Share

Penejelasan

Author: Zen_
last update Last Updated: 2025-10-15 22:36:06

“Angkara! Jangan bergerak sedikit pun, apa pun yang terjadi!” perintah Kinasih dengan suara tegas, matanya menatap tajam penuh kecemasan. Tangannya masih memegang jarum-jarum pemberian Angkara, menyalurkan tenaga dalam untuk menstabilkan aliran energi di tubuhnya.

Namun, sebelum Kinasih sempat melanjutkan pengobatan, Anantaka yang sejak tadi berdiri dengan wajah penuh rasa ingin tahu, melangkah mendekat. Ia tak sanggup menahan rasa penasarannya.

“Apa yang sebenarnya terjadi, Angkara?” tanyanya dengan nada datar namun mengandung tekanan. Tatapannya beralih ke arah Satria, tajam dan menusuk. “Dan siapa rekanmu yang aneh ini?” ujarnya dengan nada mencurigakan, seolah siap menghabisi Satria yang masih lemah di sudut ruangan.

Angkara hanya tertawa kecil, suaranya serak namun mengandung nada mengejek. “Heh… apa kau sudah lupa percakapan kita beberapa malam lalu, Anantaka? Bukankah sudah kukatakan bahwa aku akan menghancurkan Perguruan Naga Emas? Dan kau membiarkanku tanpa keberatan sedikit
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Reinkarnasi Dewa Perang   Petunjuk

    Wanita itu tiba-tiba mengangkat tangannya ke udara. Dari kekosongan, sebuah pedang muncul seolah dipanggil dari dimensi lain. Bilahnya berkilau perak, sementara gagangnya berwarna hitam legam, dililitkan seperti tali yang menua oleh waktu. Udara di sekitarnya bergetar ringan, menandakan bahwa benda itu bukan pedang biasa.“Benar-benar makhluk bodoh kau ini,” ucapnya dengan nada tajam, matanya menatap lurus ke arah Satria. Langkah kakinya terdengar mantap saat keluar dari teras rumah, setiap langkah memancarkan wibawa yang membuat udara di sekitarnya menegang. Kini ia berdiri tepat di depan Satria, jarak di antara mereka hanya sejengkal, seolah dua binatang buas siap menerkam kapan saja.Senyum lebar terbentuk di wajah Satria. “Heh, akhirnya ada juga yang berani melawanku.”Tatapan mereka saling beradu. Dalam hening yang tebal itu, aura keduanya perlahan menyala. Sementara itu, Angkara memutuskan untuk mundur bersama Bima. Ia menggendongnya dan melompat jauh ke belakang, mencari posi

  • Reinkarnasi Dewa Perang   Wanita Misterius

    Bima melangkah dengan lesu, setiap tapak kakinya hanya menekan rerumputan yang lembut. Matanya menatap jauh ke cakrawala seolah mencari sesuatu yang tak terlihat. “Kak… kenapa kita tidak terbang saja pakai naga itu? Huft…” katanya dengan suara lembik, kelihatan benar-benar letih dan hampir menyerah.Angkara berjalan beberapa langkah di belakangnya, mengamati sambil menahan sabar. Ia mengikuti langkah Bima yang bertugas sebagai pemandu jalan. “Berhenti mengeluh, Bima. Kita baru menempuh delapan jam saja,” ujarnya datar, nada suaranya menunjukkan ketidaksenangan terhadap kebiasaan bocah itu yang sering mengeluh.Bima menahan napas panjang lalu menghentikan langkahnya, menatap Angkara sambil menghela suara berat. “Tapi Kak… kita sudah berada di padang rumput selama tiga hari tiga malam. Perjalanan dari ibu kota kekaisaran ini sudah lewat dua minggu…” ucapnya sambil menunduk, ragu-ragu. Satria yang berada di samping mereka turut campur dengan bergurau, bahu kekarnya menahan berat Bima ya

  • Reinkarnasi Dewa Perang   Dunia Barat

    Di suatu tempat yang jauh dari keramaian, hanya ada secercah cahaya redup yang menerangi sekitar, sumbernya berasal dari api unggun kecil yang berperan sebagai satu-satunya penerang di kegelapan malam itu. Di tepi cahaya, seorang bocah tampak sibuk menambahkan kayu bakar satu per satu agar api tidak padam.“Kak… sudah seminggu penuh kita berjalan ke arah barat. Apa kau benar-benar yakin kondisimu sudah sehat?” tanya bocah itu dengan nada ragu.Angkara, yang tengah bersandar santai di batang pohon besar dengan tatapan lelah, hanya bisa menghela napas. “Oh, sudahlah bocah. Aku baru saja pulih dari luka yang cukup parah. Dalam kondisi seperti ini, perjalanan kita memang lambat. Lagipula…” katanya, matanya melirik ke arah seseorang yang duduk tak jauh dari api unggun.Sosok itu bertubuh besar dan berotot, wajahnya sedikit tertutup bayangan. Di sekitarnya berserakan tulang-tulang hewan, sementara tangannya tengah memegang sepotong daging panggang yang baru dimasak di atas bara api.“Lihatl

  • Reinkarnasi Dewa Perang   Gosip

    Di langit yang sunyi, di mana tak ada kehidupan yang berani menapakkan diri, bahkan makhluk suci pun enggan melintas di wilayah itu, hanya satu sosok yang melayang di antara kabut dan bintang-bintang.Seekor naga emas berkilau gelap, memancarkan aura kuat bercampur pekatnya kegelapan, tubuhnya membelah udara dengan kecepatan yang membuat angin berdesir keras, meninggalkan jejak cahaya samar di langit yang dingin. Di punggungnya berdiri dua sosok manusia yang berpegangan erat. Angkara dan Bima, dua orang yang kini terpisah jauh dari dunia yang baru saja mereka tinggalkan.“Bertahanlah, Kak Angkara! Kita sudah jauh dari kekaisaran! Kaisar tidak akan bisa mengejar kita sejauh ini!” teriak Bima lantang melawan suara angin yang menderu. Suaranya bergetar di antara rasa takut dan harapan.Angkara hanya menjawab dengan anggukan pelan. Tenggorokannya masih terlalu rusak untuk bersuara. Sebagai gantinya, ia menggerakkan jarinya di udara, menciptakan untaian cahaya berwarna emas yang membentuk

  • Reinkarnasi Dewa Perang   Pergi

    Seluruh ruangan seketika membeku dalam keheningan yang menyesakkan. Tidak ada seorang pun yang berani bersuara, bahkan sang Kaisar sendiri terdiam kaku. Tak seorang pun menduga bahwa Angkara, yang tubuhnya masih diselimuti luka parah, mampu mengeluarkan suara yang begitu mengguncang hingga udara di sekitarnya bergetar. Gema suaranya masih bergulung di antara dinding, sementara darah mulai mengalir dari sudut bibirnya.Angkara memegangi tenggorokannya yang terasa perih terbakar. Napasnya tersengal, suaranya hilang sepenuhnya. 'Sial… aku memaksakan diri terlalu jauh. Jika terus di sini, aku hanya akan mati tanpa arti. Satu-satunya jalan keluar… adalah kembali ke dunia bawah malam ini juga.' pikirnya dengan getir. Tanpa menunggu lebih lama, ia mengalirkan seluruh sisa tenaga dalam ke setiap pori tubuhnya.Dalam sekejap, aura pekat berwarna hitam keemasan muncul, meluap dari tubuhnya bagaikan gelombang liar. Aura itu menelan dan memecah belah energi merah milik sang Kaisar yang semula me

  • Reinkarnasi Dewa Perang   Kekacauan

    Angkara yang berdiri tegak di hadapan Anantaka tiba-tiba ditarik kasar dari belakang. Kepala dan tubuhnya dihantam keras ke lantai hingga terdengar bunyi “duk” berat. Tangan kokoh Anantaka menekan tengkuknya, membuat wajah Angkara nyaris menempel pada tanah.“Apa yang kau pikirkan, hah?! Berani bertindak kurang ajar di hadapan Yang Mulia Kaisar?!” bentak Anantaka, suaranya bergemuruh memenuhi ruangan.Rasa sakit yang menjalar di seluruh tubuh membuat Angkara mengerang lirih. Luka-lukanya yang belum pulih semakin parah karena benturan itu. Ia menahan napas, darah segar kembali mengalir dari sudut bibirnya dan menetes di lantai.Namun meski tubuhnya lemah, tatapan matanya tetap tajam. “Sialan kau, Anantaka…” desisnya serak. “Lepaskan aku. Satria dalam bahaya. Kalau kau masih punya sedikit akal sehat, sebaiknya kau lepaskan aku sekarang juga… sebelum semuanya terlambat.”Nada ancaman dalam ucapannya begitu jelas, tapi Anantaka sama sekali tak bergeming. Ia sendiri berada di bawah tekanan

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status