"Sepertinya ini bukan waktu yang tepat," ujar Lara yang semakin gemetar ketakutan.Abian sedikit bingung dengan ekspresi berlebihan sang istri, hingga telunjuk Lara mengarah ke arah jendela yang tak sepenuhnya tertutup oleh gorden. Abian pun mengikuti arah telunjuk itu.Betapa terkejutnya Abian. Seorang wanita berambut panjang yang menjuntai ke depan hingga menutupi seluruh wajahnya, sedang berdiri tanpa kaki yang terlihat menyentuh lantai. Gamis panjang yang menutupi seluruh tubuhnya tampak lusuh. Ditambah angin yang masuk melalui celah jendela, membuat gorden menyibak, mempertegas sosok yang terlihat sedikit transparan itu.Sontak, Abian dan Lara menjerit secara bersamaan sebelum keduanya saling berpelukan di balik selimut, "waaaaa!"Awalnya, Abian hanya mengarang cerita dan ingin menakuti istrinya saja, agar dia memiliki malam romantis bersama sang istri. Hal itu semata-mata ia lakukan sebab merasa segan untuk mendekati istrinya, mengingat dirinya yang sangat membenci Lea di masa l
Hawa dingin yang sebelumnya terasa seketika berubah panas. Peluh dari keduanya mulai bercampur menjadi satu. Tangan nakal Abian mulai mengerayangi bagian kancing dan hendak melepaskannya. Namun, baru satu kancing Lara yang terlepas, suara klakson panjang seketika menghentikan aktifitas mereka.Tinnn ...!"Hey! Ayo jalan! Kau membuat kemacetan!" teriak seseorang yang tengah mengetuk kaca jendela mobil Abian dengan kasar.Abian terlihat panik dan kembali melajukan mobilnya. Sementara Lara sibuk menutupi tubuhnya dengan handuk setengah basah yang sebelumnya merosot jatuh akibat ulah Abian.Nampaknya Abian tak sadar, jika sebelumnya dia berhenti mendadak di tengah jalan yang menyebabkan kemacetan panjang. Beruntungnya, orang yang mengetuk kaca mobil Abian barusan tak mengintip aktifitas mereka.Kejadian tak terduga itu membuat keduanya merasa canggung, hingga keheningan menyelimuti keduanya selama perjalanan hingga sampai di rumah."Abi—" Kalimat sambutan sang ibu urung terucap tatkala Ab
Setelah masuk ke dalam mobil Abian segera memberikan handuk kecil kepada Lara. "Pakai ini!" titahnya.Namun Lara mendorong perlahan handuk yang tengah diulurkan oleh tangan Abian padanya, sebab Lara rasa Abian lebih membutuhkan handuk itu. "Bapak pakai saja dulu, setelah itu baru saya," ujar Lara sopan.Abian yang tengah memeras kemejanya di pintu mobil yang terbuka seketika menengok Lara dengan wajah kesal, dan aktifitasnya langsung terhenti. "Aku bukan Bapakmu! Bisa tidak jangan panggil aku Pak?! Aku suamimu! Bukan Bapakmu! Berapa kali aku harus jelaskan ini? Aku bukan Bapakmu, berhenti memanggilku dengan sebutan Pak! Kau tidak mengerti ya?" ketus Abian setengah berteriak."Jadi ... panggilnya apa? Abian?" tanya Lara sedikit sungkan."Tidak sopan memanggil suami langsung dengan namanya." Abian meletakkan handuk di pangkuan Lara dan kembali memeras kemejanya yang basah kuyup."Lalu?""Panggil sayang, atau suamiku juga bisa," jelas Abian sembari tertawa jahil. Siapa sangka, Lara malah
'Aishhh! Apa yang sedang aku pikirkan?' Abian mengacak rambutnya kasar. Berusaha menghilangkan pikiran anehnya.Sedangkan Lara hanya menatap Abian heran sambil sesekali menyeruput kuah dari mangkuk esnya.Setelah hampir satu jam berlalu, nampaknya Abian mulai menyerah pada beberapa piring makanan yang bahkan belum dia sentuh ujungnya sama sekali."Sudahlah, aku benar-benar kekenyangan." Abian mendorong piring di atas meja menjauh darinya dengan wajah enggan."Ya sudah, sini biar saya yang habiskan." Tanpa ragu, Lara segera menarik piring Abian yang masih menyisakan beberapa tusuk sate di sana."Kau mau memakannya? Itu bekasku," ujar Abian heran. Sebab setahunya, sang istri sangat gila kebersihan. Bahkan untuk sekedar duduk di tempat umum pun dia harus menyemprotkan antiseptik ke sana."Mubazir jika tidak dihabiskan, lagi pula yang bekas hanya piringnya kan? Satenya masih utuh, tidak ada bekas gigitan," jawab Lara tenang sembari menikmati makanannya.Abian hanya diam. Banyak pertanyaan
****Setengah jam dalam perjalanan pulang, Abian masih termenung memikirkan keanehan yang terjadi pada istrinya. Setelah pernikahan itu berlangsung, istrinya benar-benar berubah seratus delapan puluh derajat seperti orang lain.Abian berusaha berfokus pada jalanan dan kemudi mobilnya, meski dugaan demi dugaan tak masuk akal terus berputar dalam kepalanya.Krukkk ....Tiba-tiba suara perut keroncongan mengema dalam mobil.Lara tampak tersipu malu sembari memalingkan wajahnya. 'Semoga Pak Abian tidak mendengarnya,' batinnya penuh harap.Tapi sepertinya tak sesuai harapan Lara. Abian segera membelokkan stir mobilnya ke arah kiri dan berhenti di depan penjual sate dengan tenda di pinggir jalan.'Dia kelaparan karena buru-buru takut aku meninggalkannya. Tidak mungkin aku membiarkannya kelaparan. Meski begini juga aku masih punya hati,' batin Abian sembari melepaskan sabuk pengamannya."Turun," titah Abian memberi perintah.Lara segera mengangguk setelah sekilas melirik tempat mereka berhen
Lara mengangguk cepat dengan tangan gemetaran hebat.'Selain lebih tampan, aku akan buktikan jika aku lebih baik dari pada dia,' batin Abian penuh percaya diri."Pak Abian Mahendra. Sudah lama saya tidak melihat Anda." Pemilik showroom tiba-tiba muncul dari belakang mereka dan membuat Abian segera menjauh dari Lara. Dia berdiri menghadap pemilik showroom yang saat itu sedang tersenyum ramah."Saya terakhir kali melihat Anda datang kemari sekitar dua bulan yang lalu. Apakah mobil yang terakhir kali saya rekomendasikan untuk Anda bagus? Apa sudah sesuai dengan yang Anda inginkan?" lanjut pemilik showroom penuh antusias.Abian adalah tamu istimewa di mana pun dia menginjakkan kaki. Setiap benda yang dia tunjuk dengan harga fantastis pun tak pernah dipermasalahkan. Sebab itu, dia selalu disambut di tempat semacam ini."Tidak. Mobil lamaku masih yang terbaik. Sayangnya mobil itu masih berada di bengkel sampai hari ini," jawab Abian cuek. Bola matanya mengamati deretan mobil mewah yang berj