tanya Mami Salwa.
Siska mengangguk pelan tanpa menjawab pertanyaan Mami Salwa. Dengan melempar senyum Mami Salwa memberikan 10 lembar uang seratus ribuan untuk Siska.
"Cukup kan untuk kamu jajan hari ini?" tanya Mami Salwa lagi.
"Ya."
Siska menjawab dengan datar. Setelah itu meminta Pak Hadi untuk segera mengantarkannya ke sekolah. Sepanjang perjalanan Siska menangis kesal, ia ingin sekali menolak uang pemberian kedua orang tuanya dan ingin sekali menukar uang itu dengan kasih sayang yang sudah hampir empat tahun belakangan ini tidak ia rasakan.
Pak Hadi yang melihat majikan kecilnya itu sedang bersedih mencoba untuk menghibur Siska.
"Kenapa Non bersedih seperti ini?" tanya Pak Hadi membuka suara.
"Yang Siska butuhkan bukan lembaran-lembaran uang ini, Pak. Tapi perhatian Mami dan kasih sayang Papi!" Siska menjawab dengan air mata yang membasahi pipinya.
"Mungkin karena mereka sangat sibuk, Non. Dan semua pengorbanan mereka juga untuk masa depan Non Siska," tambah Pak Hadi.
"Tapi setidaknya, mereka harus tahu waktu, Pak. Dan memberikan sedikit saja perhatian mereka untuk Siska!"
Dengan kesal dan marah, Siska mengeluarkan kesedihannya di hadapan Pak Hadi. Hanya Pak Hadi dan Bu Sri lah tempat Siska mengeluh. Karena hanya mereka yang selalu ada disetiap Siska membutuhkan. Tak terasa mobil yang di kendarai oleh Pak Hadi sudah memasuki area sekolah. Pak Hadi pun meminta Siska untuk menghentikan kesedihannya.
"Non, ini hari pertama Non masuk sekolah, memakai seragam yang berbeda dengan seragam sebelumnya, itu artinya Non sudah mulai tumbuh besar dan akan menginjak masa dewasa, semoga Non bisa menyerap ilmu dengan baik di sekolah baru ini, ya."
Suara nasehat lembut itu selalu menyadarkan Siska dan mendamaikan hatinya, walau sebenarnya yang ia inginkan adalah Papi nya. Namun karena kesibukan membuat sang Papi tak pernah memberikan semangat-semangat kecil untuk seorang Siska.
"Terima kasih, Pak." Jawab Siska yang langsung turun setelah Pak Hadi membukakan pintu mobilnya.
Beberapa Hari KemudianDimas berniat untuk menemui Siska yang sudah beberapa hari tidak ia temui, rasa rindu yang dirasakan oleh Dimas semakin besar karena semakin ia pendam perasaan itu semakin dalam.Dengan menyemprotkan beberapa parfum di pakaiannya, Dimas pun keluar untuk menemui Siska."Semoga saja Siska ada di rumah." harap Dimas yang sudah terlihat rapi.Sampainya di depan rumah kontrakan Siska, Dimas pun memberhentikan sepeda motornya dan segera berjalan mendekati pintu rumah.Tok... Tok... Tok....Ketukan pintu Dimas pun membangunkan Siska dan Runi yang baru saja menikmati istirahatnya, setelah semalaman begadang mencari uang."Kia, buka pintunya," pinta Runi yang masih memejamkan kedua matanya."Lo saja, Ni. Gue masih ngantuk, nih!" protes Siska tak kalah merasakan kantuk."Ih, Kia. Kok lo gitu si."Runi merasa kesal, namun ia tetap bangkit untu
Karena ketidakbisaan Dimas menjaga Siska, akhirnya Siska sudah tidak ada harapan lagi untuk mempertahankan Kesuciannya, Siska menerima orderan manapun yang bisa menghasilakan uang dan ia tidak perduli dengan ucapan Dimas yang melarangnya melakukan pekerjaan itu. Siska dengan brutal merusak dirinya sendiri dan lebih sering bersama dengan Kalvin, seiring berjalannya waktu Siska pun mulai melupakan perasaannya dengan Dimas. Laki-laki yang dianggap misterius namun memiliki jiwa yang baik dan tulus. "Siska, apa lo akan selamannya bekerja sebagai wanita penghibur seperti ini?" tanya Kalvin yang sedang asik menikmati minuman yang tersedia. "Gue nggak tahu, yang jelas gue harus mencukupi kehidupan gue melalui pekerjaan ini." jawab Siska yang tidak memiliki alasan lain. Kalvin pun melempar senyum saat mendengar jawaban ringan namun mencakup semua kebutuhan sehari-hari Siska, menjadi par penikmat mata laki-laki yang datang menggoda bukan
"Tapi sayangnya gue nggak mau lagi bertemu dengan lo!" jawab Siska yang memilih untuk segera masuk ke dalam rumah.Dimas pun berusaha untuk membuka pintu dan terjadi saling tarik ulur diantara Dimas dan Siska, Siska yang masih merasakan sakit akibat permainan Kalvin itu akhirnya menyerah dan memilih untuk mengalah.Dengan lunglai Siska terduduk di lantai dan membiarkan Dimas masuk dengan melihat keadaan Siska yang sudah dibanjiri dengan air mata."Kia, lo kenapa?" tanya Dimas membelai pundak Siska pelan."Jangan sentuh gue! Lo jahat, lo tega, lo bilang kalau lo mau lindungi gue agar gue tidak disentuh oleh laki-laki, tapi nyatanya lo biarkan gue tidur bersama laki-laki lain!" omel Siska yang benar-benar merasa kecewa."Gue minta maaf, Kia. Bukan keinginan gue untuk sakit seperti ini," ucap Dimas yang masih menutup wajahnya dengan masker."Itu hanya alasan lo aja kan, mulai sekarang lo pergi dari sini karena lo tidak ada tempat lagi di sini!"
Karena merasa Siska cukup lama di dalam kamar mandi, membuat Kalvin yang sudah melepaskan kemejanya itu memilih untuk segera menyusul Siska dan memanggilnya. Tok... Tok... Tok.... Suara ketukan pintu pun terdengar dari dalam kamar mandi Siska, dengan cepat Siska pun membalikkan tubuhnya dan mengatur napasnya kembali. 'Ya ampun, laki-laki itu pasti sudah sangat tidak sabar menunggu gue!' batin Siska yang tak bisa lagi mengelak. Ketukan itu terdengar kembali, karena Siska tak kunjung keluar dari kamar mandi. "Siska, lo nggak papa kan?" tanya Kalvin memastikan keadaan Siska. Siska yang mendengar itu akhirnya pasrah dengan apa yang akan terjadi malam ini, karena Dimas memang tak ada kabar sampai saat ini. Ceklek Siska membukakan pintu dan menatap ke arah Kalvin yang sudah bertelankang dada, dengan cepat Siska menutup kedua mata menggunakan kedua tangannya. "Kok l
Setelah merasa aman dari sekelompok orang yang ingin menghajar Syam habis-habisan, Runi segera memberikan obat yang telah ia beli untuk Syam. Dengan pasrah Syam menerima perlakuan baik dari wanita yang baru saja ia kenal itu.Tatapan mata Runi yang begitu tulus mengobati Syam membuatnya merasa sangat bersyukur karena telah ditolong oleh Runi yang sebelumnya tidak dikenalnya."Thanks ya, lo udah nolongin gue," ucap Syam yang menatap wajah Runi tajam."Sama-sama, lagian lo kenapa sampai dikeroyok begitu si?" tanya Runi penasaran."Gue nggak sengaja nimpuk salah satu dari mereka dengan botol bekas, dan mereka marah besar." jelas Syam masih menahan sakit.Runi yang ingin berangkat bekerja itu akhirnya menyadari bahwa dirinya sudah terlalu lama bersama Syam, dan harus segera pergi karena Siska sudah lebih dulu berangkat."Lo nggak papa kan, kalau gitu gue mau pergi dulu!"Runi pun segera beranjak hendak mening
Mendengar suara wanita yang mengira bahwa dirinya akan bunuh diri membuat Syam bangkit dan menghadap Runi, Runi yang tidak mneyadari bahwa laki-laki yang ada di hadapannya itu adalah kakak Siska membuatnya bersikap sangat asing dengan Syam. "Enak saja lo, siapa juga yang bunuh diri, memangnya gue gila!" celetuk Syam yang merasa kesal. "Ya gue kira lo duduk di sini sendiri karena mau bunuh diri, lagian untuk apa lo duduk-duduk nggak jelas begitu?" sahut Runi yang merasa kepo. "Ya urusan gue lah, kenapa lo yang repot si." jawab Syam memilih untuk segera pergi. Syam meninggalkan Runi yang masaih memandangi Syam dengan pandangan yang aneh. 'Dasar aneh, berjalan saja tidak bersemangat seperti itu, seperti sedang menanggung beban hidup yang cukup berat.' batin Runi. Karena tidak ingin mengambil pusing, akhirnya Runi pun kembali meneruskan perjalannya menuju rumah kontaran. Siska yang sedang asik menikmati kesendiriannya di dala
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Commentaires