Share

Kehidupan Baru Sahira

Sahira tanpa ragu mengetuk pintu ruang kerja Cakra yang berada tidak jauh dari kamarnya. Sesuai perintah Cakra semalam, Sahira sudah menandatangani tanpa ingin mengubah isi yang ada di dalamnya. 

“Masuk!” perintah Cakra, dari dalam. 

Setelah mendapat persetujuan dari si pemilik ruangan, Sahira pun masuk. 

“Sudah Sahira tandatangani.” Sahira meletakkan map berwarna coklat itu di atas meja kerja Cakra. 

“Tidak ada yang ingin diubah?” tanya Cakra memastikan. 

“Tidak ada,” ujar Sahira, tanpa ragu. 

“Kamu masih boleh mengubah isinya jika ada yang kurang.”

“Tidak ada.” 

Cakra menganggukkan kepalanya paham. “Baiklah. Saya anggap perjanjian ini sudah kita setujui bersama.”

“Kalau begitu aku keluar dulu.” 

“Tunggu!” cegah Cakra. 

Tangan Sahira yang sudah memegang handle pintu pun terlepas. 

“Apa lagi?” tanya Sahira. 

“Bereskan barang-barangmu, hari ini kamu akan pindah ke rumah baru,” jelas Cakra. 

“Pindah ke rumah baru, untuk apa?” 

“Kedua orang tuaku yang memintanya.”

“Lalu Asha?”

“Dia akan tetap berada di sini menemani orang tuaku.”

“Lalu kamu?”

“Sebisa mungkin aku akan membagi waktu untuk kalian berdua. Hanya saja aku akan lebih sering berada di sini menemani Asha, kamu tahukan aku sangat mencintai Asha? Tidak ada wanita lain yang bisa menggantikan posisinya di hatiku.”

“Aku tahu dan aku paham. Tidak ada niat sedikitpun membuatmu jatuh cinta padaku karena menurutku jatuh cinta itu rumit, sumber masalah, dan tekanan. Apa ada lagi yang ingin dibahas?”

“Sudah tidak ada,” jawab Cakra. 

“Kalau begitu aku keluar dulu.” lalu Sahira pun keluar dari ruang kerja Cakra. 

Pintu ditutup membuat Cakra kembali merasakan kesunyian, sejak tadi berada di depan laptop, tapi tidak ada satu pekerjaan yang ia selesaikan. Pikirannya masih kacau, pernikahannya dengan Sahira yang terjadi kemarin masih dianggap sebagai mimpi. Namun, sayangnya map coklat yang ada di depannya menyadarkannya bahwa pernikahan itu benar-benar terjadi. 

“Asha, sejak kapan kamu ada di sini?” tanya Sahira terkejut pada saat melihat Asha berdiri di depan pintu kamar Cakra. 

“Bisa ikut denganku sebentar?”

Sahira mengangguk dan mengikuti langkah Asha yang ternyata masuk ke dalam kamar Asha dan Cakra. 

“Kenapa kamu membawaku ke sini?” tanya Sahira semakin penasaran. 

Asha tidak menjawab, wanita itu berjalan ke arah meja dan membuka laci kecil di sana. Asha mengeluarkan kotak kecil beludru berwarna merah. 

“Kenapa kamu melepas cincin ini?” tanya Asha. 

“Kamu mengambilnya dari kamarku?” tanya Sahira. 

“Bukan bermaksud lancang masuk ke dalam kamarmu, hanya saja tadi aku berniat ingin membangunkanmu, tapi ternyata kamu tidak ada di dalam kamar. Aku menemukan cincin ini dan menyimpannya supaya tidak hilang,” jelas Asha agar tidak ada kesalahpahaman diantara mereka. 

“Aku memang melepas cincin ini, aku merasa tidak pantas memakainya karena aku menikah dengan suami sahabatku sendiri. Mana mungkin aku bisa bahagia diatas penderitaanmu, Asha?”

Asha tersenyum tipis, ia meraih jemari Sahira dan memakaikan cincin pernikahan itu di jari manis Sahira. 

“Pakai cincin ini terus sampai nanti waktunya tiba. Aku memang sangat sedih atas pernikahanmu dan Mas Cakra, tapi pernikahan itu terjadi karena rencanaku, jadi kamu jangan berpikir menyakitiku.”

“Kamu tahu aku akan pindah dari sini ke rumah baru?” tanya Sahira. 

“Aku tahu.”

“Apa kamu tidak ingin pindah rumah juga? Setidaknya rumah kita tidak berjauhan.”

Asha terkekeh pelan. “Kamu tahu kenapa aku tidak pindah dari rumah ini, Sa.”

Sahira diam seakan menyesal mengatakan itu. “Maaf.”

“Sahira, sebaiknya cepat bereskan barang-barangmu. Setahuku nanti siang kamu akan dibawa Mas Cakra ke rumah baru.”

“Ya sudah, aku ke kamar dulu untuk membereskan barang-barangku.” Lalu Sahira keluar dari kamar Asha. 

“Sahira, semoga kamu tetap ingat bahwa kita ini adalah sahabat,” gumam Asha mengiringi langkah Sahira keluar dari kamarnya. 

***

Sahira sudah selesai membereskan bajunya, tiba-tiba mama mertuanya datang membawa satu gelas minuman. 

“Kenapa Asha tidak membantumu membereskan baju?” tanya Suma nampak tidak suka Sahira mengerjakan semuanya sendiri. 

“Aku yang melarangnya, Mah, lagian bajuku sangat sedikit,” jawab Sahira. 

“Ini diminum dulu.” Suma memberikan segelas minuman yang ia buat tadi. 

“Apa ini, Mah?” tanya Sahira menatap heran karena aroma yang sangat asing. 

“Ini jamu supaya kamu cepat hamil. Mama juga sudah membuat satu botol besar untuk kamu bawa ke rumah baru nanti.” Suma menjelaskan dengan raut wajah penuh bahagia. 

Sahira mengernyit karena aromanya memang tidak enak, namun Sahira tetap minum sampai habis supaya Suma senang dan Sahira sangat berharap apa yang dikatakan mama mertuanya benar. Wajah Suma semakin bahagia karena Sahira berhasil menghabiskan jamu yang dibuatnya. 

“Mama senang kamu mau menghabiskan jamu ini, tidak seperti Asha yang selalu menolak dengan berbagai alasan.”

“Rasanya memang tidak terlalu buruk, tapi aromanya sangat menyengat, pantas saja Asha tidak mau minum,” kata Sahira, tanpa segan di depan mama mertuanya. 

“Aroma tidak menjadi masalah, buktinya kamu bisa menghabiskan jamu itu. Yang terpenting kan manfaatnya,” ujar Suma. 

Ditengah percakapan Suma dan Sahira, Cakra datang dengan wajah datar. 

“Kalau sudah selesai beres-beresnya cepat turun ke bawah dan langsung berangkat ke rumah baru,” kata Cakra, tanpa basa-basi. 

“Sudah selesai kok,” jawab Sahira. 

“Cakra, nanti malam kamu bermalam di rumah Sahira, ‘kan? Mama sudah buatkan jamu untuk kalian berdua minum. Jamu itu harus habis, satu minggu depan Mama akan buatkan lagi,” ujar Suma, penuh rasa bahagia. 

“Sahira, cepat turun ke bawa! Aku tidak ada waktu karena nanti langsung ke kantor ada pertemuan penting.” Cakra langsung melenggang pergi. 

“Sahira, cepat kamu turun ke bawah. Jamunya biar Mama saja yang ambil di dapur.” Suma pun keluar dari kamar Sahira. 

Sahira menghela napas kasar, ia merasa di rumah baru nanti akan ada peran baru yang pastinya membuat mentalnya kembali di kuras habis-habisan. 

“Tunggu apa lagi?” tanya Cakra pada saat Sahira tidak kunjung masuk ke mobil padahal Cakra sudah sejak tadi menunggu. 

“Mama sedang mengambil jamu,” jawab Sahira. 

Mendengar jawaban Sahira membuat Cakra berdecak kesal. Sebenarnya Cakra masih kesal pada sang mama, itulah sebabnya mengapa sejak tadi Cakra berada di dalam ruang kerja. 

“Ini jamunya, jangan lupa diminum setiap hari menjelang tidur. Bukan hanya Sahira saja yang minum, tapi kamu juga Cakra,” kata Suma. 

“Iya, Mah, pasti Sahira akan meminum jamu ini sampai habis.”

“Masuk!” perintah Cakra pada Sahira yang langsung dituruti oleh Sahira. 

“Sahira pamit dulu ya, Mah.”

Mobil yang dikendarai Cakra keluar dari pekarangan rumah. Di balik jendela ada Asha yang sengaja mengintip. Rasanya hati Asha seperti teriris melihat suaminya berada di satu mobil bersama perempuan lain. 

“Keputusan yang kamu ambil sangat tepat, Asha, bersiaplah posisimu akan segera digantikan Sahira.” Kemudian Suma berlalu. 

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Livyana 171
Thor jgn sampe sahira jatuh cinta duluan sm si cakra ya ......
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status