Share

bab 6

Raga dan Raya sudah sampai dari satu jam yang lalu, Raga sudah beristirahat di kamar sang putra, sedang Raya berada di kamarnya sendiri, Raya sudah terlelap dari semenjak membersihkan dirinya tadi. Saat ini Raga masih menemani Liam yang sedang sibuk dengan permainan di komputernya.

"Mami lagi marah ya sama ayah?"

"Marah kenapa? emang mami kenapa?" Raga pura-pura tak mengerti keadaan Raya, padahal semua orang tahu jika Raya mungkin sedang menahan kesal pada Raga.

"Dari tadi dateng mami, jutek terus mukanya, nggak banyak omong kayak biasanya, aku nggak suka mami jutek terus ?"

Liam mengakhiri permainan nya dan menuju ranjang lalu berbaring miring di samping sang ayah, Raga mengusap pelan kepala putranya yang berada tepat di bawah dadanya, bahkan kaki Liam melilitnya erat.

"Aku tahu loh ayah, kalo mami pas malam suka diem sendiri lihatin foto aku sama ayah yang di kamar aku, tapi aku biarin aja soalnya udah ngantuk!"

"Oh ya..? ngapain lihatin foto ayah sama Liam?"

"Ya nggak tahu, tapi kata nenek mami lagi sedih soalnya ayah jadi ayah yang sekarang, nggak kayak dulu pas Liam belum sekolah!"

"Mami kangen mungkin sama ayah?" Raga masih berpura tak tahu dengan penjelasan sang anak.

"Ya nggak mungkin kangen ayah, kan rumahnya dekat, tinggal teriak aja ayah pasti dengar!"

"Iya juga ya!"

"Tapi kalo kata opa mami lagi sedih soalnya dulu ayah jadi buaya kalo sekarang ayah jadi biawak! emang manusia bisa berubah-ubah ya ayah? trus kalo berubah kok ayah nggak jadi spiderman aja biar keren..! nanti kalo aku bisa berubah aku mau berubah jadi ultraman aja, menumpas kejahatan!"

Raga syok dengan kalimat sang putra, mantan mertuanya bilang dulu jadi buaya sekarang jadi biawak, tak tahukah jika ia sekarang sudah jadi duda bucin yang susah move on.

"Udah nggak usah sedih kalo mami mukanya jutek, nanti biar ayah yang bilang ke mami, sekarang Liam tidur siang dulu biar nanti malam nggak kecapekan pas di mobil!"

"kan di mobil nggak ngapa-ngapain ya nggak mungki capek kan ayah?"

"Emm...ya pokoknya Liam tidur siang aja dulu, nanti mami tambah jutek loh kalo Liam nggak tidur, lagian ini kan udah jam tidur Liam!"

"Ya udah deh Liam coba merem, tapi kalo tetep nggak bisa jangan salahkan Liam loh yah, kan Liam udah usaha merem tapi matanya nggak mau di ajak merem!"

"Ya makanya jangan ngobrol terus kalo mau tidur, kamu juga kak udah tahu jam nya Liam tidur kenapa nggak di suruh tidur dari tadi sih?" Raya tiba-tiba masuk dan ikut menyela obrolan ayah dan anak itu.

"Udah di bilangin dari tadi anaknya, tapi katanya nanti-nanti terus!"

Raga bingung harus menjawab apa, pasalnya sejak datang dan istirahat tadi Ia baru berbicara dengan Liam sekarang.Liam yang tahu akan kebohongan ayahnya hanya bisa menatap sang ayah sambil memajukan bibirnya.

"Ayah geser!! aku mau tidur sama mami!"

"Aduh...!"

Liam mendorong tubuh Raga untuk bergeser ke samping, karna dorongan Liam lumayan kuat dan juga ranjang yang di tempati mereka berukuran single alhasil Raga terjatuh dari ranjang.

"Liam jangan kasar-kasar dong sama ayahnya, mami nggak suka kali gitu!"

Raya menghampiri Raga dan membantunya berdiri.

" Kakak nggak papa kan?"

"Ngak papa kok, udah jangan di marahin anaknya, tuh lihat udah mau mewek!"

Raya menoleh ke arah Liam, benar saja mata Liam sudah memerah mungkin sebentar lagi akan jatuh air matanya.Raya menghampiri Liam dan langsung memeluknya.

"Kenapa nangis?, kan harusnya ayah yang nangis udah di dotong Liam sampai jatuh gitu!"

"Padahal ak--ku lagi marah sama ayah huhu....ayah bo..hong mami huhuhu!"

"Meskipun Liam marah sama ayah tetep aja nggak boleh dorong dong nak! nanti kalo pinggang ayah patah terus nggak bisa kerja gimana?"

"Ayah jadi nggak punya uang kan mam..!" Liam masih terisak di pelukan Raya.

"Iya..kalo ayah nggak kerja mami sama Liam dapat uang dari mana coba?" Raga ikut menimpali obrolan ibu dan anak itu.

"Ya bagus dong kalo ayah nggak punya uang, nanti ayah jadi miskin terus nggak nakal-nakal lagi, terus mami nggak nangis-nangis lagi, terus kita barengan lagi!"

"Terus nanti ayah kerja lagi, soalnya uang nya udah habis, kan kata mami ayah harus miskin dulu baru bisa jadi suaminya mami!" Liam melanjutkan ocehannya tanpa tahu raut wajah kedua orang tuanya .

"Siapa bilang mami mau punya suami miskin, kalo suami mami miskin nanti yang bayarin sekolah Liam siapa, terus nanti Liam nggak bisa minta-minta lagi buat beli mainan, maj Liam gitu?"

"terus gimana dong? ya udah mami cari ayah baru aja yang kaya, tapi ayah tetep ayahnya Liam,nanti ayah Liam ada dua, kaya semua. Enak ya mam kalo punya dua ayah bangak uang semua."

"Iya dong enak, makanya Liam nanti bantu cari ayah yang baru buat mami!" Raya tersenyum sinis sambil menatap Raga yang masih melongo.

"Tapi nanti Liam manggilnya jangam ayah ya mam! Liam manggilnya papi aja, biar beda sama ayah yang ini!" Liam menunjuk Raga.

"Iya papi aja, kan serasi tuh kalo sama mami, liam panggil mami terus panggil papi barunya papi!"

sengaja Raya berucap demikian, karna dulu sewaktu Liam lahir, Raga tak ingin di panggil papi, katanya Raga merasa berwibawa jika di panggil Ayah oleh anaknya.

"Tapi nanti ayah nggak boleh cari mami baru lho! aku beneran marah kalo ayah bawa mami baru!"

"Kenapa emangnya?" Raya bertanya.

"Soalnya kalo mami baru itu jahat, kata teman-teman mami baru itu suka cubit, Liam pokoknya nggak mau punya mami baru!"

"Emang papi baru nggak bisa jahat?" Raga ikut bersuara setelah lama diam.

"Kalo papi baru kan kaya, nggak di rumah terus, kalo mami baru kan nggak kerja, ngapain punya mami baru kalo nggak mami baru nggak punya uang!"

"Oh astaga Raya....kamu ajari apa anak aku?" Raga tak habis pikir dengan ucapan Liam.

"Nak dengar...! selama ada ayah nggak akan pernah ada papi-mami baru, semuanya nggak ada! lagipula panggilan Mami sama ayah itu udah paling cocok buat Liam!"

Raga berdiri dan keluar kamar meninggalkan anak dan mantan istrinya, ia harus menenangkan hatinya sebentar.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status