Menyaksikan sang suami bercumbu dengan wanita lain seakan tak cukup membuat dunia Inda runtuh, Dihan bahkan mengabarkan bahwa wanita itu adalah istri keduanya yang sedang hamil! Pernikahan 6 tahun yang disangka harmonis hancur begitu saja ketika Dihan lebih menyayangi istri keduanya. Tepat ketika hatinya tertusuk duri, seorang anak perempuan muncul dan memanggilnya Mama. Siapakah anak kecil itu?
Lihat lebih banyakIt was the last day of college for Ehan. The handsome, chocolate boy and sweetheart of the college.
But he never spared a second glance at any girl except one, Naira. He was waiting for her like no more today. His friends were enjoying his situation which was making Ehan to get pissed off to the core.
He was like born to win type of guy. He never failed at any attempt for whatever be it. But this time he was on the verge of getting failed.
He was expecting Naira to confess her feelings for him but at the same time deep in his heart, he was wishing not to happen something like that which was even unknown to him.
When it was their time to leave from there as they had a plan to go somewhere, Akash, one of his friends spoke up sarcastically, “Thanks to her that we got the Golden chance to call you a 'loser' at least for once. ”
Ehan was fuming in anger but right then Naira got there panting as if she was running for a while and uttered between her panting, “I have something to tell you.”
Anyone could easily tell what Ira had to say to Ehan. All of his friends got silent whereas the specific one got away from them.
Naira spoke up with a little bit of hesitation, “Ehan, though I am not sure what do you think of me but I want to confess. I think I have fallen for you. I love you."
Hearing Naira, letting out a sigh in relief Ehan turned to his friends and gave them a 'I told you type look' and then again turned to Ira who was giving him a hopeful look.
Naira was hoping to hear the same words as her from him and so when Ehan uttered, “Finally, you did it. I was waiting for this moment like no more and dying to hear it from you.”
Naira smiled heartily but the smile started fading away as Ehan went on uttering, “But Naira, I do not love you. Making you fall for me was nothing but 'A Dare' for me. And you know what I can't afford to lose. I just can't handle it."
Hearing Ehan, Naira just kept looking in disbelief at him as he then uttered looking at his friends, “Ehan Sinha never fails for be it anything.” and then again turned to Naira for once again and uttered, “Do not show me your classless face again. Just let's not meet for any second time."
Naira got so lost in Ehan's words that she could not get herself to utter anything. Only a tear escaped from the corner of her right eye.
Completing his say, Ehan left from there before Naira could get hold of herself and say something. Ehan's friends also left the place after giving Naira an all annoyed look.
Someone uttered, “How could she think Ehan will love her like really!”
Whereas someone got uttering sarcastically, “Poor girl!”
Naira then sat on a bench with a thud and kept staring with all teary eyes at Ehan's descending figure whom she started to love wholeheartedly.
She still could not believe Ehan did that to her. His care, his affection, his concern for her was all fake. He was doing all that only to win that damn dare. Nothing else.
She started thinking all that to be a nightmare and kept wishing to wake up from that desperately. But nothing like that happened.
After some time it started to rain making her realise it was not a dream but the truth. A bitter truth.
All the memories with Ehan started flashing in front of her eyes once again only to make her shedding tears like no more.
At some point wiping off the tears, Naira stood up and made her way back home being all hurt and broken and wishing the same as Ehan not to face him for any second time.
But what they did not know was destiny already having some other plans for them.
And it was only the beginning of the game of destiny to get them crossed their paths for making them start a journey towards each other....
"Inda apakah kamu marah?" tanya David sambil mencengkram pergelangan tangan wanita bersurai sepanjang dada itu. Inda belum menyahutnya. Ia kebingungan atas perasaannya sendiri. Dari arah belakang, Felicia melihat adegan ini dari dalam mobil dengan wajah tak senang. Tangannya terkepal erat menatap Inda."Dasar wanita tak tau diri, sudah bersuami saja masih menggoda pria lain," gumam Felicia kesal.Salah satunya cara ia menjauhkan Inda dari David adalah ibunya David. "Aku mau ke mansion David," perintah Felicia kepada bodyguardnya.Mobil Felicia pun melaju pergi dengan hati panas seakan terbakar.Sementara, David masih menunggu jawaban dari Inda. Sepenting itukah tanggapan Inda tentangnya? "Aku tidak marah," jawab Inda seadanya. Inda bukan tidak marah, tapi dia tidak ada hak untuk marah. Dia bukan siapa-siapa, hanya seorang karyawan rendahan saja. "Tapi wajahmu berkata lain, Inda." David memaksa. "Aku bilang tidak ada! Untuk apa aku marah, aku tidak punya hak. Kamu bebas mau berd
Mega memilih-milih pakaian yang akan dikenakannya siang ini. Susah seharian ia di rumah saja, rasa bosan pun menyapa. Maka dia memutuskan untuk keluar mempercantik kukunya. Sebuah dentingan notifikasi terdengar dari ponsel Mega. "Ck, nanti sajalah," gumam Mega kepada dirinya sendiri, mengabaikan pesan yang mengganggu aktivitasnya.Selesai mengganti pakaiannya, ia baru melihat pesan yang dikirimkan oleh nomor asing lagi. Sebuah pesan berisi ajakan untuk bertemu. Tangan Mega terkepal kuat. Dalam hatinya mengobarkan api amarah. "Pasti Rion. Mau apa sih dia?!" keluh Mega kesal.Tanpa memedulikan isi pesan tersebut, Mega keluar dari rumah menuju ke tempat yang ditujunya dengan supir pribadi yang direkrut oleh sang suaminya, Dihan.Di belakangnya, Rion mengikuti Mega secara diam-diam. Tak lupa juga dengan penyamarannya memakai kacamata culun dan tas ransel sekolah yang besar.&&&&"David," panggil seseorang paruh baya tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu.David yang sedah memeriksa lapor
Senyum Inda mewarnai wajah ketika menyuapkan es krim durian kesukaannya. David yang memperhatikan tingkah Inda hari ini layaknya bocah kecil, terkekeh pelan.Setelah makan di restoran, Inda dan David memutuskan berjalan-jalan sekitar restoran di taman terdekat. "Kamu tampak senang," kata David."Sudah lama aku tidak makan ini. Eh! Ada gulali!" seru Inda dengan mata berbinar-binar. David lekas menyusul Inda di belakang seraya menggelengkan kepalanya."Mas, satu ya." Inda hendak mengeluarkan dompat dari tas, sebelum akhirnya sebuah lembaran uang seratus muncul di depannya."Kembaliannya di ambil saja," ujar David."Kamu sudah membayarkan makanan, dan membeliku es krim, David. Biarkan aku membayarmu kali ini," kata Inda merasa tak enak hati."Tidak apa-apa, harga itu kecil bagiku." "Sombong," cibir Inda sambil menjulurkan lidahnya."Sombong katamu?" ulang David kemudian menangkap badan Inda dan menggelitiknya."Aduh! Geli! Geli David! Hentikan ...," pinta Inda dengan tawa meledak."Dav
Apakah ini termasuk Nge-date?Inda kebingungan saat tidak menemukan siapa pun di rumahnya, selain dirinya dan David.“Bu? Ayah? Indra? Di mana kalian?” Tanya Inda mencari ke dapur, taman belakang dan ruang keluarga.“Sasha pun tidak ada,” kata David. “Coba telpon?”Inda mengangguk menyetujui saran dari David. Panggilan terhubung. “Halo Kak? Ada apa?” Tanya Indra di seberang. “Dra, kalian semua pergi ke mana?” “Ah, kami lagi di luar bawa Sasha bermain. Jangan khawatir, kami akan bantuin kakak jagain Sasha. Nikmati saja waktu berduaan.” Terdengar tawa geli sebelum Indra memutuskan sambungan. “Bagaimana? Apa yang dibilangnya?” David menatap penasaran. Inda menelan ludahnya. “Me-mereka lagi bermain di luar.”David tampak berpikir. “Baiklah, apakah kita juga harus keluar? Makan bersama misalnya?” “Bo-boleh, tapi aku bersih-bersih dulu.” David mengangguk kepalanya dan juga menyusul ke kamar membersihkan diri. &&&&Inda mencari pakaian yang bagus untuk dikenakan, tapi semua tidak lagi
Seharian ini, Inda terus menjaga sang Ayah—Rudy--di sampingnya. Meski Inda tahu ayahnya gengsi untuk menerima bantuan darinya tapi Inda tahu jelas bahwa Rudy sangat rindu padanya. “Kau pergi saja sana, kenapa masih di sini?” Entah sudah berapa kali Rudy mengatakan hal ini, bukannya Inda sakit hati atau sedih, melainkan tertawa. “Benar nih Ayah mau usir aku?” tanya Inda terkekeh geli. Inda tahu jelas sifat ayahnya satu ini. Mulut Rudy menyuruhnya pergi padahal dalam hati justru berkebalikannya.Belum sempat Rudy membalas ledekan sang anak, panggilan Jeni dari luar kamar menginterupsi keduanya. “Nak Inda, itu ada orang bilang teman kerjamu, Nak.”Dahi Inda berkerut dalam. Siapa teman kerjanya yang tahu alamat rumah kampungnya? Inda kemudian keluar dari kamar ayah menuju ruang tamu. Matanya terkuak lebar ketika melihat sosok yang tak pernah terpikirkan olehnya.Sasha berlarian langsung menghambur ke pelukan Inda. “Mamaaa! Mama liburan kok tidak bawa Sasha.”Jeni dan Rudy yang di bel
"Menjauh dariku Dihan!" ucap Inda kesal seraya memberontak."Tidak. Sudah lama kita tidak berdekatan seperti ini. Wangimu masih sama." Dihan menghirup dalam-dalam aroma vanila minta yang menjadi aroma favoritnya.Inda terkekeh kecil. "Kau kira dengan perkataanmu itu, aku bakalan luluh? Aku sudah jijik denganmu!""Jangan begitu, sayang. Kasih aku kesempatan terakhir. Aku berani bersumpah, kali ini aku akan memperbaiki hubungan kita balik seperti dulu," pinta Dihan semakin erat memeluk Inda dari belakang.Dengan geram, Inda mengigit lengan Dihan sekeras mungkin membuat pria itu mengerang kesakitan hingga melepaskan pelukannya."Astaga, Inda! Aku ini suamimu!"Inda tersenyum mengejek. "Kedepannya bukan lagi. Dan asal kau tahu Dihan! Aku bukan tidak pernah memberimu kesempatan, tapi sudah berkali-kali! Cuma kau yang tidak menghargainya." Inda lalu naik ke kamarnya dan mengunci diri di sana. Membersihkan diri sebelum akhirnya ia memutuskan untuk baring ke kasur miliknya yang sudah kosong
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen