Share

Part 4 : Monster Gurita

Bruuussshh byuurr

Tiang itu jatuh sampai mengenai air laut, ombak besar terbuat karena hentakannya.

"Kenapa kita di sini?"

"Kita selamat?" Jean, anak buahnya dan beberapa bagian kapalnya berhasil aku pindahkan menuju daratan.

"Woyy! Apa yang kau lakukan!? Gurita  tadi sudah terkena seranganku!" Jean berteriak kepadaku yang masih di atas mercusuar.

"Tidak kah kau lihat kondisi kapalmu? Kalau aku diamkan, semua kru kapal termasuk dirimu hanya akan menjadi santapannya!" aku sedikit kesal, bukannya berterima kasih malah menyalahkanku.

"Bersyukurlah Jean karena masih selamat," Bob

"Asssh sial! Jadi bagaimana rencana kalian selanjutnya?" Jean

"Menyerangnya dari atas air sangatlah berbahaya." Paman Bob kemudian turun dari mercusuar.

"Aku punya ide, aku akan pindahkan gurita itu menuju ke daratan, kalian kumpulkan panah besar serangannya tadi dapat melukai .."

"Lahh, kok anak panah yang mengenai gurita tadi tersisa pangkal yang terikat oleh tali saja. Anak panah yang terbuat dari besi tebal seukuran tombak kenapa bisa patah?" batinku, saat aku lihat lagi, ternyata terpotong dengan sempurna. Tidak hanya itu, namun beberapa bagian kapal juga terpotong sempurna.

"Apa karena teleportasi? ohh jadi terpotong karena pergeseran dimensi, bakal jadi sihir serangan yang bagus nih,"

"Al ada apa?" Paman Bob yang sudah berada di bawah jadi bertanya karena aku tidak melanjutkan ucapanku.

"Oh tidak apa-apa paman, saya lanjutkan lagi, jadi kalian menunggunya di daratan. Saat gurita itu aku bawa kemari dan dengan aba-aba dariku, kalian serang secara bersamaan,"

"Ide yang bagus, besok pagi kita lakukan bersama," paman Bob

"Oh iya ada tambahan, aku pinjam kapal buat memancingnya keluar, tenang saja setelah monster itu dikalahkan akan aku ambil kembali kapalnya,"

"Gunakan saja kapalku." Paman Bob menunjuk ke arah kapalnya yang bersandar di pelabuhan.

"Baiklah, akan aku ikuti rencana kalian, aku bantu untuk mengalahkannya karena telah merusakkan kapalku." Jean segera pergi meninggalkan kami.

"Terima kasih Jean,"

....

Esok paginya seperti yang direncanakan, para nelayan itu berkumpul membawa panah besar bahkan golok dan kampak. Aku bariskan mereka pada satu sisi agar tidak salah sasaran.

"Baiklah tunggu di sini, jangan langsung menyerangnya! Tunggu dulu aba-aba dariku." Aku teleportkan kapal tanpa awak tepat di atas gurita itu. Hampir lima menit dia tidak bergerak, lalu aku lempar tong ke laut dan tak lama kemudian dia menampakkan dirinya. Saat muncul di permukaan, segera aku teleport di atas gurita itu dan aku pindahkan dia ke daratan.

"Serang kepalanya!" Sambil berteleport ke belakang penyerang.

Suuut suut dushh dushh suut dush 

Anak panah dari para warga bertubi-tubi mengenai kepala gurita itu. Walau telah diserang kepalanya, monster itu masih saja memiliki kekuatan untuk menyerang. Dia lebarkan tentakelnya dan berputar seperti mainan gangsing. Para nelayan yang memegang panah ikut terlempar saat gurita itu memutar badannya. Aku sadar ini kesalahanku, coba saja aku kaitkan ujung tali pada tiang atau benda yang lebih kuat pasti tidak ada warga yang terluka.

Cring cring cring

Tidak aku sangka, paman Bob menggunakan pedang dan dengan cepat dia bisa memotong beberapa tentakel gurita itu.

"Wohh hebat! Muehehe, saatnya mencoba serangan dimensiku, semoga saja berhasil."

Cusss Kraakk ...

Gurita tadi beserta panah besi terpotong secara lurus, namun serangan itu tidak bisa langsung membunuh monster itu. Tentakelnya masih bisa bergerak seperti ekor cicak yang terlepas. 

"Woy serangg!" Teriak Jean

 Jean dan anak buahnya menggunakan kampak besar untuk memotong tentakel yang bergerak ke arah para warga. Tidak ingin kalah, paman Bob juga menggunakan pedangnya ikut memotong. Saat tentakelnya berhenti bergerak, mereka semua bersorak gembira.

"Beri sorak untuk pahlawan kita Al!" Paman Bob sambil mengangkatku.

"Nanti malam mari membuat pesta kemenangan ini," Jean.

"Kita hidangkan monster ini," Bob

....

Malamnya, digelar pesta untuk memasak monster gurita itu.

"Orang mesum ini ternyata menjadi pahlawan kami." Lia mendatangiku lalu merangkulku.

"Apa apaan ihh, jangan berlebihan! Karena kerjasama mereka semua lah yang mengalahkan monster itu,"

"Tidak usah merendah, jadi ingin hadiah apa malam ini?" 

"Masakanmu yang enak." Sambil aku turunkan tangannya yang merangkulku.

"Masakanku apa diriku?"

"Mulai lagi ini anak,"

"Hahaha lagian aneh sekali lho, sudah ditawarin malah menolak, bahkan ayahku juga mengizinkannya bukan?"

"Bagaimana bisa tahu?" ucapku kaget sambil memandang wajahnya.

"Tadi bercerita denganku, jadi bagaimana? Masih mau menolak?" Dia merangkulku lagi.

"Aku, tolak!" Aku lepaskan lagi rangkulannya.

"Kenapa?" Mendekatkan wajahnya kepadaku.

"Kenapa kau tanya? Lalu apa alasanmu mau melakukan itu denganku?"

"Sebagai rasa berterima kasih," ujarnya dengan muka polos.

"Jadi seperti itu kah cara berterima kasih dari kerajaan ini? Kalau aku, tidak akan melakukannya tanpa adanya cinta!" jawaku kesal.

"Aku juga tidak mau melakukannya begitu saja, alasan yang sama sepertimu." Sambil pergi menuju kerumunan warga yang sedang membakar dan memasak monster gurita.

.....

Saat kembali, Lia membawa 2 tusuk dari potongan gurita yang telah dibakar.

"Apa maksudmu tadi?"

"Tidak apa-apa, mau makan?" Menyodorkan salah satu tusukan daging gurita kepadaku.

"Kau yakin memakan itu?"

"Kenapa memangnya?" Lia memakan sate gurita itu sambil melihat ke arahku.

"Beberapa hari yang lalu ada nelayan yang dimakan monster itu kan? Dan sekarang kalian memakan monster itu?"

"Iya kah? Tidak masalah." Lia gigit lagi potongan guritanya.

"The real puncak rantai makanan,"

"Enak lho," 

____

Kota Sihir Mala

"Maaf mengganggu waktu Yang Mulia." Nenek Lona berlutut menghadap 6 Ratu Danirmala.

"Tumben sekali kau menggunakan cicin pemberiannya untuk teleport kemari, ada hal penting apa?" tanya Ratu Elf dengan santai.

"Tuan Al berada di rumah saya!" Sambil gemetaran dan juga membuat semuanya kaget.

"Sejak kapan? Kenapa dia tidak langsung kemari?" Ratu Elf langsung berdiri dari singgasana.

"Pasti cuma mirip saja seperti biasanya," Ratu peri dengan cueknya masih duduk bersandar di singgasana.

"Sejak 2 hari yang lalu, saya sebagai pelayan beliau sudah sangat hafal sifatnya dan itu tidak salah lagi. Namun sepertinya beliau kehilangan sebagian ingatannya dan juga tidak bisa menggunakan sihir elemen," Lona masih berlutut sambil menundukkan kepalanya.

"Kenapa baru bilang sekarang!? Aku akan menemuinya!" Ratu Peri yang tadinya cuek menjadi panik dan segera berdiri.

"Jangan dulu!" Ratu Elf mencegahnya.

"Kenapa!? Itu sudah jelas dia, aku tidak mau menyesal lagi!" Ratu Peri kesal, melihat ke arah Ratu Elf dan meninggikan suaranya.

"Sebaiknya rencanakan pertemuan kita secara natural, biar Al yang datang kemari," usul Ratu Vampir.

"Maaf menyela, sepertinya beliau tertarik mempelajari sihir," Lona

"Tentu saja, kalau begitu kamu kembali saja, biar kami yang mengurusnya." Ratu Elf kembali duduk di singgasana.

"Tunggu saja perintah kami," Ratu Vampir.

"Baik Yang Mulia saya pamit." Lona menghilang kembali.

"Violet bagaimana?" Ratu Vampir.

"Seperti yang aku bilang 2 hari lalu merasakan kehadiran tuan tapi tidak bisa berpindah menuju lokasi tuan," jawab Naga bayang.

"Sekarang sudah jelas kan dia di mana, jadi ayo temui dia!" Ratu Peri berjalan mengajak yang lainnya.

"Tenanglah Nia, akan aku pancing dia kemari," Ratu Vampir.

"Tenang katamu? Erin ini semua salahmu!" Ratu Peri mendekati Ratu Vampir.

"Aku juga tidak ingin semua ini terjadi!" Ratu Vampir berdiri dan menjawab dengan teriakan.

"Kalian bisa diam tidak? Apa tuan Al akan senang melihat kalian bertengkar? Dasar bodoh!! Noe, jelaskan rencanamu!" Violet tiba-tiba saja sudah berada di antara mereka sambil merentangkan tangan pada keduanya. 

"Bodo amat!" jawab Ratu Peri kesal, muncul kabut tebal menyelimuti seluruh ruangan, Ratu Peri mengeluarkan sayapnya dan terbang pergi.

"Nia! Jangan nekat!" Ratu Elf berteriak ke arah Ratu Peri.

"Berisik!" Nia.

"Aku saja yang mengejarnya," tanpa ada yang menyetujui, Ratu Druid tiba-tiba menghilang.

"Kata Lona tadi, Al tidak bisa menggunakan sihir elemen kan? Berarti dia kesulitan untuk menyerang, jadi rencanaku untuk menghadapkannya pada pertarungan. Pasti dia akan berfikir agar lebih kuat dan tepat sekali seminggu lagi akademi sihir tahun ajaran baru." Noe berdiri dihadapan mereka semua untuk mengutarakan idenya.

"Nah, kalian setuju kan?" Erin melihat ke arah Violet dan Noa.

"He'em," Violet.

"Noa bagaimana?"

"Terserah!" Ratu Es yang dari tadi mengalihkan pandangannya ke sisi lain.

"Silahkan, tapi kalau tidak berhasil, apapun yang terjadi aku mau mengajak Nia untuk bertemu Al!" Ratu Es melanjutkan kalimatnya sambil melihat ke arah mereka.

"Percayalah pada rencana adikmu ini!" ucap Noe meyakinkan.

_____

Beberapa hari setelah terbunuhnya monster gurita itu, aku dipanggil pahlawan desa oleh para warga.

"Ada apa sih pagi-pagi ribut sekali,"

terdengar suara ribut sekali di luar dan membuatku bangun.

"Selamat pagi, ada apa di luar?" Lia yang tidur di sampingku pun ikut terbangun.

"Entah, aku juga baru bangun, kenapa kamu tidur di sini lagi?" Aku sentil jidatnya, setiap harinya aku dipaksa oleh Paman Bob untuk tidur dengan Lia. Tadi malam aku dibiarkan tidur sendiri, namun Lia malah kembali ke sini setelah aku tertidur.

"Nenek menyuruhku untuk menemanimu," 

"Apa sih yg dipikirkan nenekmu?"

"Sudahlah ayo keluar." Lia menarikku keluar kamar.

"Kami mohon, ini satu-satunya harapan kami." Ada orang yang terlihat memohon kepada paman Bob. Sepertinya dia bukan warga desa ini karena wajahnya cukup asing bagiku.

"Ada apa paman?" Aku mendekat ke arah mereka.

"Itu dari desa sebelah meminta tolong untuk membantu desanya." Paman Bob menunjuk ke arah pria itu.

"Pak kepala desa apakah dia orangnya?" Orang itu bernama Robert, lalu dia berdiri dan menghampiriku.

"Iya, namanya Al, untuk sementara tinggal di rumahku," paman Bob

"Ehh kepala desa? Kenapa aku baru tau?"

"Ahahaha kau tidak bertanya," 

"Perkenalkan tuan Al, saya Robert dari desa sebelah." Robert menyalamiku.

"Ada urusan apa denganku?"

"Duduk dulu Al!" Paman Bob menepuk sisi sebelahnya, menyuruhku untuk duduk di sampingnya. Aku segera ikuti instruksi paman dan Robert pun kembali ke tempatnya.

"Baru-baru ini ada segerombolan serigala yang menyerang desa kami. Padahal biasanya mereka hanya mencuri hewan ternak kami, namun beberapa warga kami terluka karena melawan balik," Robert

"Monster serigala?"

"Werewolf," jawabnya.

Walau sudah ada sihir serangan tapi susah juga untuk melawan musuh yang banyak, apalagi lari mereka pasti cepat.

"Tentu saja Al akan membantu." Paman Bob tersenyum sambil merangkulku erat.

"Ehhh tunggu dulu!"

"Apa kau tidak kasihan dengan mereka yang menjadi korban dari serangan serigala?" Mengencangkan rangkulannya.

"Iya iya baiklah, paman ikut ke sana kan?" Sambil aku tahan rangkulannya dan berusaha melepaskan, namun tenagaku kalah dari paman Bob.

"Oh tentu tidak, aku akan melaut hehe,"

"Tapi kan,"

"Tidak ada tapi tapian, apa kamu tidak bisa melakukan hal mudah itu?" Paman Bob melihatku sambil merapatkan alisnya.

"Ok baiklah! Jadi kita mau berangkat kapan?" jawabku, langsung saja paman Bob melepaskan rangkulannya.

"Terima kasih banyak, kalau bisa sekarang kita berangkat," Robert mukanya terlihat senang.

"Tunggu, aku mau mandi dulu." Aku segera pergi menuju kamar mandi.

"Aku ikut." Lia langsung mengikutiku.

"Jangan, bahaya!" Aku hentikan Lia.

"Ikut mandi kok," dengan ekspresi bingung.

"Itu juga bahaya, nanti ada ular." Sambil aku pencet hidungnya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status