Share

Chapter 7

“Abi, nanti ke ruangan ustadz ya. Ada yang ingin ustadz sampaikan.” ujar ustadz yang selesai menyimak setoran hafalan Abi pagi itu. Abi hanya diam mengangguk dan pergi kembali ke tempat duduknya di halaqah. Kali ini Abi duduk menyendiri di pojok sambil bersandar ke pagar. Tak heran jika itu menjadi bahan perbincangan santriwan lain, Abi memang sependiam itu. Memang tak sedikit yang mencoba mengajaknya mengobrol, tapi hasiulnya sama saja. 

“Eh, ajak ngobrol sana. Kasian sendirian si Abi,” ujar salah seorang teman memperhatikan Abi duduk sendiri menggenggam mushafnya.

“Lah, biarin aja udah. Dari kemarin juga udah diajak ngobrol sama aja. Emang gitu kali anaknya.“ balas temannya. Sepertinya, banyak santri lain yang malas menanggapi Abi. Sikapnya sangat dingin.

“Ho oh, biarin aja udah. Emang dia nyamannya sendiri gitu kali. Ustadz juga ngebiarin. Udah, biarin aja.” Saut teman lainnya yang mendengar. 

Abi sebenarnya mendengar perbincangan teman teman lainnya, namun ia sudah biasa mendapat hal yang sama sebelumnya. Abi hanya diam memilih mengabaikan. 

******************

Seusai pelajaran tahfidz, Abi meniggalkan halaqah dan mengunjungi ruangan ustadz sebelum pelajaran berikutnya kembali dimulai. Namun sayangnya, ia tak tahu dimana ruangan itu berada. Abi juga terlalu malas jika harus bertanya dengan santriwan lain. Ia akhirnya memutuskan untuk menemukannya sendiri. Mengelilingi pondok pesantren sendiri, memperhatikan setiap ruangan yang ia lewati. Hingga ia akhirnya tiba disebuah ruangan bertuliskan 'ruangan guru'. Sebenarnya ia sedikit ragu, karena dari luar, ruangannya seperti tak berpenghuni. Namun, tak ada salahnya juga jika ia mencooba mengetuknya. 

/Tok, tok 

Ketuk Abi pelan, genggaman tangannya mendarat di pintu itu,kemudia menghasilkan suara. 

“Silahkan masuk,” suara seseorang terdengar dari dalam ruangan menjawab ketukan Abi. 

Abi sedikit gugup jika harus berhadapan dengan orang, perlahan ia membuang tarikan napasnya, sembari membuka kenop pintu ruangan itu diiringi salam. 

“Assalamuallaikum,” ucap Abi pelan dan sopan. Pandangannya belum sempurna keatas.

“Wa’allaikumussallam,” jawa beberapa ustaz di dalam. Para ustadz masih sibuk dengan tugasnya masing masing. 

“Eh, Abi ya?” tanya seorang ustadz mengalihkan pandangannya dari laptop yang terbuka di atas meja. 

“I-iya, “ jawab Abi singkat. Ia masih mencoba mengontrol dirinya supaya jauh lebih tenang. Inilah yang Abi rasakan setiap kali bersosialisasi dengan orang lain, jantungnya berdetak jauh lebih cepat, napasnya pun menjadi tak teratur. Abi mengepalkan tangannya untuk memaksa dirinya tenang. 

“Nah, sini nak. Ada yang ingin ustadz bicarakan.” panggil ustadz menyuruh Abi menghampiri mejanya. 

Tanpa berlama, Abi melangkahkan kakinya mendekati sang ustadz. Aliran keringat di dahinya mulai turun menyusuri wajah Abi. Hal yang aneh. Ruangan itu padahal di fasilitasi pendingin ruangan. Setibanya Abi di hadapan ustadz, ia masih diam tak berbicara. Anak itu tak akan bicara sebelum diajak bicara.

“Nah, ustadz mau tanya, Abi kenapa kok akhir akhir ini ustadz perhatikan sering menyendiri. Sejak awal disini, Abi sepertinya belum terbiasa ya sama teman teman dikelas?” tanya ustadz memulai perbincangannya dengan Abi. Abi hanya mengangguk tak bersuara. 

“Oh, gak papa sebenernya kalo Abi amsih menyesuaikan diri. Pasti gak mudah buat Abi bisa beradaptasi di lingkungan yang baru. Kalo ustadz boleh tau, Abi emang suka sendiri ya? Atau karena masih malu sama teman teman disini?” lanjut ustadz.

“I-iya, ustadz. Saya lebih suka sendiri,” jawa Abi yang akhirnya memberanikan diri untuk melepasakan suaranya.

“Nah, gitu dong. Ustadz jadi bisa denger suara Abi.” Ujar ustadz sembari tersenyum senang melihat Abi akhirnya berani bersuara.

“Yaudah, itu aja yang mau ustadz tanyain. Kalo ada masalah atau keluhan selama disini, baik itu saat dikelas, dikamar, atau yang lainnya, bisa lapor ke ustadz ya. Gak perlu takut, banyak santriwan lain juga yang suka mengeluhkan masalahnya ke ustadz. Karena Abi udah besar, udah kelas 12, ustadz percaya Abi bisa bersikap dewasa, dan pelan pelan bisa mulai bergabung dengan teman teman yang lain.”

“Iya, ustadz.” Jawab Abi sembari mengangguk. Ia ingin sekali bisa segera meninggalkan ruangan itu. 

“Baik, sekarang boleh masuk ke kelas lagi, melanjutkan pelajarannya.” 

“Baik, saya permisi. Assalamuallaikum,”Abi melangkahkan kaki sediit cepat menuju pintu keluar. 

“Wa'alalikumussallam,” jawab beberapa ustadz yang tengah sibuk dengan pekerjaannya masing masing di ruangan itu. 

Abi menghela napas lega. Akhirnya, ia bisa meninggalkan ruangan itu. Abi merasa jauh lebih tenang sekarang, setelah berada diluar. Para santriwan lain sudah mulai memasuki kelasnya masing masing. Ia malas sekali jika harus melanjutkan pekajaran bersama teman teman yang lain dikelas. 

“Apa saya gak usah hadir dulu ya di pelajaran ini?” tanya Abi dalam pikirannya. Posisinya sudah hampir tiba dikelas, tapi pada akhirnya Abi memutar arah pulang. Ia berjalan ke arah kamar. Rasanya, energi Abi terkuras hais setelah berhadapan dengan orang 4 mata. Ia anya membutuhkan ketenangan. 

Di sunyinya kamar, Abi berdiam diri disana. Mencoba memompa kembali energi yang sebelumnya habis. Hanya Abi seorang diri yang berada di kamar itu. Mushaf dan buku pelajarannya tertinggal dikelas. Entah apa yang akan dilakukan Abi dikamar itu. 

Pelajaran akan selesai 45 meniut lagi. Sekarang, sudah saatnya Abi kembali ke kelas sebelu tertinggal materi pelajaran hari itu. Abi merasa jauh lebih bersemangat setelah memompa energi di kanmar tadi. Ia berjalan dengan langkah kecil namun cepat. Menyiapkan diri sebelum nantinya harus bertemu banyak orang di kelas. 

“Assallamuallaikum,” Abi membuka pintu kelas, rupanya di dalam ruangan sangat hening. Di hadapan meja teman temannya, Abi melihat selembar kertas disana. 

“Wa’allaikumussallam,” jawba ustadz dan teman teman dikelas melihat Abi datang. 

“Eh, Abi. Tadi abis dari ruangan ustadz ya?” tanya ustadz yag duduk di kursi paling depoan menghadap para santriwan yang fokus mengerjakan soal. 

“Iya, ustadz.” Jawab Abi mengangguk.

“Nah, hari ini ulangan ya. Masih ada sekitar 40 menit lagi. Ini lembar soal buat Abi.” Ucap ustadz mneyerahkan lembar soal untuk Abi. Abi menerimanya pasrah. Ia benar benar tak ingat hari itu ada ulangan. Abi sama sekali belum menyiapkan apa apa. Ia kembali ke tempat duduknya. Mencoba membuka dan membaca soal per soal, helaan napas cukup panjang terdengar. Abi mulai mengerjakan soal dihadapannya. Tak lama, suara ramai dalam kelas kembali terdengar. Banyak teman lain yang sudah menyelesaikan ulangan hari itu. Abi mencoba fokus sembari mengingat ingat materi yang diujikan. 

*******************

/Kring, kring, kringg 

Bel kembali berbunyi menandakan selesainya jam pelajaran. 

“Nah, alhamdulillah bel sudah berbunyi. Yuk, kumpulin disini.” Ustadz menepuk halus mejanya. Seluruh santri berdiri menghampiri meja ustadz membawa lembar soalnya masing masing. Sementara Abi masih mencoba mempercepat gerakannya, ia berusaha menyelesaikan soal dengan maksimal.

“Ayo, Abi. Udah?” tanya ustadz melihat Abi masih diam di tempat duduknya.

“U-udah ustadz,” Abi bergegas berdiri dari tempat duduknya, dan mempercepat langkah membawa lembara soal yang sedikit kusut. Akhirnya, Abi bisa menyelesaikan ulangan hari itu, perhatian teman sekelasnya kini benar benar tertuju pada dirinya. Tak sedikit yang mulai suka membicarakan Abi akhir akhir ini. Ah sudahlah, Abi tak memperdulikan itu.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status