Share

BAB 1

Author: Bintang
last update Last Updated: 2024-01-22 00:00:34

“E.. Lang… Sa-sakit…” rintih Aliya. “Pelan, Elang…”

Namun Elang di atasnya, seakan tak mendengar itu. Ia terus mengentak dan memacu tubuhnya ke dalam inti Aliya.

“E-Elang… ahh!” Desahan itu bukan desahan nikmat, Aliya meringis menahan nyeri.

Alih-alih melambatkan gerakan dirinya mencumbu sang istri, Elang menarik kedua tangan Aliya dan menahan pergelangannya di atas kepala.

“Elang! Sakit!” Aliya mencoba menggeser tubuhnya, akan tetapi Elang justru kian menindih dirinya dan melesak seraya mengentak lebih dalam.

Entah apa yang terjadi, bagaimana Elang seakan tak mendengar apapun yang keluar dari bibir Aliya. Ia menyusupkan wajahnya di leher Aliya dengan pinggul yang tak henti mengentak kasar.

“Elang!”

“Emmmhhh.” Elang menggeram rendah. “Ahh!”

Pelepasan itu akhirnya ia dapatkan. Mata yang semula terus terpejam, kini terbuka dan seketika tertegun melihat raut wajah istrinya.

“Liebling!” Elang bergegas mengangkat tubuh lalu menangkup wajah Aliya dengan kedua tangan. Matanya melebar melihat buliran airmata yang mengalir di kedua sudut mata Aliya.

“Apa.. apa aku menyakitimu? Liebling!” ujarnya panik seraya sebelah tangan mengusap cepat airmata yang menitik di pipi istrinya.

“Sa…kit…” lirih Aliya dengan ujung hidung yang terlihat memerah.

Elang menggulingkan tubuhnya ke sisi dan menarik Aliya ke dalam pelukan eratnya. Hatinya dipenuhi rasa penyesalan dan terpelintir kesakitan di saat yang sama.

“Liebling, maaf. Maafkan aku,” ujarnya cepat. Tangannya mengusap gugup kepala sang istri. “Maaf, Liebling.”

“Sa-sakit kah?” tanyanya yang dijawab dengan anggukan Aliya. “Maaf, Liebling, maaf.”

Aliya tersedu. “Kau kenapa? Kau bahkan gak dengerin aku yang minta kau pelan-pelan.”

“Ya Tuhan, maafkan aku, Liebling. Maafkan aku. Maaf…” Elang terus mengulang permintaan maafnya dengan menciumi pelipis Aliya berkali-kali.

Kedua tangan kokohnya tak lepas melingkari tubuh Aliya dan mempererat dekapan demi sebuah ungkapan penyesalan yang begitu dalam.  

“Maaf Liebling,” lirih Elang lagi. Telapak tangannya yang lebar beralih ke belakang kepala Aliya dan menekannya erat ke dada telanjangnya.

“Elang--”

“Maaf… Aku tidak bermaksud…”

“Iya, Elang. Ngga apa-apa. Aku sudah tidak apa-apa,” balas Aliya pelan.

Ia lalu terdiam mendengar degup jantung suaminya yang tak beraturan dan berdentum begitu cepat seakan tengah berlomba menyuarakan ketidakberdayaan.

“Aku tidak apa, Liebe,” bisik Aliya lembut dengan jemari yang kemudian terangkat untuk mengusap lembut permukaan dada prianya itu.

Dibiarkannya sang suami yang membenamkan dirinya ke dalam dekapan yang begitu erat. Kedua tangan yang melingkari tubuhnya begitu protektif dan mengantarkan kehangatan yang jelas tak mampu ditolak Aliya.

“Maaf…”

Suara lirih dan lemah Elang terdengar lagi di telinga Aliya dan kali ini begitu mengusik jiwanya perlahan. Aliya yang mencoba menyimak getaran perasaan yang mungkin tengah berkecamuk dalam hati Elang, tak mendapatkan petunjuk apapun.

Helaan napas Aliya mengembus samar.

Apakah dirinya yang terlalu merasa cemas, atau memang Elang tengah melakukan closure dengan sangat ketat? Hingga apa yang tengah dirasakan Elang, tidak sampai padanya. Pun dengan yang ada dalam pikiran Elang.

Padahal mereka ibarat sejiwa. Bisa saling mendengarkan pikiran dan bisa saling merasakan apa yang dirasakan pasangannya.

Kekuatan spesial yang dimiliki Elang, juga dirinya --meski masih terkunci-- serta terikatnya sukma mereka, menjadikan mereka mampu saling merasakan dan mendengar, meski terpaut jauhnya jarak.     

Entah telah beberapa hari ini Aliya mendapati Elang yang tampak tidak fokus.

Namun baru malam ini, selama hampir tiga tahun pernikahan mereka, ia mengalami sedikit kekerasan saat mereka bercinta.

Setiap kali Aliya bertanya pada Elang apa yang terjadi, Elang hanya mengatakan ia lelah karena urusan pekerjaan. Kemudian pembicaraan mereka pun terhenti di sana, tanpa ada lanjutan.

“Aku minta maaf, Liebling…” Kedua tangan Elang menarik tubuh polos Aliya agar kian menempel padanya.

Meski masih terasa sedikit perih di area intimnya, Aliya benar-benar tidak ingin menunjukkan itu pada Elang. Ia menjauhkan kepalanya dari dada Elang untuk mendapati wajah Elang yang seakan terus bersembunyi di balik kepala Aliya.

“Lihat sini,” bujuk Aliya lembut. Kedua lengannya kemudian sedikit mengeluarkan tenaga untuk melonggarkan kungkungan erat lengan suaminya itu dan mengulurkannya ke atas.

Aliya menangkup wajah Elang dengan manik matanya merangkak naik untuk menangkap lingkar coklat tua milik sang pria.

“Lihat aku,” pinta Aliya.

“Aku ngga apa-apa, Liebe. Aku sudah gak apa-apa. Hanya sedikit kaget saja tadi,” yakin Aliya. Kedua ibu jarinya mengelus lembut rahang tegas suaminya. “See? Aku baik-baik saja kan?”

Aliya menaikkan wajahnya untuk mengecup lembut bibir Elang yang terkatup rapat.

Aliya tidak sedang berdusta. Ia memang tidak apa-apa.

Karena rasa perih yang terasa oleh Aliya di salah satu bagian tubuhnya, tidak lebih menyakitkan dibanding melihat sorot penyesalan dan rasa bersalah yang terpancar begitu kuat dari kedua netra coklat tua Elang.

Ini hanya soal kecil.

Seperti halnya Elang, Aliya pun tak sanggup melihat Elang bersedih.

* * *   

Suara menggelegar terjadi beruntun dan berkali-kali.

Elang berdiri di lantai atas dengan mata menatap lurus sebuah aula di bawahnya yang dipenuhi puluhan pria berbagai usia, dengan rentang dua puluh lima hingga tiga puluh lima tahunan.

Orang-orang di dalam aula itu secara berpasangan tengah saling melempar energi.

Namun benturan energi dan getaran yang dihasilkan dari itu, sama sekali tidak memengaruhi dinding gedung aula itu yang tetap berdiri kokoh, karena telah dilingkupi oleh energi pemilik level tertinggi di sana.

Setelah sekian saat, orang-orang itu kemudian berbaris rapi dan berbalik menghadap satu arah. Lalu dengan serempak melakukan gerakan-gerakan dasar bela diri.

Gerakan itu begitu kompak dan bertenaga. Dilakukan secara indah namun terlihat membahayakan. Siapapun yang melihat kelompok orang itu, pasti segera menghindar dan tidak berani mencari masalah.

Mereka bukan saja terlihat menguasai bela diri jiu jitsu yang tengah dilakukan dengan begitu kompak, namun juga memiliki kemampuan spesial yang tidak dimiliki orang-orang lain pada umumnya.

Mereka semua adalah manusia elemen.

Para manusia yang memiliki kelebihan mengendalikan salah satu unsur atau elemen di dunia ini.

Tanah, Air, Api dan Angin.

Terdengar langkah kaki mendekati Elang dari sisi kirinya berdiri.

“Ini tidak cukup,” cetus Elang dengan raut wajah yang terlihat tidak puas, tatkala sang pemilik langkah itu telah berhenti dan berdiri di sampingnya.

Nawidi --si pemilik langkah itu-- bergeming.

Ia hanya melirik sekilas pada Elang lalu membalik tubuh menghadap pagar pembatas di lantai dua itu.

Tatapannya mengarah pada fokus yang sama seperti Elang, pada puluhan orang di bawah yang tengah bergerak serempak dalam pelatihan jiu jitsu yang dirinya terapkan.

Wajah tanpa ekspresinya yang memang menjadi ciri khas seorang Nawidi, menampak saat kedua matanya tajam memerhatikan setiap gerakan kuat dan teratur yang dibuat oleh puluhan orang di bawah sana.

“Mereka semua elemen Level Empat di Tingkat Dasar, bukankah begitu?” Elang membuka suara kembali.

“Ya,” jawab singkat Nawidi, masih dengan wajah datar dan tanpa ekspresi itu.

“Berapa dari mereka yang bisa segera menjadi Tingkat Menengah dari Level Empat mereka, dalam jangka waktu dua tahun ini?”

“Tidak satu pun.” Suara Nawidi begitu lugas dan tegas untuk bicara seadanya. Tidak terdengar setitikpun keraguan meski itu untuk sedikit menghibur Elang yang berharap mendapatkan jawaban sebaliknya.

Elang memang kini memutar tubuhnya hingga menghadap Nawidi. “Tidak satu pun?”

“Tidak satu pun. Dalam dua tahun ini.”

Tampak rahang Elang mengetat.

“Mereka hanya elemen biasa. Dari hasil pengawasan saya selama satu tahun setengah ini, tidak ada yang menonjol dengan bakat khusus. Mereka jauh jika dibandingkan dengan Penjaga Aliya, apalagi dengan Para Penjaga Inti.”

Elang menganjur napas perlahan. “Saya mengerti.” Ia lalu terdiam dengan sorot mata kompleks memandang para pria yang mereka rekrut dan tengah berlatih giat di bawahnya itu.

“Apa ada yang perlu saya ketahui? Hal yang mengganggu Anda?” Nawidi bersuara kembali.

Bukan tanpa sebab ia bertanya seperti itu.

Mendengar Elang menanyakan soal kenaikan tingkat dan terkesan tak sabar, sementara Elang jelas paham bahwa kenaikan tingkat hanya bisa diraih paling cepat selama 5 tahun pelatihan. Itupun jika elemen tersebut termasuk berbakat.

Namun kemudian Elang menjawab Nawidi dengan gelengan kepalanya. “Tidak ada. Lanjutkan latihanmu. Saya pulang dulu.”

Nawidi mengangguk dan mengikuti sekilas dengan ekor matanya, punggung Elang yang menjauh.

Tatapan datar Nawidi kembali beralih pada orang-orang di dalam aula itu, yang kini telah saling berpasangan kembali untuk sparring.

Mereka memang terlihat cukup mengintimidasi bagi orang awam. Tapi mereka semua hanyalah elemen biasa.

Mereka tidak bisa disamakan dengan teman-teman Aliya yang menjadi pengawal langsung dan berada di bawah didikannya secara khusus.

* * *

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Fifi123
mantengin ini juga selain runa n bra
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Ratu Bumi : Kebangkitan Sang Raja   Catatan Penulis

    Teaser untuk S3 RATU BUMI: KELAHIRAN SANG PEWARIS(Entah kapan akan dibuat S3-nya. Tapi Author ingin berikan ini sebagai ekstra saja untuk kalian. Thanks to you all!!)Seorang wanita tengah berada di depan laptop. Sebuah kacamata berbentuk persegi dengan bingkai berwarna biru bertengger di pangkal hidungnya.Terdengar suara tuts pada keyboard yang ditekan cukup keras dan cepat.“Selesai!!” seru wanita itu dengan bibir tersungging senyum yang begitu lebar.Matanya sekali lagi menatap lekat pada layar laptop miliknya. Seolah puas dengan apa yang ia baca, ia mengangguk dan tersenyum lagi.“Mantap memang. Si gue menggambarkan tokohnya begitu nyata. Cakep banget ini. Epik,” ujarnya sambil terus mengangguk-angguk kan kepala. Tiada henti ia memuji dirinya sendiri.“Mungkin karena aku pake namaku sendiri buat tokoh cewek, ini bener-bener terasa seperti kejadian nyata. Tapi kan itu emang tujuanku..”“Sepertinya aku bener-bener jenius… Beberapa potong mimpi ku, bisa kujadikan rangkaian cerita se

  • Ratu Bumi : Kebangkitan Sang Raja   BAB 269

    Suatu hari di bulan September 2023.Aliya menggeliat lalu mengerjapkan matanya beberapa kali. Ia merentangkan kedua tangannya dan menguap.Kepalanya menengok ke kiri. Sisi itu kosong.Ia lalu menengadah, melihat ke arah jam dinding dalam kamar itu. 7:15.Aliya kemudian turun dari ranjang-nya. Ia kenakan sandal rumah berbahan kain dengan bordiran inisial A pada bagian tutup kakinya.Dengan langkah malas ia keluar kamar. Kepalanya berputar mencari.Hari itu, setelah ia tadi shalat subuh, ia tertidur kembali, karena semalam ia begadang menyelesaikan pekerjaannya hingga jam 2 dini hari.Kaki Aliya terus melangkah. Kini hidungnya mencium harum masakan berasal dari dapur. Ia pun mengarahkan kakinya ke arah sumber aroma tersebut.Ia terhenti di ambang pintu dapur. Bibirnya tersenyum. Matanya menatap ke depan dengan sorot penuh kasih.Tubuh jangkung dengan masih menggunakan set piyama tidur bermotif salur itu, masih asyik melakukan sesuatu di depan kompor.“Sudah bangun, rupanya…” kata pemilik

  • Ratu Bumi : Kebangkitan Sang Raja   BAB 268

    Dean menyetir mobil Jeep Cherokee Trackhawk yang terbuka dengan santai, menikmati embusan angin yang hangat di wajahnya sementara Aliya di sampingnya tampak takjub memandangi pemandangan di sekeliling mereka.Sekitar lima belas menit lalu, Aliya dan Dean tiba di Amboseli Airtrip di dalam Taman Nasional Amboseli.Taman Nasional Amboseli ini terletak di selatan Kenya, tepatnya di Kabupaten Kajiado, dekat perbatasan Kenya dengan Tanzania.Taman ini berada sekitar 240 kilometer sebelah tenggara Nairobi, ibu kota Kenya, dan terletak di bawah bayang-bayang Gunung Kilimanjaro yang megah di Tanzania, yang memberikan latar belakang yang ikonik dan terkenal di taman ini.Amboseli terkenal dengan populasi gajah besarnya, serta pemandangan sabana yang menakjubkan.Dean sengaja membawa Aliya ke tempat favorit-nya ini, untuk memberikan pengalaman baru bagi Aliya.Dengan helikopter, mereka terbang sekitar 40 menit dari helipad di atas gedung kantor cabang Starlight Corp di Nairobi menuju Kajiado. Se

  • Ratu Bumi : Kebangkitan Sang Raja   BAB 267

    Aliya paham, yang dimaksud orang Elemen Air itu adalah Elang. Namun yang tidak ia paham, mengapa ia menangkap gestur kemarahan dari sosok Syauqi? Apakah Syauqi dan Elang pernah bertemu sebelumnya?Ini belum waktunya Aliya bertanya lebih jauh tentang itu. Jadi ia kemudian hanya mengalihkan pertanyaan pada hal lain.“Bukankah yang kudengar, bahwa Realm adalah keluarga yang memang bermukim di Tanah Air. Tapi--” Ucapan Aliya terhenti.Syauqi tertawa kecil. “Anda bingung karena saya berwajah campuran di luar Indonesia?”“Ya, jujur aku bingung.” Mau tak mau Aliya pun tertawa kecil.“Nenek saya sedikit memberontak, Madam.”“Eh?”Syauqi terkekeh. “Nenek saya kabur dari Indonesia dan menikah dengan orang Jepang. Lalu ibu saya lahir dan kemudian menikah dengan orang Amerika. Lalu lahirlah saya.”Pria berwajah elok itu menjeda diri sesaat. “Saat saya berumur lima tahun, ibu saya membawa saya kembali ke kakek buyut. Tetua Realm Api dan mengembalikan saya. Kata ibu saya, itu wasiat nenek saya sebel

  • Ratu Bumi : Kebangkitan Sang Raja   BAB 266

    Aliya bersandar di sofa lounge hotel yang nyaman, menatap tenang pada makanan di depannya.Ia mencoba hidangan khas Nairobi: Nyama Choma, potongan daging panggang yang gurih dan kaya rempah, ditemani dengan kachumbari—salad segar dari tomat, bawang, dan cabai.Rasa pedas dan segar dari kachumbari melengkapi cita rasa daging yang hangat, membuat Aliya semakin larut dalam suasana santai sambil menunggu Dean yang tengah dalam rapat mendadak di ballroom hotel.Saat kunyahan terakhir, Aliya teringat percakapannya tadi dengan Matteo, yang penuh dengan dukungan.Matteo, sahabat Dean itu, mengungkapkan ketulusan hati ketika mengetahui Aliya bersama Dean."Aku sangat bahagia, Nyonya.”“Please, panggil Aliya saja, Matteo.”Matteo tersenyum sumringah. “Baiklah.. Ya.. aku benar-benar merasa bahagia.”“Aku bisa lihat itu. Sejak pertama kita bertemu, wajahmu berseri-seri terus,” Aliya tersenyum lebar.“Ini bukan tentang diriku, Nyonya. Melihatmu akhirnya bersama Dean... itu sungguh yang selama ini

  • Ratu Bumi : Kebangkitan Sang Raja   BAB 265

    Tak berapa lama limousine yang ditumpangi Dean dan Aliya tiba di satu hotel yang tampak megah.Beberapa greeter dan bellboy tampak menyambut ramah dan penuh hormat saat Aliya dan Dean yang dipimpin Matteo, memasuki area hotel.Dean terlihat sedikit menaikkan alis—tampak berpikir sesuatu, namun tetap dengan santai mengikuti langkah Matteo yang terlihat bersemangat berbicara dengan Aliya.Aliya melangkah masuk ke dalam suite mewah di Helshington Nairobi, tak dapat menahan gumaman kagum yang meluncur pelan.Matanya menyusuri setiap sudut ruangan—sebuah suite yang luas dengan desain butik berkelas, bercampur sentuhan klasik yang elegan.Dindingnya dihiasi karya seni khas Afrika, menambah sentuhan eksotis pada ruangan yang megah namun tetap hangat.Lampu-lampu gantung dari kristal menghiasi langit-langit tinggi, sementara lantai kayu yang mengilap mencerminkan pantulan cahaya lembut dari lampu yang dipasang dengan artistik.Di satu sisi, ada balkon pribadi yang menghadap ke pemandangan perb

  • Ratu Bumi : Kebangkitan Sang Raja   BAB 264

    Gedung kantor cabang Starlight Corp di Nairobi terlihat lebih sibuk dari biasanya.Para karyawan berjalan cepat, membawa berkas-berkas dan peralatan, memastikan setiap detail tertata sempurna untuk menyambut kedatangan CEO mereka, yang nyaris tidak pernah terlihat.Lobi utama yang biasanya hanya dihiasi dengan dekorasi sederhana kini terlihat sedikit berbeda. Tanaman hijau segar diletakkan di beberapa sudut, meja resepsionis dibersihkan hingga berkilau, dan tim keamanan memeriksa ulang setiap titik untuk memastikan semuanya sesuai standar.Di tengah kesibukan tersebut, Direktur cabang melangkah mendekati Matteo, manajer yang selalu tenang di tengah hiruk-pikuk persiapan ini.Dengan ragu, Direktur bertanya, "Mr. Odhiambo, apa benar tidak masalah jika kita melakukan persiapan seperti ini?"Sang Direktur masih teringat akan sikap sang CEO yang cenderung rendah hati dan tidak suka dengan seremoni berlebihan.Pernah sekali waktu saat ia pertama kali menjabat sebagai direktur cabang, ketika

  • Ratu Bumi : Kebangkitan Sang Raja   BAB 263

    Aliya duduk sendirian di dalam kabin jet pribadi Gulf Stream yang melaju anggun di atas awan menuju Kenya.Interior jet ini tampak begitu mewah dan nyaman, didesain dengan kursi kulit lembut berwarna krem yang berpadu dengan elemen kayu mahoni gelap.Cahaya matahari senja yang masuk dari jendela memberikan kilau hangat ke dalam kabin, menciptakan suasana tenang yang menyelimuti perjalanan mereka.Aliya menatap keluar jendela, melihat hamparan langit oranye keemasan yang seakan tak berujung, membiarkan pikirannya melayang.Bayangan pertama kali ia melihat pesawat ini, dengan logo Starlight Corp di badan jet, memenuhi benaknya.Kata-kata Agung kembali terngiang di kepalanya, bagaimana Dean memilih nama Starlight, terinspirasi dari panggilan kesayangan yang ia berikan padanya setelah pertama kali melihat Aliya dalam mimpi.Ketika ia iseng berselancar di dunia maya, ia mendapati bahwa Starlight Corp adalah korporasi besar yang dikagumi dunia. Selain Starlight Corp dikenal dengan kebijakan

  • Ratu Bumi : Kebangkitan Sang Raja   BAB 262

    Dean tersedak lalu terbatuk.“Prrrfffffftttttt.” Agni sukses menyemburkan nasi yang baru saja ia suapkan ke dalam mulutnya.Bi Titin menahan tawa. Ia mengacungkan jempol pada Aliya, lalu melenggang santai kembali ke dapur.Hening.Aliya melotot ke arah Agni.“Jorok, ih!” Aliya menepukkan tangannya ke beberapa nasi semburan Agni yang mampir dan bertengger di bajunya.“So-sorry Moony!” Agni bergegas bangun dan meraih beberapa lembar tissue dan menghampiri Aliya. Tangannya mengelap tangan Aliya.Saat tangan Agni akan berpindah ke bagian baju di bawah dagu Aliya, tangan Dean telah memegang tangan Agni.“Biar saya saja,” kata Dean singkat.Agni memanyunkan mulutnya. “Lu sih, Om…” Lalu kembali ke tempat duduknya dan membersihkan sisa-sisa nasi yang berhamburan di meja sambil nyengir.Dengan menggaruk kepalanya yang tak gatal, Agni mengambil piring makannya dan memutuskan segera menyingkir dari ruang makan, untuk memberi keleluasaan bagi pasangan itu.“Gue pindah ah. Ini obrolannya udah dua

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status