Share

Bab 7 : Kebahagiaan Sasha

"Saya permisi dulu ya, Pak. Sudah larut juga," sela Inda cepat, sebelum bosnya bertanya lebih.

David menahan pergelangan tangan Inda. "Biarkan aku yang mengantarmu pulang."

Wajah Inda muncul tanda tanya besar di benaknya.

"Ah, aku tidak ada maksud lain. Ini sebagai tanda terima kasih sudah membantuku menenangkan Sasha," jelas David.

Inda berpikir sesaat, kemudian menganggukan kepala menyetujui tawaran David.

"Tunggu sebentar ya." David segera membereskan barangnya dan mengambil kunci mobil. Tak lupa menggendong Sasha dengan pelan, takut gadis kecilnya terbangun.

Inda terdiam melihat adegan hangat itu, dan mengekor David menuju parkiran.

"Boleh bantu aku buka pintu belakang?" tanya David ke Inda.

Inda menuruti permintaan atasannya. Kemudian David menurunkan Sasha yang masih tertidur pulas. Setelah menutup pintu, kini gantian David membuka pintu mobil untuk Inda.

"Terima kasih," balas Inda tersenyum sopan.

David pun menyusul masuk ke dalam mobil tersebut. Kemudian terkekeh sembari menggeleng sekilas kala melirik ke arah Inda.

David bergeser mendekat ke arah Inda. Sontak membuat Inda tersentak mundur ke belakang. Napasnya sedikit tertahankan.

"Sabuk pengamannya," kata David pelan.

Kedua pipi Inda seketika merona merah, malu akan keteledorannya.

Entah kenapa, David merasa wanita di samping ini lucu dan menggemaskan. Apalagi ada sisi keibuan.

"Kamu tunjuk arah rumahmu ya," ucap David mendadak seusai menancapkan pedal gas membelah jalanan kota yang tidak terlalu ramai ini.

🪷🪷🪷

"Terima kasih sudah mengantar saya, Pak," ucap Inda mengangguk sopan ke atasannya.

"Aku juga mau berterima kasih padamu, Inda," kata David tersenyum.

"Kalau begitu saya izin pamit, Pak. Selamat malam dan hati-hati di jalan."

David kemudian masuk ke dalam mobil dan memutar arah, menjauh dari halaman rumah Inda. Baru saja Inda membuka tas selempang kerjanya untuk mencari kunci rumah. Seseorang sudah membuka pintu rumah dari dalam.

"Siapa itu? Kenapa kau bisa pulang bersamanya?" tanya Dihan menatap tak bersahabat.

"Rekan kerja," jawab Inda seadanya.

"Yakin bukan selingkuhanmu, huh?" tuduh Dihan sambil tertawa merendahkan.

Inda melirik Dihan dengan tajam. "Jaga ucapanmu, Dihan! Jika kau selesai urusanmu di sini, pergilah!"

Kemudian Inda berjalan masuk melewati Dihan yang masih belum puas akan jawaban dari istri pertamanya.

"Dia selingkuhanmu kan?!" tanya Dihan menarik kasar lengan Inda.

"Aku tidak serendah dirimu, Dihan! Jangan menyamakan aku denganmu!"

Dihan mencengkram kedua bahu Inda kencang membuat Inda meringis kesakitan. "Kau tidak lupa kau ini istriku kan!"

Emosi Inda meledak. "Istri apa! Sejak rubah itu masuk ke rumah ini! Kau sudah tidak lagi menganggapku istrimu! Keluar kau! Keluar dari rumah ini! Aku tidak mau melihatmu!"

"Ini masih rumahku Inda!"

Inda mengambil bantal dari sofa lalu memukul Dihan. "Tak tahu malu kau! Sebagian besar biaya rumah ini adalah dari tabunganku!"

Dihan meringis sakit kemudian berlari kecil pergi dari rumah.

"Kau sudah gila, Inda! Beraninya kau memukul suamimu!"

Inda mengabaikan seruan Dihan, ia membanting pintu kencang. Emosinya benar-benar sudah memuncak.

Ting Tong!

Dengan geram Inda membuka pintu. "Sana kau balik ke rumah rub—"

Perkataan Inda terpotong ketika melihat David berdiri mematung mendengar amarah Inda yang siap menerkam orang.

"Eh, saya minta maaf, Pak. Saya tidak tahu itu Anda, Pak," kata Inda merasa bersalah.

"Ah, Ti-tidak. Apa aku ... mengganggumu?" tanya David terbata-bata.

"Tidak kok, Pak. Ada apa, Pak? Sasha mencari saya lagi?" tanya Inda.

"Bukan, kuncimu ketinggalan di jok mobilku." David menyerahkan kunci ke Inda.

"Terima kasih banyak, Pak. Ada lagi, Pak?" tanya Inda ketika melihat bosnya belum kunjung pergi juga.

"Emm... ada sesuatu yang terjadi padamu?"

Inda tersenyum canggung. "Saya tidak ada apa-apa, Pak."

David tampak cemas, tadi ia sempat melihat seorang laki-laki di bawah umurnya itu cabut dengan emosi tersulut. Dan kini kondisi Inda tampak kurang bagus dengan rambut berantakan seperti habis berantem.

"Jika kau butuh bantuan, bisa langsung menghubungiku. Tidak usah segan-segan. Aku pasti membantumu," kata David.

Inda mengangguk. "Terima kasih, Pak."

"Yakin tidak apa-apa aku tinggal?"

Hati Inda sedikit tersentuh. Mereka bukan teman dekat, hanya sebatas hubungan atasan dan karyawan. Tapi David sudah mengkhawatirkannya.

Inda memberikan senyum lebar menenangkan. "I'm okay."

Akhirnya David mengangguk paham, tidak mungkin juga ia memaksa wanita itu bercerita kepadanya.

🪷🪷🪷

Pagi hari, Inda melihat sebuah mobil yang tak asing terparkir di depan rumah sebelum berangkat ke kerja.

"Mamaaa!" seru Sasha kegirangan seraya melambaikan kedua tangan.

Inda pun memutuskan naik ke mobil jok belakang.

"Pagi, Sasha. Siap berangkat ke sekolah?" tanya Inda.

Sasha mengangguk antusias. "Mereka bisa lihat Mama mengantar Sasha ke sekolah sekarang!"

David berdeham sejenak. "Tapi Mama harus kerja, Sasha. Tidak bisa tiap hari mengantarmu, gimana dong?"

"Pak—"

David memberi kode agar tetap diam kepada Inda melalui kaca spion tengah.

"Kalau begitu, Mama tidak usah kerja. Kan Papa sudah bekerja," ucap Sasha polos.

Hening.

Tidak ada yang menjawab perkataan Sasha beberapa saat lalu sebelum mobil berhenti di depan sekolah. Dengan senang hati, Inda menggendong Sasha sampai di gerbang kemudian saling melambaikan.

"Dadah Mama!"

Sasha tertawa lebar kepada mereka, namun David hanya terdiam. Ini pertama kalinya David sebagai sang ayah melihat Sasha sebegitu bahagianya.

"Inda ...."

"Iya, Pak?"

David menelan ludah dengan susah payah, kerongkongannya seakan kering untuk mengeluarkan kata-kata selanjutnya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status