Home / Zaman Kuno / Reinkarnasi Dewa Perang / Kemenangan Arus Hening

Share

Kemenangan Arus Hening

Author: Zen_
last update Last Updated: 2025-10-05 19:52:51

Serangan itu membuat para penonton tak habis-habisnya menganga untuk kesekian kalinya menyaksikan pertarungan. Tidak ada satu pun yang mampu berkedip, seakan napas mereka ikut terhenti.

Bahkan sang kaisar yang berada di luar arena pertarungan, biasanya tenang tanpa ekspresi, kini tersenyum lebar. Sorot matanya berkilau, jelas ia menikmati jalannya pertandingan yang begitu menegangkan.

Anantaka yang menyaksikan dari sisi tribun menyipitkan mata, rautnya berubah serius. “Itu sangat berbahaya bagi Angkara,” gumamnya lirih, “kemungkinan besar dia bisa mati.”

Kinasih yang duduk tak jauh darinya langsung melirik cepat. “Hah? Inst—” Belum sempat ia menyelesaikan kalimatnya, serangan yang ditakutkan itu akhirnya melesat.

Lesatan aura naga berwarna emas terang muncul dengan kekuatan dahsyat. Tubuh naga raksasa itu terbentuk dari cahaya menyilaukan, mengoyak lantai arena setiap kali tubuhnya menyapu permukaan.

Debu dan pecahan batu beterbangan, membentuk badai kecil di sekelilingnya. Kecepata
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Reinkarnasi Dewa Perang   Cosmos

    “Kau tampak terkejut, Jiwangga…” ujar Malazar pelan, matanya menyelidik reaksi Angkara.Keringat dingin mulai menitik di dahi Angkara. Ia menarik napas panjang, menenangkan diri sebelum menjawab. “Bagaimana tidak terkejut? Selama ini aku hidup dan mati tanpa mengetahui fakta itu. Andai saja pengetahuan ini datang lebih awal, mungkin aku akan menapaki tangga yang lebih tinggi.”Malazar mengangguk pelan, lalu mencongkel sudut mulutnya menjadi senyum kecil yang tak menyenangkan. “Kau kira jalan menuju alam tertinggi itu sederhana? Apakah kaupikirkan semudah menaiki satu anak tangga? Tidak demikian.” Ia menatap Angkara dengan tajam. “Ada dua jalan, Jiwangga.”Angkara menekan keningnya, menunggu kelanjutan. “Dua jalan?” sela Bima, yang dari tadi mendengarkan dengan mata melebar.“Kau dapat bersabar sejenak,” balas Malazar. Ia mengangkat jarinya, seolah menimbang kata-kata. “Jalan pertama adalah jalan paling gelap, menghancurkan seluruh alam surgawi. Menghancurkan struktur para dewa, itulah

  • Reinkarnasi Dewa Perang   Mantan Raja Iblis

    “Malazar?!” seru Angkara dengan nada yang tajam dan mengejutkan, membuat Satria serta Bima spontan menoleh ke arahnya.Tatapan tajam kakek tua itu perlahan beralih ke arah Angkara. Di balik keriput wajahnya, matanya menyipit, memperhatikan reaksi yang tidak biasa itu. “Oh? Jadi kau mengenal namaku, anak muda?” tanyanya, suaranya tenang namun sarat dengan kewaspadaan.Angkara tersenyum miring, bibirnya melengkung ke atas dengan nada meremehkan. “Mengenalmu? Kekekek... bukan sekadar mengenal. Sudah lama kita tidak berjumpa, Raja Iblis…” katanya rendah, nada suaranya datar namun mengandung tekanan yang membuat suasana mendadak tegang.Senyum ramah di wajah si kakek pun sirna. Sorot matanya kini penuh kehati-hatian. “Menarik... Jadi kau tahu siapa aku sebenarnya. Tapi, kau sendiri bukan manusia biasa, bukan pula makhluk dunia bawah. Siapa sebenarnya dirimu?” tanyanya, nadanya mulai serius.Ruangan itu tiba-tiba terasa hening. Hanya terdengar bunyi kayu yang berderit karena hembusan angin

  • Reinkarnasi Dewa Perang   Malazar

    “Bocah, apa dunia bawah ini benar-benar seluas itu?” tanya Satria sambil menyipitkan mata. Pandangannya tertuju pada hamparan hutan yang kering dan gelap, tampak mati tanpa kehidupan. Setiap batang pohon di sana hitam legam, bentuknya tak beraturan, seperti terbakar namun tetap berdiri tegak. Dari kejauhan, hutan itu tampak seolah menolak kehadiran siapa pun.Langit di atas mereka bukanlah biru seperti di dunia atas. Warna merah darah membentang luas, seakan-akan setiap saat langit itu siap menumpahkan hujan darah. Cahaya redup kemerahan membuat bayangan pepohonan tampak seperti siluet makhluk-makhluk asing.Bima mendongakkan kepala, menatap langit yang tak bersahabat itu dengan rasa waspada. “Sejujurnya, aku sendiri belum pernah menjelajahi seluruh wilayah dunia bawah,” ujarnya perlahan. “Yang kuketahui, hanya kotaku yang dihuni oleh manusia. Bahkan, para penduduk dilarang keras menjelajah ke luar batas kota.”Angkara yang berjalan paling depan menoleh sedikit. “Dilarang? Apa alasan

  • Reinkarnasi Dewa Perang   Menuju Dunia Bawah

    “Angkara… bagaimana cara mengalahkannya? Kepalanya terus beregenerasi!” seru Satria dengan nada frustrasi. Tubuhnya bergerak lincah ke segala arah, berusaha menghindari semburan cairan hijau yang mematikan. Setiap kali menemukan celah di antara serangan, ia langsung melancarkan pukulan keras ke salah satu kepala makhluk itu. Namun, hasilnya tetap sama, kepala yang telah hancur kembali tumbuh utuh, seolah tak pernah terluka.Satria menatap tajam ke arah Angkara yang berdiri diam di sisi arena. “Hei! Mengapa kau hanya berdiri saja?!” teriaknya dengan nada kesal.Serangan tiga kepala ular itu semakin menggila. Semburan cairan hijau meluncur dari satu sisi, diikuti api panas dari kepala kedua, sementara kepala ketiga menembakkan sinar merah menyilaukan. Ketiganya menyerang secara bersamaan, menciptakan gelombang kekuatan yang menggetarkan tanah di bawah kaki Satria.Dengan cepat, ia memutar tubuh dan mengangkat kedua tangannya ke depan. Aura hitam pekat muncul dari telapak tangannya, mem

  • Reinkarnasi Dewa Perang   Ular Berkepala 3

    Mereka melangkah meninggalkan hamparan padang rumput yang luas, hingga akhirnya berhenti di bawah sebuah pohon rindang yang sebelumnya disebut oleh Bima. Hembusan angin berdesir lembut di antara dedaunan, sementara ketiganya menatap batang pohon besar itu dengan penuh rasa ingin tahu.“Jadi… ini yang kau maksud sebagai gerbang menuju dunia bawah?” ujar Satria sambil berkacak pinggang, matanya menelusuri permukaan pohon yang tampak biasa saja. “Tidak kusangka, hanya berupa pohon seperti ini.”Bima menggeleng pelan. “Bukan, bukan ini gerbangnya. Pohon ini hanyalah penanda, sebuah tanda bagi mereka yang tahu jalan menuju bawah tanah.”Angkara yang sedari tadi memperhatikan tanah di bawah pohon itu akhirnya bersuara. “Benar. Gerbang aslinya berada tepat di bawah sini. Tak banyak orang yang mengetahuinya.”Ia menekuk lutut dan menempelkan telapak tangannya ke tanah. Dalam sekejap, aliran energi mengalir dari tubuhnya ke dalam tanah, membuat permukaan di bawahnya bergetar halus. Dengan satu

  • Reinkarnasi Dewa Perang   Petunjuk

    Wanita itu tiba-tiba mengangkat tangannya ke udara. Dari kekosongan, sebuah pedang muncul seolah dipanggil dari dimensi lain. Bilahnya berkilau perak, sementara gagangnya berwarna hitam legam, dililitkan seperti tali yang menua oleh waktu. Udara di sekitarnya bergetar ringan, menandakan bahwa benda itu bukan pedang biasa.“Benar-benar makhluk bodoh kau ini,” ucapnya dengan nada tajam, matanya menatap lurus ke arah Satria. Langkah kakinya terdengar mantap saat keluar dari teras rumah, setiap langkah memancarkan wibawa yang membuat udara di sekitarnya menegang. Kini ia berdiri tepat di depan Satria, jarak di antara mereka hanya sejengkal, seolah dua binatang buas siap menerkam kapan saja.Senyum lebar terbentuk di wajah Satria. “Heh, akhirnya ada juga yang berani melawanku.”Tatapan mereka saling beradu. Dalam hening yang tebal itu, aura keduanya perlahan menyala. Sementara itu, Angkara memutuskan untuk mundur bersama Bima. Ia menggendongnya dan melompat jauh ke belakang, mencari posi

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status