Share

Rasa Penentu Segalanya
Rasa Penentu Segalanya
Penulis: Dilla Mckz

Kecelakaan Bintang

Dua orang lelaki saling melempar tatapan tajam, seolah siap mematikan lawannya satu sama lain lewat tatapan itu. 

Bintang, cowok itu tersenyum sinis saat melihat lawan mainnya begitu menatapnya bengis. Saat aba-aba terdengar, keduanya langsung menatap ke arah depan serius. Hingga bunyi tembakan membuat keduanya langsung menarik gas masing-masing. Dalam hati Bintang tertawa, karena tingkah bodoh rivalnya.

Namun, semuanya tak bertahan lama. Saat Bintang menyadari sesuatu, rem motornya tak berfungsi dengan baik. Bintang melihat sekitarnya, hingga matanya bertemu dengan Angga yang sedang menatap ke arahnya dengan senyum penuh kemenangan.

"Sial!" maki Bintang sebelum tubuhnya menghantam aspal keras. Suara tubrukan antara motornya dan aspal membuat para menonton memekik khawatir. 

Bintang mengerang merasakan tubuhnya remuk. Saat ingin meminta tolong tiba-tiba ia merasakan pandangan memburam hingga bintang kehilangan kesadaran.

                                  ***

"Pahit, Ma," rengek seorang gadis dengan pakaian garis-garis biru khas rumah sakit di mana ia di rawat.

Vivi menghela napas, "namanya obat, Nak. katanya kamu mau sembuh?" Gadis itu akhirnya mengangguk. Dengan terpaksa menelan beberapa obat yang sudah beberapa tahun ia konsumsi.

"Udah," ucapnya sambil menyerahkan kembali gelas berisi air. Vivi tersenyum bangga, mengelus surat indah putrinya.

"Sekarang istirahat, Mama mau ke luar sebentar." Gadis itu mengangguk patuh. Membaringkan tubuhnya. Rasa kantuk tiba-tiba menyerangnya, mungkin karena efek obat yang ia minum beraksi. Tak lama dari itu, gadis dengan wajah pucat itu langsung terlelap.

                                 ***

Bintang meringis saat merasakan kepala, tangan, dan juga kakinya sakit. Ia membuka matanya, melihat apa yang sebenarnya dia alami. Saat matanya melihat tangan dan kakinya diperban, bintang memaki kesal. Karena ini pasti Angga menjadi senang.

Angga berusaha bangkit, tetapi kakinya benar-benar terasa sakit.

"Ini pasti ulah Angga," ucapnya yakin. Bintang menghela napas kasar, dia sangat kesal karena mengetahui lawannya bermain curang. Jika begini lebih baik dia menolak ajakan untuk balapan kemarin.

"Bintang!" Seorang wanita baya berlari ke arah Bintang. Bintang yang mendengar suara itu langsung memejamkan mata, pura-pura tertidur.

"Ya Tuhan, Bintang!" pekik wanita itu. Bintang dalam hati meringis, saat telinganya terasa berdenging.

"Jangan pura-pura tidur kamu!" Maya, ibu Bintang langsung memukul lengan Bintang yang terluka. Hal itu membuat sang empunya berteriak kesakitan.

Bintang membuka matanya, menatap ibunya kesal. Bukannya disayang-sayang, malah ia kena pukulan.

"Kenapa kamu?" tanya Maya galak. Bintang menggeleng.

"Hehe enggak, Ma." Maya tak menghiraukan Bintang. Wanita dua anak itu langsung mendaratkan bokongnya di sofa yang memang ada di sana. Bintang memasang wajah memelas, membuat Maya langsung membuang muka malas.

"Mama kok gitu sama Bintang?" tanya Bintang dengan nada sesedih mungkin. Maya hanya melirik sekilas, lalu malah memainkan ponselnya.

"Mama males punya anak yang bandel diomongin," ucap Maya tanpa mengalihkan tatapannya dari ponsel. Mendengar itu Bintang mencebik kesal, tapi tak urung dia juga merasa bersalah.

"Maafin Bintang, Ma," bujuk Bintang. Maya mengedikkan bahu tak peduli, dia terlalu bosan mendengar ucapan seperti itu dari putranya.

"Papa mana, Ma?" tanya Bintang, ketika sadar papanya tak ikut menjenguknya.

"Papa kamu marah, dia enggak mau anggap kamu anaknya lagi," balas Maya cuek.

"Mama!" rengek Bintang tanpa malu. Mendengar itu Maya hanya bergidik. Terkadang heran dengan sikap putranya, nakal di luaran sana, tetapi jika di rumah manja mengalahi adik perempuannya.

"Oh iya, uang jajan kamu juga mulai sekarang cari sendiri." Bintang melotot tak terima. Tanpa dia sadar, dia langsung bangkit hingga merasakan tulangnya remuk semua.

"Arrgh, sshh." Maya langsung menaruh ponselnya di meja. Menghampiri Bintang yang terlihat kesakitan. Sebenarnya yang diucapkan Maya tadi hanya untuk membuat putranya jera.

"Jangan buang Bintang, Ma," rengeknya sambil menatap Maya memohon. Wanita itu menghela napas kesal, tak habis pikir dengan putranya.

"Mama bosen denger kamu minta maaf. Coba deh kamu ada di posisi Mama." Bintang hanya bisa diam. Dia dapat melihat kesedihan di mata perempuan yang telah melahirkannya.

"Kamu mau Mama kutuk jadi monyet?" sontak Bintang menggeleng kuat. Enak saja ganteng-ganteng begini dikutuk jadi monyet.

"Bintang enggak bakal cari masalah kalau bukan Angga duluan yang mulai," ucap Bintang kesal.

Maya yang mendengar itu hanya bisa menghela napas kasar. Dia tau siapa Angga, sebenarnya Angga adalah keponakannya. Namun, entah kenapa sedari kecil tak pernah bisa akur dengan Bintang.

"Nanti Mama bakal bilang ke orang tuanya," ucap Maya akhirnya. Dia juga lelah sedari dulu Angga selalu membawa masalah untuk putranya ini. Walau keponakannya bahkan seperti anaknya sendiri, sebagai seorang itu Maya tak bisa diam saja saat anaknya berakhir seperti ini.

"Papa beneran marah, Ma?" tanya Bintang takut-takut. Mau bagaimana pun, ayahnya adalah tambang uang untuk Bintang.

Maya mengedik tak tau. Dia kembali duduk ke sofa, sambil memperhatikan putranya yang sedang menatap ke arahnya memelas. 

"Bintang janji berubah deh, Ma." Maya memutar bola mata malas. Sudah cukup selama ini dia termakan ucapan manis putranya.

"Mama!" rengek Bintang. 

"Kak Bintang." Seorang gadis kecil datang membuat Maya dan Bintang mengalihkan perhatiannya. Bintang tersenyum, lalu mengisyaratkan agar adik kecilnya mendekat.

"Kak Bintang kok bisa luka?" tanya Masha sedih. Bintang tersenyum, lalu mencubit pipi tembam adiknya.

"Kakak juga manusia," balas Bintang sambil tertawa. Melihat itu bocah berumur tiga tahun hanya menatap Bintang polos.

"Masha kira Kakak bukan manusia," ucapnya membuat Bintang melotot tak terima. Kenapa dia selalu dinistai oleh anggota keluarganya.

"Terus menurut kamu Kakak apa?" Masha menaruh jari telunjuknya di dagu, seperti sedang berpikir.

"Monyet," jawabnya.

"Enak aja!" Bintang memekik tak terima. Tadi ibunya, dan sekarang adiknya.

"Itu kata Mama," ucap Masha sambil melihat ke arah Sang ibu yang langsung berpura-pura melihat ke arah jendela.

"Mama jangan gitu, dong. Masha lagi polos, nanti jadi tercemar," protes Bintang.

"Iya deh," balas Maya.

"Masha, Kakak itu ganteng. Mungkin Kakak memang bukan manusia, tapi Kakak itu malaikat tampan," jelas Bintang. Masha yang belum mengerti hanya menganggukkan kepalanya, seolah mengerti apa yang diucapkan sang Kakak.

"Masha, sini sayang," panggil Maya.

Bintang berlari kecil, memeluk sang ibu erat. Melihat itu Bintang hanya tersenyum tipis. Walau begitu banyak kekurangan, tetapi Tuhan tetap memberikannya kebahagiaan. Salah satunya mempunyai keluarga yang saling menyayangi, walau terkadang juga menyebalkan.

"Masha udah makan?" tanya Maya. Masha menggeleng sebagai jawaban.

"Nih makan punya Kakak." Bintang menunjuk makanan rumah sakit dengan dagunya. Bukannya menerima, gadis kecil itu malah bergidik jijik.

"Ga enak!" tolaknya.

"Bintang itu dimakan, jangan sampai enggak!" tegas Maya. Bintang mengangguk pasrah, tak ada yang bisa melawan ibu negaranya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status