Share

Bab 6

Author: ERIA YURIKA
last update Last Updated: 2023-01-03 18:03:42

“Kang…, sabar!” ucapku pelan, sambil mengusap lengannya dengan lembut.

Namun, pria itu malah mengabaikanku. Padahal, sejak ia mengungkapkan semua kekesalannya ibu masih diam saja. Tak seperti biasanya di mana ia akan dengan lantang meneriakkan bantahan.

“Sekarang Dadan belum punya keturunan, ibu salah-salahin terus Yasmin. Ibu pikir itu enggak nyakitin Dadan. Masih mending Yasmin yang masih muda, anak orang kaya mau nikah sama anak ibu. Orang desa sini, mana ada sih yang mau sama aku! Udah miskin, ditambah kelilit hutang juga. Sekarang aja mereka mau nyapa, dulu-dulu lagi kita susah. Aku jalan aja, mereka ngeludahin.”

Aku tidak tahu tentang apa yang suamiku lewati selama ini. Ia bahkan tak pernah menceritakan hal ini padaku. Melihat suasana yang makin memanas, aku berinisiatif menarik Kang Dadan ke kamar. Membiarkan pria itu duduk di ranjang sambil melepaskan emosinya.

Perlahan aku bisa melihatnya meneteskan air mata. Untuk pertama kalinya aku melihat suamiku begitu emosional pada ibunya. Entah kehidupan seperti apa yang dia lewati selama ini.

~

“Akang.”

“Maafin Akang, enggak bisa ngendaliin emosi. Kamu pasti takut.”

“Enggak kok, aku cuma kaget aja.”

“Dulu Ibu itu suka banget ikut investasi. Awalnya memang berhasil sampai kebeli tanah segala, tapi semakin ibu taruh investasi yang besar-besar Bi Juni malah tiba-tiba kabur gitu aja.”

“Akang sebenarnya malu, kamu jadi harus tahu semua ini.”

“Aku malah bangga sama Akang.”

“Apanya yang dibanggain? Kamu tahu dulu sebelum kerja di hotel, Akang kerjanya kuli bangunan. Untung aja pas itu ketemu Pak Jeff, dia puas sama kinerja Akang. Makanya, dia terus pakai Akang buat bangun rumahnya. Sampai suatu hari karena lihat Akang pandai bersih-bersih kamar, dia malah minta Akang buat gantiin staf hotel yang saat itu kecelakaan.”

“Terus pas staf itu sudah sehat, Akang kembali kerja bangunan?”

“Enggak, Akang tetap kerja di hotel. Cuma statusnya magang. Soalnya pas itu kejraan di proyeknya sudah selesai, ‘kan hotelnya juga sudah jadi. Rezeki Mah enggak ada yang tahu ya, tahu enggak saat itu Akang malah dikuliahin sama Pak Jeff.”

“Kok bisa?”

“Iya gara-gara Akang bisa ngehandle tamunya yang orang jepang.”

“Lah, Akang bisa Bahasa jepang?”

“Akang ‘kan dulu sekolah pelayaran.”

“Oh iya? Dari pelayaran malah jadi perhotelan?”

“Rezeki masa ditolak?”

“Akang keren banget.”

“Yang keren mah kamu, mau-mauan nikah sama orang susah kayak Akang. Padahal, di luar sana pasti banyak yang ngejar kamu ‘kan?”

“Banyak, tapi enggak pernah ada yang berani ngajakin nikah. Kebanyakan malah ngajak pacaran.”

“Dek, mulai hari Akang janji enggak akan biarin kamu sedih lagi.”

Aku tidak yakin, kalau kamu bisa menepati janji, jika sikap ibu masih terus saja seperti ini. Aku sendiri bahkan mulai ragu, masih bisa bertahan atau tidak.

“Akang berterima kasih banget sama Pak Jeff, kalau bukan karena dia Akang enggak akan pernah nemuin bidadari cantik.”

“Ih, gombal!”

“Serius juga.”

“Kalau aku ini bidadari terus Akang ini apa? Jaka Tarub?”

“Bisa aja kamu.”

“Sudah enggak marah lagi, ‘kan?”

“Ck, udah enggak.”

“Alhamdulillah.”

“Bagaimana Akang enggak tambah cinta sama kamu. Bahkan, kamu tahu banget bagaimana caranya menangani orang yang emosi.”

Lagi-lagi pria itu memegang tanganku. Kali ini bahkan ia menidurkan kepalanya di telapak tangan milikku.

“Akang enggak kebayang kalau kamu enggak ada di sini. Mau jadi Akang tanpa kamu?”

“Ya tetep jadi orang.”

“Ih, diajak serius malah bercanda.”

“Lagian Akang, abis marah-marah malah ngegombal.”

“Ini bukan ngegombal, tapi lagi mikirin masa depan.”

“Oh ya?”

“Walau begini Akang juga kepikiran masa depan kita nanti. Akang sebetulnya sudah mulai jenuh. Semakin ke sini sikap ibu sudah semakin kekanak-kanakkan. Kamu bayangin aja tadi pagi, kalau enggak bohong kita masa mau pergi bonceng 3.”

Entah kenapa bukannya kesal, aku malah tertawa. Aku hanya terbayang jika kami bertiga jadi berboncengan dalam satu motor.

Sampai tiba-tiba aku baru menyadari jika sedari tadi Kang Dadan tengah memperhatikanku dari arah yang cukup dekat.

“Bukannya mikir malah ketawa. Tapi, seneng deh lihat kamu ketawa kayak gini. Jarang banget soalnya.”

Bagaimana aku bisa tertawa. Jika setiap hari harus dihadapkan pada posisi yang serba salah.

“Jadi tambah cantik, kalau kamu banyak ketawa.”

“Makasih.”

“Oh ya, bagaimana bisnis kerudung kamu? Banyak orderannya?”

“Alhamdulillah lumayan banyak. Malah kayaknya mau nambah 1 karyawan lagi. Soalnya keteteran banget.”

Aku memang punya brand jilbab yang sudah kurintis sejak aku masih single dulu. Tadinya hanya untuk mengisi waktu luang di akhir pekan. Ternyata ketika ditekuni malah jadi usaha yang menghasilkan. Apalagi berjualan di pulau jawa. Konsumennya jauh lebih banyak dari saat aku masih menetap di bali.

Mungkin, salah satu alasannya adalah karena ongkos kirim yang murah. Apa lagi sejak dulu pelanggan jilbabku banyak yang berasal dari pulau jawa.

“Kayaknya kamu juga sudah lama enggak ke toko. Kita coba mobil baru, yuk. Akang juga udah lama loh enggak main ke toko kamu, siapa tahu aja ada yang bisa Akang bantu di sana.”

“Akang yakin mau pergi, di rumah aja ibu masih panas?"

“Ini salah Akang dari awal, selalu memaklumi kesalahan ibu tanpa mikirin perasaan kamu. Makanya, semakin ke sini ibu jadi selalu ngerasa benar sendiri. Kalau, kita biarin ibu terus bersikap begini. Bukan hanya kita yang bakal menjauh, mungkin orang lain juga. Kasihan juga nanti ke ibunya. Kamu enggak nyadar apa Dek, orang anak perempuannya aja enggak ada yang mau serumah sama Ibu.”

Saat aku masih diam saja. Pria itu malah mengulurkan tangannya.

“Ayo!”

“Kang seharusnya mobil itu jangan atas namaku.”

“Kenapa memangnya, orang Akang beliin emang buat kamu! Lagian Akang udah punya mobil pick up yang biasa angkut belanjaan. Nah kalau, yang bagus ini buat kamu belanja ke pasar.”

“Ya kali belanja pakai mobil, Kang.”

“Ya sudah terserah kamu mau dipakai ke mana. Mobil-mobil kamu.”

~

Sejak malam itu Kang Dadan benar-benar berubah. Aku tidak pernah tahu apa yang ada dalam pikirannya saat ini. Namun, yang jelas mendapat pembelaan darinya, itu sama seperti mendapatkan suntikan semangat baru di saat aku nyaris putus asa pada hubungan ini.

Tak lupa kami berpamitan pada ibu yang saat itu masih mengunci diri di kamar. Sejujurnya ada perasaan tak enak meninggalkannya sendirian.

“Enggak apa-apa, kalau enggak diginin ibu enggak akan bisa belajar dari kesalahan.”

Sampai tiba di mana kami akan berangkat. Kang Dadan justru mendapatkan panggilan dari Teh Nadia.

Saat itu Kang Dadan yang tengah bersiap, sengaja meloudspeaker panggilannya.

“Kamu abis marahin ibu lagi, Dan?”

“Cuma ribut biasa.”

“Ibu bilang kamu abis beli mobil, banyak duitmu ya?”

“Teteh ini telepon sebenernya mau ngomong apa?”

“Teteh cuma mau ngomong, kamu jangan mentang-mentang ibu tinggal sama kamu bisa seenaknya. Enak aja kamu suruh ibu buat masak bersih-bersih di rumah. Sudah mah rumah warisan, malah enggak tahu diri, bukannya mentingin orang tua dulu malah istri yang dimanjain.”

“Teteh emang pernah lihat enggak, ibu masak atau bersih-bersih rumah? Kalau enggak lihat sendiri mah, enggak usah banyak omong! Kalau, bener peduli mah sini pulang, rawat ibu pakai tangan Teteh sendiri, mau enggak? Nyalahin mah emang paling gampang, tapi kalau ada apa-apa mana pernah Teteh mau direpotin.”

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (9)
goodnovel comment avatar
Dapur Nenk Lia
laaah ini knapa critanya ngga nyabung sama sekali yathor,knapa tokoh critanya beda semua......
goodnovel comment avatar
Bunda Widi
ga nyambung Thor....
goodnovel comment avatar
Ira Zeni Sopyan
kenapa jadi dadan sama yasmin?
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Redupnya Kecantikan Istriku Akibat Ulah Ibuku   Bab 57

    Tak pernah terbayangkan aku akan sesakit ini mendengar kabar pernikahan Nada dengan Ali yang disampaikan langsung oleh Arnav. Putraku tak lagi menentang hubungan mereka. Aku tidak tahu, kapan tepatnya anak it berubah pikiran. Padahal, jelas saat ia datang untuk membantu acara tahlilan ibu, aku melihatnya begitu antusias menjodohkanku kembali dengan Bundanya.Bagaimana bisa ia berubah secepat itu?Ia bahkan mengatakan padaku, jika akan jadi pengantar pengantin, kala Bundanya menikah. Bahkan, yang lebih menyakitkan adalah ia mengatakan itu semua dengan bangga.Aku yang menghidupinya selama ini. Kenapa ia malah lebih percaya pada orang lain yang justru baru ia kenal.Sejujurnya aku masih tak percaya jika Nada benar-benar menikah. Jadi, hari di mana akadnya dilangsungkan aku mendatangi hotel tersebut. Sayangnya tak sembarangan orang bisa masuk ke acara pernikahannya. Penjagaannya cukup ketat. Aku bahkan harus check in hanya untuk mendapatkan in

  • Redupnya Kecantikan Istriku Akibat Ulah Ibuku   Bab 56

    “Aku mengizinkannya Al, lakukan saja!”“Terima kasih Nad. Kalau, kamu masih bingung mau pilih yang mana. Besok staff yang menjual perhiasannya akan datang ke rumahmu. Pilih saja yang kamu suka.”“Bagaimana kalau seleraku enggak sesuai sama kamu?”“Aku yakin pilihanmu pasti yang terbaik.”“Baiklah. Aku akan pilih yang termurah kalau begitu.”“Nad, yang benar saja. Aku akan meminta staff untuk enggak mencantumkan harganya.”Aku sampai dibuat terkekeh dengan kepanikan Ali. Ada apa dengannya, padahal aku hanya bercanda.“Kenapa malah ketawa? Aku serius juga.”“Uangmu pasti banyak sekali Al, sampai-sampai membuangnya dengan begitu mudah.”“Siapa juga yang sedang membuang uang, jelas-jelas aku sedang membelikanmu mahar. Apa kamu akan membuang mahar setelah akad berlangsung? Enggak mungkin ‘kan.”

  • Redupnya Kecantikan Istriku Akibat Ulah Ibuku   Bab 55

    Ali hanya tersenyum saja. Namun, aku bisa melihat ekspresi kelegaan di wajah Abah dan Ilyas.Ya Allah, jika Engkau berkenan menyatukan kami dalam ikatan suci pernikahan. Maka, jadikanlah pernikahan itu sebagai jalan untuk mencapai ridho-Mu.Setelah mendapatkan jawabannya Ali memilih untuk berpamitan.“Besok Ali ke sininya habis dzuhur, ya Bah.”“Oh, baik kami tunggu kedatangan Nak Ali dan keluarga.”Ali mengangguk lagi, sesekali ia tampak melirik padaku.“Kayaknya ada yang mau ngeduluin nih!” sindir Ilyas, begitu Ali sudah meninggalkan rumah dengan kendaraan roda empatnya.“Aku sekali aja belum, Mbak udah mau dua kali aja!” ucap Ali.“Apaan sih kamu, Dek!”“Enggak boleh ngomong gitu, Yas! Memangnya ada yang mau pernikahannya gagal!” ucap Abah.Memang Ilyas ini keterlaluan. Merusak mood saja. Dia pikir enak berpisah, setelah bertahun-tahun menj

  • Redupnya Kecantikan Istriku Akibat Ulah Ibuku   Bab 54

    “Kamu tahu enggak sih yang kamu bicarain ini apa? Sudahlah Nav,Bunda enggak akan nikah kok. Asalkan kamu di samping Bunda, semua itu udah lebih dari cukup kok. Lagi pula sekarang Bunda sudah punya pekerjaan yang bisa diandalkan. Jadi, seenggaknya kalau suatu hari ayahmu berhenti memberikan uang untuk biaya Pendidikan kamu, kita sudah ada penghasilan lain.”“Nav serius, enggak apa kalau sekarang juga Bunda mau nikah sama Om Ali. Nav enggak akan menghalanginya lagi. Kalian tuh saling mencintai, tetapi Nav malah terus aja mencegah kalian Bersatu. Lagi pula Nav juga kayaknya butuh teman main, kayak Yusuf.”“Nav….”“Bun, sudah cukup Bunda nahan kesedihan sendirian. Nav pengen banget lihat Bunda ketawa terus kayak tadi, mungkin aja Om Alilah jawaban doa-doa Nav selama ini. Nav ‘kan juga minta supaya Bunda bahagia, tetapi Nav malah keliru dengan mendoakan supaya rujuk sama Ayah. Padahal, yang membuat Bunda ba

  • Redupnya Kecantikan Istriku Akibat Ulah Ibuku   Bab 53

    “Enggak begitu kok, Sayang.”“Sekarang Nav, ngerti bedanya Om Ali sama Ayah.”“Sayang, kalau kamu enggak suka Bunda dekat samam Om Ali, lain kali Bunda akan jaga jarak. Oke? Cuma tadi itu kebetulan mobil pick up Bunda rusak. Om Ali cuma nawarin bantuan, ya udah makanya kami tadi di jalanan. Jangan salah paham dulu!”“Nav enggak tahu, kenapa hubungan orang dewasa seribet ini?”“Enggak ribet kok, nanti kalau Nav dewasa, juga pasti ngerti.”“Nav enggak mau nikah Bun, kalau ujungnya cerai.”“Enggak ada pasangan yang mau pernikahannya gagal di tengah jalan Nak, andai saja mengembalikan kepercayaan itu mudah. Bunda pasti sudah melakukannya buat kamu?”“Memangnya apa yang bikin Bunda sampai enggak mau balikkan sama Ayah? Bukannya aku sudah jelasin semuanya.”“Bunda takut kalau suatu hari sakit dan enggak bisa ngapa-ngapain kayak kemar

  • Redupnya Kecantikan Istriku Akibat Ulah Ibuku   Bab 52

    “Jagung bakarnya datang!” ucap Zayn dengan sekantong besar di tangannya.“Zayn, aku ngantuk.”Saat itu Zayn dan Arnav yang tengah larut dalam tawa mendadak menatapku dengan aneh.“Kok ngantuk sih Bun, kita baru aja kumpul.”“Hari ini Bunda lagi kurang sehat, apa lagi besok harus kembali ke kota jadi enggak apa-apa ya, Bunda tidur duluan?”“Yah, enggak seru banget sih Bun?”Sata tu aku bisa melihat keduanya tampak kecewa. Namun, aku juga tak bisa membohongi perasaanku. Aku membenci Zayn. Meski, kini seseorang menjelaskan jika semua murni karena rasa terima kasih.Aku yang menyaksikan sendiri bagaimana ketika Zayn menatap Ochi dengan pandangan yang sama saat menatapku. Bagaimana ia bahkan tak membiarkan pria wanita itu pulang sendirian.Aku hanya tak sanggup membayangkan hari-hari selama aku tak ada di sampingya. Mungkin saja keduanya sering kali menghabiskan waktu denga

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status