Redupnya Kecantikan Istriku Akibat Ulah Ibuku

Redupnya Kecantikan Istriku Akibat Ulah Ibuku

last updateTerakhir Diperbarui : 2023-01-27
Oleh:  ERIA YURIKATamat
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
9.3
3 Peringkat. 3 Ulasan-ulasan
70Bab
19.2KDibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi

Sinopsis

Ketika Zayn harus memilih antara Ibu dan Istri? Manakah yang harus ia pilih? Membiarkan Nada terus terpuruk dalam duka atau terus mempertahankan serumah dengan ibunya, membiarkan Nada terus mengalah atas nama bakti?

Lihat lebih banyak

Bab 1

Bab 1

“BUNDA KENAPA BAWEL BANGET SIH! KALAU ENGGAK TAHU APA-APA. DIEM AJA BISA ENGGAK SIH!” sentak Arnav pada Nada istriku.

“Minta maaf sama Bundamu, Arnav!”

“OGAH!”

“Kalian itu apa-apan, namanya anak kecil wajar salah. Kamu juga Nada, anak-anak juga butuh hiburan. Apa salahnya dukung hobi anak. Sudah sana kalian, pergi dari sini!”

Ibuku yang berada tak jauh dari sana, lekas memeluk anak laki-laki itu. Tak ada penyesalan di wajah Arnav, padahal saat itu Nada sudah menitikkan air matanya.

“Sebagai Bundanya, aku berhak didik anakku ke arah yang benar Bu. Dia bukan anak kecil yang enggak bisa dikasari.”

“Tapi, caramu ini salah.”

Nada tampak menghela nafasnya, terlihat sekali jika ia berusaha meredam emosi. Sesekali tampak, lengannya meremas erat ujung piyamanya.

“Lebih pengalaman aku atau kamu, dalam mengurus anak? Lihat suamimu, bisa sesukses ini juga karena didikanku ini benar!"

“Enggak ada namanya bekas ibu atau saudara, yang ada hanya bekas istri. Makanya, jangan samakan mertua dengan orang tua! Sekali kamu bikin sakit hati, enggak cukup cuma minta maaf.”

Aku merasa kali ini ibu sangat keterlaluan. Sampai-sampai Nada meninggalkan pembicaraan kami begitu saja. Dari pada bertahan di sini dan meladeni ibu yang tak akan ada habisnya, lebih baik menyusul Nada.

“Sayang, buka! Kita bicara di luar.”

Aku masih berusaha mengetuk pintu toilet yang tak kunjung di buka. Sepertinya uaranya kalah dengan derasnya cucuran air kran. Bahkan, hingga 10 menit berlalu Nada masih belum juga membuka pintu.

Aku terpaksa menggedor dengan kasar, setidaknya jika tak mendengar, ia masih menyadari jika ada seseorang tengah menunggunya keluar. Benar saja, tak lama pintu itu terbuka.

Nada hanya menatap datar, ia tak marah kali ini. Tak seperti biasanya, wanita itu memilih mengambil pakaian di lemari. Namun, saat ia akan bersiap memasuki toilet kembali.

Aku mencegah, lantas memeluk wanita itu. Namun, jangankan balasan, Nada bahkan lebih mirip seperti patung yang tak bergerak meski saat itu aku telah begitu emosional.

“Aku mengerti, kamu enggak bisa menentang kehendak ibu. Jadi lepaskan, aku hanya ingin mandi!"

“Aku tahu kamu sakit hati.”

“Ya terus?”

“Aku minta maaf untuk itu.”

Ia sedikit mendorongku agar menjauh.

“Aku mau keluar sebentar, ada sayuran yang habis.”

“Aku antar kamu, ya?"

“Enggak perlu, aku sudah biasa sendiri.”

Nada meninggalkanku begitu saja. Ia malah bersiap memakai pakaian seperti biasa lalu, pergi dengan motor kesayangannya.

“Mau ke mana?”

“Mau belanja.”

“Mas antar, ya?” tawarku.

Bagaimana pun aku sangat khawatir membiarkannya berkendara dalam keadaan yang kacau.

Selama ini ia mendedikasikan segalanya untuk keluarga. Ia bahkan mengesampingkan kebahagiaannya dan menempatkan keinginan pribadinya di urutan paling akhir.

Sebelum kedatangan Ibu kerumah ini semuanya masih baik-baik saja. Namun, sekarang ia seperti kehilangan sebagian semangat hidupnya.

~

Sudah puluhan pesan dan panggilan yang kulakukan namun belum juga ada tanggapan darinya.

Akhirnya sore hari wanita itu baru pulang. Sayangnya, di ambang pintu bahkan Nada sudah disambut dengan wajah masam ibuku.

“Abis dari mana? Bilangnya belanja sayuran, kok baru pulang? Main kali, ya,” sindir ibu ketus.

“Bu, biarin aja dulu Nada masuk.”

Ibu menatap kesal, ia memang selalu terlihat tidak suka jika aku memperlakukan Nada dengan lembut di hadapannya.

Aku meraih pundak Nada yang terasa sangat dingin. Aku kembali menatapnya dengan pandangan khawatir.

“Aku nabrak mobil orang.”

“Ya Allah terus bagaimana? Kamu enggak apa-apa?”

“Enggak apa-apa. Cuma orangnya nolak pas aku mau tanggung jawab, dia bilang ….”

Nada justru menghentikan ucapannya. Ia terlihat memikirkan sesuatu, lantas seketika ia menghembus nafas kasar. Seolah membuah kecewa yang terus saja menekan perasaannya.

“Bilang apa, Sayang? Kok enggak diterusin.”

“Enggak penting.”

“Sayang, soal Arnav Mas minta maaf.”

“Maaf tanpa solusi percuma, sudahlah aku cuma orang luar. Abis ini aku mau masak, atau ibu enggak akan makan, karena lauknya dingin. Lalu, menyalahkan aku kalau dia sakit dan bilang ke semua orang di sini kalau aku enggak pernah masak dan lain-lain. Jadi, sebelum semuanya semakin rumit. Biarkan aku mengerjakan tugasku sebagaimana mestinya.”

“Dia ibuku, seburuk itu kamu membicarakannya? Kamu tahu apa yang kamu ucapkan itu menyinggungku, kamu keberatan ibu di sini? Lalu, kenapa pura-pura baik?”

“Kalau aku jawab untuk bertahan hidup apa kamu puas?”

Aku terdiam, Nada biasanya tak sekasar ini.

“Ini bukan Nada yang aku kenal.”

“Nadamu telah mati Zayn, mati setelah kamu membiarkannya terus menerus disalahkan tanpa sebuah kesalahan. Dihakimi tanpa sebuah pembelaan.”

“Tunggu di sini!”

“Mau apa kamu, Mas?”

Sebenarnya aku hanya ingin memastikan dia baik-baik saja. Namun, pandanganku justru beralih pada cermin. Di mana meja itu bahkan kosong, tak ada alat make up atau skincare di sana.

Hanya ada pantulan wajahnya yang tampak layu. Belakangan ini wajah Nada bahkan tak terlihat berseri lagi. Kecantikannya seakan memudar, bahkan kurasa ia tampak lebih tua dari usianya. Saat itu di meja malah terdapat satu set alat untuk menjahit yang baru ia beli.

Entah kenapa juga ia terus menatap benda itu dengan mata yang nanar.

Nada tanpa sadar tersenyum, mana kala ia mengusap wajahnya telah dipenuhi garis-garis halus, juga bercak hitam.

Entah apa alasannya berhenti merawat diri setelah kedatangan ibu ke rumah ini.

“Aku akan menegur anak itu.”

“Jangan, Mas. Kamu hanya akan membuat masalah makin melebar.”

Aku yang sudah tak tahan memilih untuk menegur Arnav dengan keras, ia bahkan telah berani bertindak kasar pada ibunya, tanpa merasa hal itu sebuah kesalahan.

“Minta maaf sama Bundamu!” teriakku.

“Enggak mau,” jawan Arnav tak kalah keras.

“Apa-apaan sih kamu, Zayn. Jangan ikut-ikutan kayak Nada, pasti kamu ya yang nyuruh Zayn kasar sama anaknya sendiri. Lepasin enggak!” ancam ibu sambil menarik lengan cucunya.

Namun, kali ini aku yang sudah terpancing emosi. Malah menarik Arnav dengan kasar, lantas membawa anak laki-lakinya ke hadapan Nada.

“MINTA MAAF!”

“ENGGAK!”

PLAK!

Aku menampar Arnav begitu saja, hingga meninggalkan jejak merah di wajahnya. Sebagai seorang ibu, nyatanya Nada tetap tak tega melihat putranya dikasari. Nada gegas mendekat dan memisahkan kami.

“JANGAN SENTUH AKU!” sentak Arnav sambil menepis lengan ibunya, tak puas dengan itu ia sedikit mendorong tubuh Nada, hingga membuat wanita itu kehilangan keseimbangan. Beruntung, aku masih sempat menangkapnya.

“Kamu kenapa, baik-baik aja ‘kan?” tanyaku sedikit khawatir. Melihat bagaimana Nada yang pucat lekas mendudukkan wanita itu di sofa.

“Alah manja, sudah Nav masuk aja ke kamar!” ucap ibu sambil menggandeng cucu kesayangannya kembali ke kamarnya.

“Bukan seperti ini yang aku inginkan,” kata Nada lemah, matanya kembali mengembun. Sambil menatapku dengan pandangan yang sayu, ia berusaha untuk bangkit dari sofa meski sedikit sulit.

“Aku mau masak, kamu selesaian aja urusan kantor kamu.”

“Kamu yakin enggak apa-apa.”

“Hm.”

Nada melangkah pelan menuju dapur, sejujurnya aku ingin sekali menahannya, tetapi ia sendiri tahu, bagaimana ibunya pasti akan membuat keadaan semakin rumit. Aku terjebak sekarang. Antara ingin membela istrinya atau tetap pada ibunya yang salah, tetapi harus selalu ia bela.

Aku kembali ke kamar, sambil berjalan menunduk, mengingat aku baru saja menjatuhkan bolpoin. Namun, alangkah terkejutnya ia saat menyadari ada cairan merah yang menetes di sepanjang jalan yang mengarah ke kamar.

Menyadari sesuatu yang salah, aku langsung keluar dan berlari mengikuti jejak tetesan cairan merah itu.  Aku bahkan masih terengah-engah, saat dipaksa menyaksikan di mana seorang wanita duduk bersandar pada dinding, yang kini bahkan menatapku dengan senyuman.

Tampilkan Lebih Banyak
Bab Selanjutnya
Unduh

Bab terbaru

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen

user avatar
Fitri Siddiq Sulfi*Safwa*Salman*Saddam
Thor ini bab nada dan Zayn ada di bab berapa ajah? bingung bacanya
2023-10-11 19:30:01
0
user avatar
Bunda Widi
cerita di awal bagus... tapi tetiba kok ga nyambung... salah posting ya Thor... Bener2 ga nyambung soalnya...
2023-02-16 16:36:09
0
default avatar
ilmupustaka.19
maaf2 neh y thor... saya bacanya bingung... hubungannya Kang Dadan - Yasmin sama Zayn - Nadia apa yaa...?? kok kayak gak nyambung gitu... smpe baca bolak balik per part nya... itu salah posting,, beda cerita,, atau gmna??
2023-01-07 23:48:31
5
70 Bab
Bab 1
“BUNDA KENAPA BAWEL BANGET SIH! KALAU ENGGAK TAHU APA-APA. DIEM AJA BISA ENGGAK SIH!” sentak Arnav pada Nada istriku. “Minta maaf sama Bundamu, Arnav!”“OGAH!” “Kalian itu apa-apan, namanya anak kecil wajar salah. Kamu juga Nada, anak-anak juga butuh hiburan. Apa salahnya dukung hobi anak. Sudah sana kalian, pergi dari sini!” Ibuku yang berada tak jauh dari sana, lekas memeluk anak laki-laki itu. Tak ada penyesalan di wajah Arnav, padahal saat itu Nada sudah menitikkan air matanya. “Sebagai Bundanya, aku berhak didik anakku ke arah yang benar Bu. Dia bukan anak kecil yang enggak bisa dikasari.” “Tapi, caramu ini salah.” Nada tampak menghela nafasnya, terlihat sekali jika ia berusaha meredam emosi. Sesekali tampak, lengannya meremas erat ujung piyamanya. “Lebih pengalaman aku atau kamu, dalam mengurus anak? Lihat suamimu, bisa sesukses ini juga karena didikanku ini benar!" “Enggak ada namanya bekas ibu atau saudara, yang ada hanya bekas istri. Makanya, jangan samakan mertua den
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-11-27
Baca selengkapnya
Bab 2
“Kenapa begini, kamu bisa mati. Gila ya!” Aku lekas menggendong Nada yang sudah lemah, bahkan nyaris kehilangan kesadarannya. Gamis berwarna hitam itu bahkan telah berubah warna menjadi lebih pekat, bercampur dengan darah dari pergelangan tangan Nada yang tersayat.Bahkan tanganku ikut gemetar mana kala melihat begitu banyak darah di lantai. Namun, meski begitu Nada masih memberikan perlawanan dengan sedikit tenaga yang tersisa. Ia mencengkeram lenganku dengan tangan kirinya, yang juga ikut berlumur darah, karena sejak tadi ia gunakan untuk menahan tetasan darah itu agar tak terlalu menjejak di lantai.“Jangan bawa aku pergi!”“Gak gini caranya menyelesaikan masalah, kamu enggak punya iman, hah?”Kau tahu bahkan rasanya saat itu tulangku seperti dipatahkan. Sakit sekali melihatnya tak berdaya. Seharusnya sejak awal aku tak membiarkan masalah ini berlarut-larut. Aku benar-benar tak peduli penolakan Nada. Sambil berlari secepat yang aku bisa, aku membawa tubuhnya ke mobil, tanpa memed
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-11-27
Baca selengkapnya
Bab 3
“Aku ada urusan sebentar, tolong jangan melakukan sesuatu yang membahayakan dirimu sendiri!” ucapku.Namun, sepertinya Nada benar-benar tak peduli. Jangankan menjawab, ia bahkan kembali memejamkan matanya.Aku merasa lebih baik ia tak tahu masalah ini. biarlah dia berpikir kalau aku mendatangi ibu, karena hal lain. Dari pada anak nakal itu kembali membuatnya sakit hati, hingga memancingnya melakukan hal-hal yang mengerikan.Aku buru-buru ke kantor polisi. Rupanya di sana bukan hanya Arnav yang ditangkap ada banyak remaja yang ikut diamankan. Aku menghampiri ibu yang terduduk lesu, bersama wali murid lain yang anaknya ikut diamankan di kantor polisi.“Di mana anaknya, Bu?” tanyaku.“Lagi di intogerasi, di dalam, hiks. Bagaimana ini Zayn, Arnav masih kecil. Masa depannya masih panjang. Kasihan dia kalau harus masuk penjara?”“Memangnya Arnav habis melakukan apa sampai ditahan?”Ibu hanya terdiam begitu juga dengan wanita yang sejak tadi berada di sampingnya. Sampai seorang polisi mendat
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-11-27
Baca selengkapnya
Bab 4
“Sudah enggak bisa didik anak, enggak punya iman. Sekarang malah punya anak dari laki-laki lain.”Ibu masih saja bersemangat membicarakan Nada. Tanpa peduli, apa yang dia katakan seolah sebuah kebenaran atau bukan.“Ibu yang seharian di rumah, memangnya Nada sering keluar rumah tanpa seizinku?”Saat itu pandangan ibu mendadak membulat, tampak seperti orang yang terkejut. Sesekali ia juga menggaruk tengkuk.“Ya, jelas ibu tahu. Orang kemarin aja abis ke mana coba? Dari siang sampai sore keluyuran enggak jelas. Bilangnya mau beli sayur, tapi masa lama banget. Coba kalau enggak ketemuan sama selingkuhannya. Ngapain lagi?”Benar juga, kemarin hampir seharian dia berada di luar. Meskipun ia mengatakan baru saja mengatakan habis menabrak mobil orang, bukankah sedikit tidak masuk akal. Siapa juga di zaman yang serba uang ini, orang dengan mudahnya mengikhlaskan mobilnya rusak begitu saja.Sebaiknya aku menemukan Nada, untuk memperjelas semuanya.“Baru sadar ‘kan kamu kalau istrimu itu main b
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-11-27
Baca selengkapnya
Bab 5
“Apa maksud kamu bicara seperti itu, Nada?”Kau tahu, saat itu ia bukan sedang berteriak melainkan bicara dengan begitu halus dan lembut. Namun, kenapa terasa menusuk.“Istri yang seperti itu mau kamu bela Zayn, dia bahkan enggak menghormatimu lagi.”“Satu hal yang enggak pernah bisa aku mengerti dari keluarga ini? Jika ibu sendiri enggak bisa berjauhan dengan Mas Zayn kenapa sejak dulu Ibu selalu melarangku mendidik Arnav? Dia anakku juga. Bukankah ini enggak adil?”“Oh, jadi sekarang kalian kompak menyalahkan ibu.”“Aku bukan sedang menyalahkan. Hanya bertanya, kalau memang pertanyaanku ini menyinggung perasaan Ibu, aku minta maaf.”“Sekarang kamu berani ya, bentak Ibu seperti ini. Lihat istrimu, Zayn! Wanita yang selalu kamu banggakan ini bahkan enggak menghormati ibumu sama sekali.”“Aku enggak membentak, apa nada bicaraku kasar? Aku hanya bertanya atas sesuatu yang tidak aku mengerti. Apa itu salah?”“Nad, sudahlah! Salahkan saja aku, aku yang memang dari awal enggak tegas sama a
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-11-27
Baca selengkapnya
Bab 6
“Kang…, sabar!” ucapku pelan, sambil mengusap lengannya dengan lembut.Namun, pria itu malah mengabaikanku. Padahal, sejak ia mengungkapkan semua kekesalannya ibu masih diam saja. Tak seperti biasanya di mana ia akan dengan lantang meneriakkan bantahan.“Sekarang Dadan belum punya keturunan, ibu salah-salahin terus Yasmin. Ibu pikir itu enggak nyakitin Dadan. Masih mending Yasmin yang masih muda, anak orang kaya mau nikah sama anak ibu. Orang desa sini, mana ada sih yang mau sama aku! Udah miskin, ditambah kelilit hutang juga. Sekarang aja mereka mau nyapa, dulu-dulu lagi kita susah. Aku jalan aja, mereka ngeludahin.”Aku tidak tahu tentang apa yang suamiku lewati selama ini. Ia bahkan tak pernah menceritakan hal ini padaku. Melihat suasana yang makin memanas, aku berinisiatif menarik Kang Dadan ke kamar. Membiarkan pria itu duduk di ranjang sambil melepaskan emosinya.Perlahan aku bisa melihatnya meneteskan air mata. Untuk pertama kalinya aku melihat suamiku begitu emosional pada ibu
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-01-03
Baca selengkapnya
Bab 7
Saat itu Teh Nadia langsung mematikan panggilannya.Sudah dua kali aku menyaksikan suamiku tak bisa menahan emosinya. Padahal, biasanya ia yang paling sabar dan lemah lembut pada keluarganya.“Minum dulu, Kang!”Saat itu aku berinisiatif mengambilkan air, berharap hal itu mampu meredakan emosinya. Menyetir dalam keadaan yang tidak stabil juga tidak baik.Saat itu sekali lagi, Kang Dadan berbicara pada ibu di balik pintu kamar yang tertutup rapat.“Kami mau pergi, kalau ibu mau ikut hayu!”Ibu masih belum mau menjawab.“Dadan minta maaf, karena tadi udah kasar sama ibu. Kalau emang ibu masih mau sendirian, kami mau pergi sebentar. Mungkin baliknya agak telat.”Sayangnya, masih tak ada respons dari dalam.“Sekali lagi, kita pamit ya, wassalamualaikum.”Rupanya di luar rumah. Orang-orang masih berkumpul di dekat rumah kami.“Loh memangnya Bu Irah enggak diajak jalan-jalan?” tanya salah se
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-01-03
Baca selengkapnya
Bab 8a
“Ya, wajarlah istri ikut suami. Kamunya aja yang terlalu banget sama istrimu. Di mana-mana juga gitu. Orang-orang teteh mau juga pada ikut suaminya.”“Ya memang wajar, tapi dia juga masih punya orang tua. Mau sampai kapan coba Ibu nahan dia buat silaturahmi ke sana. Sama-sama punya ank perempuan, harusnya ibu juga bisa ngerti. Tiap lebaran aja ibu suka sedih kalau Teh Dewi enggak pulang ke sini. Kenapa sikap ibu malah sebaliknya sama Yasmin? Lagian kita juga cuma pergi buat sementara, enggak selamanya.”“Ya sudah sana kalau mau pergi! Manjakan terus saja istrimu itu.”“Memangnya salah kalau suami mengantar istrinya pulang ke rumah orang tuanya, Bu?” ucapku yang sudah tako tahan lagi. Entah kenapa, semakin dibiarkan wanita ini terus saja menginjak-injak harga diriku.“Ya, kalau istrinya bener sih enggak apa-apa?”“Emang selama ini aku kurang bener apa? Hanya aku enggak punya anak ibu selalu saja menyudutkanku.”“Lah, di mana-mana nikah ya harus punya anak. Emangnya kalian kalau udah t
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-01-04
Baca selengkapnya
Bab 8b
Dan ajaibnya benar saja. Saat kami telah sampai di masjid untuk menunaikan salat magrib. Ponsel Kang Dadan berdering. Begitu dilihat ternyata panggilan dari ibu.“Angkat aja!” ucapku yang kala itu tak sengaja melihat ke layer ponsel miliknya.“Waktu salatnya bentar lagi mau habis. Nanti ajalah abis maghriban. Biar tenang.”Saat itu memnag waktu sudah menunjukkan pukul 7 kurang 10 menit lagi. Bayangkan saja, ketika orang lain sedang menunaikan salat maghrib kami malah sedang ribut-ribut di luar rumah.Sebenarnya malu, tetapi mau bagaimana lagi? Kurasa tetangga pun sudah hafal dengan kebiasaan ibu yang suka mencari masalah, bahkan kudengar dari Lisa. Sebelum Kang Dadan menikah, mertuaku ini kerap kali mencari masalah dengan tetangga sekitar. Ada saja yang diributkan, padahal hanya masalah sepele.Sekarang setelah ada aku, ia sudah jarang membuat onar di luar. Dan, ya sekarnag akulah yang jadi sasarannya.Entah kena
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-01-04
Baca selengkapnya
Bab 9a
“Istighfar, Kang!” sambil memegang tangannya yang gemetar.Aku bahkan masih mengusap lembut punggung suamiku, berharap itu mampu meredakan amarahnya yang tengah meluap-meluap. Entah sudah berapa kali ia marah hari ini.“Maaf, harusnya Akang lakuin ini dari dulu. Jadi mereka enggak seenaknya nginjek-nginjek kita.”Aku tak pernah tahu apa saja yang dilewati suamiku di masa lalu, tetapi hanya mendengar percakapan mereka hari ini. Bisa kupastikan ia hidup dengan penuh tekanan, baik dari ibu yang suka memaksakan kehendak juga dari saudaranya yang egois dan selalu merasa benar sendiri.“Kalau, Akang mau egois. Mendingan tinggal sama Bapak dari dulu. Tapi, Akang enggak gitu. Kasihan juga Ibu, siapa yang mau nafkahin? Sudah penghasilan Bapak enggak seberapa dituntut sana sini.”“Yang Akang lakuin selama ini udah bener kok. Cuma kadang, respons orang itu berbeda-beda. Ada yang ¹ balas baik juga, tapi e
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-01-04
Baca selengkapnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status