Share

Bab III:Apakah ini cinta?

“Makan yuk Da, lapar nih, dari tadi malam gak sempat makan gara-gara anak setan berulah” kataku, bukan sekali dua kali anak setan itu berulah, selalu membuatku menderita sengsara, ku pegangi perutku, rasanya semua organ pencernaanku sudah mengkerut karena kekurangan nutrisi.

“Anak setan?” tanya Irine heran saat pertama kali mendengar istilah itu.

“Iya, sepupuku, kelakuannya aneh pokoknya kayak anak setan,” jelasku singkat pada Ida dan Irine.

“Aku juga punya adik kecil yang nakal banget, berarti dia ‘anak setan’ juga dong?” kata Ida sambil tertawa terbahak-bahak mengingat kelakuan adiknya.

“Yah, bisa jadilah, ayo, keburu antreannya panjang,” kataku, segera kutarik tangan Ida dan  Irine, ku seret mereka menuju kantin.

 Belum berapa menit sejak bel istirahat berbunyi, kantin yang luasnya hanya sepenggal dusta itu sudah dipenuhi siswa-siswi yang kelaparan, ada apa dengan orangtua jaman ini? Tidak dikasih sarapankah anak-anaknya? Atau memang mereka semua tukang lapar? Ah, persetan dengan semua itu, aku sudah laparrr, bisa-bisa aku mengamuk di kantin ini gara-gara kelaparan.

“Rin, kamu pesan minum sana, terus Ida, kamu cari meja, masa’ tiap makan kita duduk di parkiran terus,” perintahku pada mereka, yah, nasib adik kelas, sok baik dan manis dulu, mengalah sama kakak kelas kalau meja kantin penuh yang mau gak mau duduk di parkiran, nanti setelah jadi kakak kelas, baru waktunya pembalasan dendam, bahkan meja kantin akan ku beri tanda tangan, nama terang, dan cap stempel!!! Sementara untuk sekarang nge-gembel dulu lah.

“Oke, aku pesen nasi+gorengan ya, sambelnya yang banyak” pesan Irine, kami harus berbagi tugas, agar kami dapat makan dengan cepat dan tenang. 

“Oke deh, kita pesan makan sama semua saja ya, biar tidak pindah-pindah, masalahnya antriannya itu loh” kataku memperjelas jenis makanan yang akan kami pesan.

Deretan antrian  di ibu yang jual nasi dan gorengan itu panjang dan rame banget. Apalagi aku anak baru, aku pun harus berteriak biar ibu itu denger pesananku,

“Bu, nasi dan gorengan tiga, aaarrgh!” teriakku, tapi kakiku diinjak oleh kakak kelas, “Tahan Jana, tahan” kataku dalam hati, kutahan, kutarik kakiku pelan-pelan, dan akhirnya bebas.

“Bu, tiga bu, tigaaa nasinyaa!” teriakku lagi.

“Nih, dua ya!” kata ibu itu sambil menyodorkan satu piring nasi, lengkap dengan lauknya.

“Lohh, kok hanya satu?” heran aku sama ibu itu, sudah kubilang tiga, malah dikasih satu, terus dia bilang apa tadi? Dua? Dua darimanaaa? Sabar, sabar, sudah lapar tak tertahankan sekarang harus menahan emosi dari segala penjuru lagi, huh.

Kuambil nasi itu, kemudian, ehh, ehh kedua kakiku diinjak kakak kelas, lalu kucabut kakiku dengan sekuat tenaga dari himpitan kaki-kaki jahanam itu, aku pun hampir terjatuh, dan…

“Arrghh” teriakku, tak sadar aku merangkul orang yang berdiri di samping kiriku karena aku hampir jatuh. Sosok itu tinggi dan putih. Dia kaget, kami berdua saling berpandangan sesaat, dia melongo, aku tak kalah kaget dan juga melongo.

“Cieee, hahahahaha,” kata cowok lain yang disampingnya, saat tertawa matanya sipit segaris, “si mata sipit segaris” dan cowok yang ku rangkul pundaknya adalah Aditian. Sial!

“Eh, maaf ya, gak sengaja” kataku sambil cepat-cepat pergi sebelum mukaku blushing seperti tomat karena malunya. Masih kudengar tawa Dito, si mata sipit segaris itu.

Aku menghampiri Ida dan Irine yang sudah duduk manis dengan 3 capuccino dimeja.

“Kenapa mukamu kok bersemu merah gitu” tanya Ida tanpa basa-basi.

“Kalian gak tahu apa yang barusan menimpa sahabatmu ini?” tanyaku kepada mereka, tapi terlebih juga kepada diriku sendiri, kenapa aku blushing? 

“Gak tahu! Emangnya kenapa? Kamu ketemu Lee Minho atau Song Joong Ki?” tutur Ida sambil ketawa.

“Karena keadaan rame jadi gak ada yang sadar kalo aku tadi meluk cowok astral gila itu!” pikirku dalam hati.

“Syukurlah,, ehm, gak apa-apa kok, makan,” kataku dengan nada yang ku buat-buat yang malah terdengar aneh karena sebenarnya aku sedang susah payah mengatur nafas dan dentuman detak jantungku yang tak karuan. 

“Kok cuma satu sih Jan, punya kami?” protes Irine yang melihatku makan sendiri.

“Oh, ya, emm, kalian ambil sendiri ya, aku udah bayar kok tadi” mohonku dengan senyum lebar. 

★★★★★★★★★★★★★★★★★★★

“Pulang duluan ya, Jan” pamit Ida, katanya dia harus jemput adiknya pulang sekolah, jadi dia terburu-buru.

“Oke deh, salam ya, buat ‘saudara setan’ ” tambahku, tapi dia udah keluar kelas duluan, sedangkan aku masih berkutat dengan tugas fisika yang sulit dengan kelompokku.

“Akhirnya selesai, besok tinggal print makalahnya, terus kita presentasi,” kataku kepada teman-teman sekelompok.

Aku mencari Irine, tapi tidak kutemukan diantara teman-teman lain, akhirnya aku memutuskan untuk langsung pulang.

Didepan gerbang kulihat ada Aditian and the geng, Dito dan Andy, sejak kapan merka dekat? Mereka berdiri sambil memperhatikan setiap orang yang lewat.

“Aduh, ngapain sih mereka disitu” gumamku sambil merapatkan jaket abu-abu miliku menutupi nama, mana gak ada jalan keluar lain lagi, kenapa sih ini sekolah cuma punya satu pintu gerbang? Buat enam kek!

“Jangan-jangan, Aditian sudah tahu identitasku, duhh, tamat riwayatku hari ini, mana Irine dan Ida sudah pada pulang lagi,” omelku semakin cemas.

 Karena takut diapa-apakan sama mereka, akupun menunggu mereka pulang, terjebak dan aku baru bisa pulang jam 4 sore.  Sial!

★★★★★★★★★★★★★★★★★★★

“Hai, apa kabar?” smsku pada Aditian, mengawali percakapan online.

“Lu maunya apa sih, gua tuh udah ada yang punya jadi jangan ganggu gue” balasnya ganas.

“Lu pikir gua gak kenal siapa lu, Aditian, orang sombong yang dengan penyesalan seumur hidup pernah gue ajak kenalan, mana mungkin ada yang mau dekat sama orang sombong kayak lu!” balasku panjang lebar.

“Lu kalo ngomong seenaknya jidat lu, ya!” balasnya lagi, mana dia ngatain jidatku lagi, anak siapa sih ini?

 Pokoknya setiap malam kalau gak ada kerjaan dan jika si “anak setan” itu gak mengganggu aku bisa mengganggu Adit dengan meminjam sifat setan “anak setan” (?).

★★★★★★★★★★★★★★★★★★★

“Woy, aku dapat kontak f******k-nya Aditian, nih,” kata Irine menyodorkan layar hpnya tepat didepan mukaku.

“Mana?” tanyaku antusias, kayak anak kecil yang dapat hadiah besar.

“apaan gak ada apa-apanya, foto profilnya aja anjing, gak ada cewek atau juga kontak cewek atau komentar dari cewek begitu?” komentarku setelah mengetahui bahwa f******k-nya kosong.

★★★★★★★★★★★★★★★★★★★

“Oh, jadi cewek kamu itu anjing!!” kataku memulai sms.

“Jaga ya, itu mulut, gak pernah sekolah apa? lu gak tau diri banget ya, jadi orang!!!” tulisan smsnya  terbaca seperti orang yang marah, bukan, marah sekali.

“Mati, dia marah, gimana nih?” tanyaku dalam hati “tapi aku benar kan, emang cuma ada gambar anjing di facebooknya kok”

“Sorry ya, bukannya aku bermaksud untuk mengejek pacarmu, tapi foto profilmu yang di f******k gambar anjing kan?” sms ku menjelaskan.

“Maaf Dit, aku gak bermaksud menghina atau bagaimana ya” jelasku lagi dalam sms.

 Malam itu untuk pertama kalinya, aku merasa bersalah sudah bicara kasar sama dia, sekitar 10 kali aku sms dia, tapi tidak ada balasan

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status