Share

Part 6 : Monster Aneh

"Tuan Al?" Serigala paling besar itu berubah menjadi wujud manusia lalu berlutut di hadapanku diikuti serigala lainnya.

 

"Bagaimana kamu tahu namaku?"

 

"Oh maaf, saya hanya mendengar rumor tentang anda,"

 

Wah Segawon, sesat ini yang ngasih nama.

 

"Kau pemimpin mereka? Siapa namamu?" Padahal aku sudah tahu, tapi untuk basa-basi saja. Karena penampilan dia berbeda sendiri, yang lainnya setengah badan bagian bawahnya masih berwujud serigala sedangkan dia seperti manusia seutuhnya.

 

"Iya tuan, nama saya Segawon. Maafkan kami karena telah menyerang manusia, kami dikendalikan oleh lich (undead penyihir),"

 

"Aku sudah tau itu, tenang saja, aku tidak akan menyalahkan kalian. Untuk saat ini tenanglah dan tetap di dalam penghalangku, aku akan segera membereskannya." Aku lihat kembali menuju arah undead tadi.

 

"Baik tuan hati-hatilah,"

 

Lokasi undead itu tidak berubah, jadi aku tinggal teleport saja ke sana. 

 

Bruuuuushshshs

 

Saat aku teleport ke sana, asap hijau mengarah kepadaku. Ternyata itu sihir yang langsung dilancarkannya, untung saja penghalangku mampu menghalaunya. Tanpa sungkan aku serang dia namun dihindarinya dengan mudah. Sulit sekali menggunakan serangan dimensi pada lawan yang bergerak.

 

"Wow mirip hantu beneran, tidak napak di tanah,"

 

Dia menyerangku sambil terus bergerak, aku hanya bisa bertahan sambil menyerang walau tidak pernah mengenainya. Aku hentikan pergerakannya dengan membuat penghalang di depannya, saat dia menabrak penghalang yang aku buat, langsung aku serang hingga membuatnya terbelah. Aku serang terus-terusan hingga seperti tulang cincang.

 

"Mampus!" ucapku sedikit kesal. Karena itu bukan makhluk hidup, jadi aku tenang saja saat menyerangnya. Walau sudah terbelah menjadi kecil-kecil, namun potongan tulang itu kembali menyatu.

 

"Sudah aku duga, hadeh merepotkan." Saat aku ingin menyerangnya lagi, tiba-tiba saja keluar asap hitam di dekatnya. Muncul laki-laki dengan penampilan keren seperti bangsawan Eropa, dengan mata hitam penuh dan ada garis-garis menyilang berwarna merah dari ujung ke ujung. Aura yang dikeluarkan sangat mengerikan, dia hancurkan undead tadi hanya dengan mengibaskan tangannya. Aku sudah bersiap-siap untuk kabur tapi tiba-tiba dia berbicara kepadaku. 

 

"Maafkan anak buah saya yang bertingkah kurang ajar." Sambil berlutut di depanku.

 

Hah? Kenapa dia minta maaf?

 

"Kau siapa?" Saat aku lihat status miliknya, energi sihirnya tidak mampu dihitung. Tidak tercantum apapun dari statusnya, hanya ras demon saja yang tercantum.

 

"Sebaiknya tuan menuju kota sihir Mala. Kalau begitu saya permisi dulu tuan." Demon itu berbicara dengan cepat dan langsung menghilang begitu saja. Padahal aku belum sempat bertanya lagi kepadanya. Aku masih keringat dingin karena aura yang dipancarkannya. Setelah sedikit tenang, aku segera kembali ke kawanan serigala yang aku kurung tadi. Ternyata mereka sudah dikerumuni oleh warga desa dan terlihat para warga itu marah. Ada yang membawa golok, kampak, bahkan cangkul.

 

"Bunuh saja!" "Bakar!"

 

"Woy Robert, apa yang kau lakukan!? Buruan panggil anak muda tadi untuk membunuh para monster ini!" teriak para warga.

 

"Apa yang terjadi?" Aku mendatangi paman Robert.

 

"Maaf, aku tidak bisa mengendalikan amarah warga, untung saja ada penghalang ini yang melindungi mereka," Robert.

 

"Lah, katanya jangan sampai membunuh mereka, kenapa kalian sendiri yang ingin membunuhnya?" tanyaku bingung.

 

"Maaf, itu permintaan pribadi dari saya." Robert menundukkan kepalanya.

 

"Hei tuan muda! Kenapa kau tidak membunuh para monster itu?" Salah satu warga yang membawa golok mendatangiku.

 

"Maaf, kami semua hanya dikendalikan, kami tidak bermaksud melukai manusia," ucap Segawon dari dalam penghalang.

 

"Maaf bapak-bapak, kepala desa kalian memintaku untuk tidak membunuhnya. Lagi pula, mereka semua dikendalikan oleh Undead, jadi mereka juga termasuk korban." Aku mencoba menenangkan para warga yang marah. 

 

"Buat apa mempercayai perkataan monster itu!? mereka hanya membual agar tidak dibunuh!" seorang warga berteriak kepadaku.

 

"Aku sendiri yang melihat itu semua dan sudah aku bunuh juga undead itu! Jadi, perkataan mereka itu bukan kebohongan!" Aku naikkan nada bicaraku karena mereka terlihat ngotot.

 

"Sudah saya bilang untuk tenang kan, apabila para serigala tidak menghuni hutan ini, mungkin akan banyak monster yang akan menyerang desa kita," Robert berbicara dengan tenang.

 

"Pasti kepala desa dan anak itu bekerjasama dengan monster untuk mengambil keuntungan dari desa kita." Ada profokator yang menunjuk ke arah kami.

 

"Para serigala berubah lah!" Aku kesal sekali dengan mereka, segera aku pindahkan para warga yang marah tadi di dalam penghalang. Para warga panik mencari jalan untuk melarikan diri. Sesuai perintahku, para serigala yang tadinya masih berwujud manusia, kembali berubah ke wujud serigala.

 

"Kalau mau membunuh para werewolf itu silahkan saja!" ucapku kesal.

 

"Tolong selamatkan kami!" Mereka berteriak panik dan berusaha kabur namun terhalang penghalang yang aku buat.

 

"Diam! Kalian semua berisik! Kalau aku ingin merampas harta kalian, kenapa pula aku harus susah-susah melakukan ini semua? Lihatlah para werewolf itu, bahkan tidak ada yang ingin menyerang kalian," teriakku ke arah mereka.

 

"Maafkan kami karena telah menyerang desa kalian, kalau diizinkan kami ingin ganti rugi dengan cara membantu kalian, dengan kekuatan kami pasti kalian sangat terbantu," Segawon.

 

"Baiklah baiklah, kami maafkan,"

 

"Tolong jangan makan kami,"

 

Aku lepaskan penghalang di antara mereka dan Robert langsung mendekati Segawon.

 

"Kembalilah ke wujud manusia!" Aku perintahkan mereka berubah karena saat didekati Robert, mereka semua masih saja dalam bentuk serigala.

 

"Perkenalkan, saya Robert kepala desa ini. Tepat sekali, kami memasuki musim panen jadi mohon bantuannya." Mengulurkan tangannya.

 

"Saya Segawon pemimpin kawanan werewolf, tentu saja akan kami bantu sekuatnya." Mereka berdua bersalaman.

 

"Terima kasih tuan Al atas bantuannya, untuk kesalahpahaman para warga biar saya saja yang mengurusnya,"Robert

 

"Baiklah, bukankah lebih baik kalian hidup berdampingan,"

 

"Terima kasih atas idenya, akan saya usahakan agar para warga percaya terhadap mereka." Segera Robert menjelaskan kepada para warga, kami semua kembali ke desa.

 

....

 

"Ini tuan Al bayaran yang kami janjikan." Robert memberiku sekantong koin yang cukup besar.

 

"Ehh bayaran apaan?" Aku menolaknya karena tidak ada niatan dengan bayaran.

 

"Itu hasil negosiasi dengan tuan Bob,"

 

"Ohh baiklah kalau begitu aku terima, aku tidak akan ikut campur urusan kalian dengan werewolf itu. Setelah urusanku selesai, aku akan langsung kembali ke desa." Aku berjalan menuju Segawon.

 

"Baik, itu saja sudah sangat membantu. Kalau begitu, akan saya siapkan kereta kudanya." Robert buru-buru pergi namun aku hentikan.

 

"Ohh itu tidak perlu, aku bisa berpindah tempat ke tempat yang pernah aku kunjungi dalam sekejap." Aku hentikan dia.

 

"Jadi sihir yang anda gunakan untuk menghilang tadi, mampu digunakan untuk berpindah sejauh itu?" Robert penasaran.

 

"Begitulah, kalau begitu aku ada urusan sebentar dengan Segawon." Aku segera pergi menuju Segawon berada, melihat kedatanganku, dia segera menghampiriku.

 

"Tuan Al." Dia berlutut di depanku, aku sudah tidak peduli, mau jongkok, tiduran atau jungkir balik sekalipun.

 

"Segawon, aku penasaran kenapa wujudmu berbeda dengan yang lainnya?"

 

"Ini berkat evolusi dan penggantian nama yang diberikan tuan saya,"

 

"Ohh, jadi selain kamu tidak ada yang memiliki nama?"

 

"Masih ada nama bawaan dan juga untuk evolusi membutuhkan energi sihir dari orang yang menyetujui evolusi," jawabnya.

 

"Berarti tidak bisa seenaknya evolusi?"

 

"Iya tuan, tolong buat kami semua menjadi bawahan anda!" Dia tambah menunduk, mungkin agar lebih menghayati.

 

"Aku tidak perlu bawahan, tapi kalau kalian ingin evolusi akan aku bantu,"

 

"Terima kasih banyak. Mohon tunggu sebentar, saya ingin menemui tuan Robert." Saat Segawon berdiri ingin mencari Robert, Robert malah datang dengan sendirinya.

 

"Tuan Robert, bolehkah saya meminjam ruangan untuk evolusi kami?" Segawon.

 

"Baik, akan saya siapkan." Robert segera pergi lagi meninggalkan kami.

 

"Lah dia pergi lagi, jadi untuk apa dia menuju kemari?" tanyaku dalam hati bingung dengan kelakuannya.

 

"Untuk apa ruangannya?"

 

"Tuan lihat saja nanti,"

 

Setelah ruangan siap, aku beri energi sihir kepada mereka untuk evolusi. Prosesinya ternyata simpel, hanya perlu memfokuskan energi sihir kepada mereka, lalu memberi perintah untuk evolusi. Saat aku perintahkan untuk evolusi, ternyata mereka langsung menjadi wujud manusia dengan keadaan telanjang. Tentu saja aku nikmati saat-saat memberi energi bagi para wanita dan saat para pria aku berbalik badan.

 

"Hahaha kerja bagus Segawon." Aku datangi dia.

 

"Terima kasih atas pujiannya." Dia berlutut lagi.

 

"Kalau begitu, aku titip salam ke Robert ya, aku mau pulang sekarang,"

 

"Tuan pernah pergi ke kota sihir Mala?" Dengan tergesa-gesa, mungkin takutnya aku sudah pergi sebelum dia bicara.

 

"Belum pernah, kenapa memangnya?"

 

"Kemampuan tuan sangat bagus, saya kira lulusan akademi sihir,"

 

"Akademi sihir? Di kota Mala?"

 

"Iya tuan!"

 

"Ohh terima kasih infonya, aku pergi dulu." Karena ingin segera bersantai, aku langsung teleport ke dalam rumah.

 

"Lia! Apa yang kau lakukan!?"

 

Lia terlihat tidak menggunakan pakaian apapun dengan tubuhnya yang masih basah namun rambutnya terlihat kering.

 

"Oh selamat datang Al! Bisa dilihat kan? Aku habis mandi." Lia malah memutar tubuhnya.

 

"Bukan begitu, kenapa kamu telanjang di sini? Sana pakai bajumu di kamar!"

 

"Lagian tidak ada orang di rumah." Sambil menengok kanan kirinya.

 

"Ada aku di sini!" Aku tunjuk diriku sendiri.

 

"Berarti ini salahmu karena asal masuk." Sambil dia pegang pipiku.

 

"Ehh,"

 

"Kau pasti capek kan? Kalau begitu sini aku lemaskan." Lia berjalan di belakangku dan memijat pundakku.

 

"Pakai bajumu dulu sana!"

 

"Gak mau kalau tidak dipakaikan." Bergaya manja.

 

"Liaa!"

 

"Gak mau, pokoknya gak mau!" Sambil memelukku.

 

"Basah woy!"

 

"Ya dilepas pakaianmu biar gak basah!" Lia menarik bajuku ke atas.

 

"Nenek mana?"

 

"Nenek sedang menuju ke kerajaan, katanya ada sesuatu yang harus diurus. Ehh, jangan mengalihkan!"

 

"Aku capek mau tidur, karena nenek lagi tidak ada di rumah, kamu tidur di kamar nenek!"

 

"Mana bisa begitu!" Dilepaskan pelukannya lalu berjalan di depanku.

 

"Ya sudah kalau begitu, aku yang tidur di kamar nenek." Aku berjalan menuju kamar nenek Lona namun Lia segera menangkap tanganku.

 

"Aku ikut juga!" 

 

"Pakai bajumu dulu!"

 

"Iya iya." Lia segera masuk ke kamarnya, tak lama kemudian menuju kamar ini.

 

"Al ada apa?" tanyanya saat aku berdiri dan mendorongnya menuju tempat tidur.

 

"Tadi tidak mau, setelah aku pakai baju malah begini," Lia dengan santainya menurut saja.

 

"Kau tau? Dengan pakaianmu seperti itu membuatmu terlihat lebih menggoda."

 

Lia hanya menggunakan kaos tipis dan basah di beberapa bagian hingga membuatnya transparan.

 

"Katanya suruh pakai baju emm," ucap Lia tertahan saat aku cumbu dia.

 

"Al tenanglah," ucap Lia lirih.

 

 

"Kenapa?"

 

"Mmm pelan-pelan ya, aku belum pernah,"

 

Kesalahan Lia malah mengucapkan green light, tentu saja aku yang sudah nafsunya mencapai ubun-ubun tidak dapat menahannya lagi.

 

____

 

Ruang tahta Kota Mala

 

"Yang Mulia, sudah saya lakukan sesuai perintah." Demon yang sebelumnya menemui Al, berlutut di depan para Ratu Danirmala.

 

"Baguslah kalau begitu," Erin dengan cueknya duduk santai di singgasananya.

 

Tidak lama kemudian, muncullah Segawon, pemimpin dari werewolf langsung berlutut. 

 

"Maaf yang mulia." Segawon

 

"Oh iya, bagaimana denganmu?" Noe

 

"Tidak salah lagi, beliau Tuan Al,"

 

"Anak buahmu bagaimana bisa berevolusi?" Noe. 

 

"Maafkan saya yang tidak sopan meminta langsung kepada tuan Al," Sepertinya segawon disuruh erin untuk menutupi kalau semua ini atas perintahnya.

 

"Betapa beruntungnya kalian diberi kehormatan oleh Tuan Al. Yang Mulia bolehkah saya meminta kehormatan juga kepada tuan Al?" Demon hitam tadi dengan santainya berjalan di depan mereka.

 

"Tidak usah ikut-ikutan! Ada saatnya untukmu!" Erin terlihat kesal.

 

"Hmm baiklah, akan saya sangat nantikan saat-saat itu tiba, kalau begitu saya permisi." Demon tadi langsung menghilang.

 

"Baiklah kalau begitu, saya juga permisi dulu." Segawon ikut pergi.

 

"Sejak kapan Al memanggil Roh yang berevolusi ke Demon?" Noe penasaran karena selama ini dia tidak mengetahui itu.

 

"Ya, sudah lama sekali," Erin dengan cueknya.

 

"Al tidak pernah bilang sama sekali, lagi pula demon itu tidak pernah terlihat sekalipun." Noe terlihat lesu sambil menopang dagunya.

 

"Kalau secara rinci aku juga tidak tau, tapi dia beneran milik Al," Erin

 

"Maaf yang mulia." Tiba tiba Lona muncul di hadapan mereka.

 

"Lona, jadi sering sekali kau kemari, sekarang ada apa?." Noe berdiri mendatangi Lona.

 

"Mohon maaf sebelumnya, hamba ingin meminta tolong." Tidak hanya berlutut, dia sekarang bersujud.

 

"Iya, kenapa bilang saja!" Noe

 

"Bangsawan Slosom meminta perjodohan dengan cucu saya,"  nenek Lona terlihat panik sekali.

 

 

 

 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status