Share

Penguntit Pagi

Author: Iris Prabowo
last update Last Updated: 2025-03-10 23:57:07

Hai, Baron! Jangan lupa hari ini ada jadwal kencan paket standar dengan klien bernama Zara, di apartemen Cendana Hill, jam sepuluh pagi.

Suara notifikasi pengingat jadwal milik Faux Love sangat berisik. Sudah seharusnya agency mengganti jenis suara personal assistant Ai dengan suara perempuan yang lebih dewasa, feminim, dan lembut. Bukan suara khas loli anime yang nyaring memekik telinga seperti sekarang.

Baron membaca layar berulang-ulang, memastikan kalau kliennya hari ini benar-benar the girl next door. Ada apa lagi dengan perempuan itu? Bekas gigitan yang lalu belum memudar, apa mau ditambah lagi?

Ia menghela nafas panjang, menarik selimut, melanjutkan lagi tidur setelah melihat jam masih menunjukkan pukul delapan.

Seperti masih berada di alam tengah-tengah mimpi, antara sadar dan tidak sadar, Baron merasa jempol tangan kirinya basah lalu menyentuh sesuatu yang lembut dan hangat. Sentuhan lembut dengan ritme hisap berulang.

Krawk

"AGGHH..."

Tiba-tiba jempolnya digigit. Baron kaget, melompat dari kasur sambil menarik selimutnya. Dan ia melihat Jazz berbaring di sisi lain kasur, sambil tertawa-tawa.

Bagaimana caranya bisa masuk ke kamar? Sejak kapan dia disini?

"Salahmu, pintu tidak dikunci."

Ia menepuk dahi, mungkin tadi subuh saat keluar membuang sampah lupa mengunci lagi pintu apartemen.

"Oh, jangan salahkan aku juga jika berbuat nekat.."

Baron menarik kaki perempuan itu, membuatnya lebih merapat. Baron memeluk Jazz dari belakang. Ia menjadikannya seperti guling, mengunci hingga tidak bisa bergerak.

"Apa ya hukuman yang tepat untuk penguntit kecil, seperti kamu?," lelaki itu berkata sambil mencium-cium tengkuk belakang Jazz.

Sensasi goosebumps menggerayangi, Jazz bergidik geli.

"Hukuman? Hei, hari ini aku klien kamu. You should pemper me, like a princess."

"Oh ya? Lalu kepentingan apa yang membuat princess datang kesini?," Baron berkata sambil masih menciumi leher Jazz. Perempuan itu dibuatnya tidak bisa berkutik, membeku.

"Temani aku datang ke festival musik, mantanku datang juga, dia ingin bertemu dengan kamu."

Baron berhenti mencium dan membalikkan tubuhnya. Kini posisinya berada diatas, ia memandang Jazz dengan tatapan dingin.

"Ternyata masih belum bisa move on dari mantan,"

Jazz menggeleng, "Aku ingin membuktikan padanya, kalau pacarku sekarang, lebih baik dari dia."

"Jadi menurutmu, aku lebih baik?"

"Hmm... ya, sebagai pacar se-wa-an."

Baron memeluk Jazz lagi, kali ini dengan lebih lembut.

"Masih terlalu pagi membicarakan rencana balas dendam mantan, lebih baik temani aku tidur sebentar saja."

There's no better way to wake up than with a warm morning hug.

***

Sudah satu jam tertidur, satu jam tersisa sebelum acara festival musik. Sebenarnya ia sangat malas untuk datang ke acara ramai berisik seperti itu. Tapi demi gengsinya di depan Sam, ia harus datang.

Seseorang yang tidak mengenakan baju, hanya memakai celana dalam, berdiri di samping tempat tidur. Jazz terkejut, ia melempar bantal pada Baron yang baru selesai mandi.

"Pakai bajumu!" ketusnya, memalingkan wajah ke arah lain.

Baron berdiri menghadap cermin mengeringkan tubuh yang basah dengan handuk. Jazz memandang pantulan lekuk tubuh bidang dengan otot-otot yang padat. Ugh, postur yang hugable, ternyaman. Pantas saja ia bisa nyenyak tertidur dalam pelukannya tadi.

"Don't bite me, please," kata lelaki itu menangkap mata dahaga milik Jazz. Tubuhnya terus dipandangi tanpa berkedip.

"Hah? Kamu pikir aku hewan buas kelaparan?"

Jazz melompat dari kasur mendekati sosok yang sedang menyemprotkan parfum di badan. Wajahnya tepat menghadap ketiak Baron.

"You're looking tasty. Can i take a bite?" tutur Jazz lembut, sambil menggigiti bibir bawah. Matanya memandangi lapar leher laki-laki itu. Tidak biasanya nafsu menggigit muncul di saat seperti ini, padahal dia tidak sedang marah atau emosi meluap.

Baron menggeleng, menolak lembut keinginan aneh Jazz. "Tapi kamu boleh menjilatnya, sekali."

Jazz mengangkat kedua tangan. Laki-laki itu menangkap lalu menggendongnya dari depan. Tanpa aba-aba, ia mendekati leher Baron lalu memberikan sebuah jilatan panjang, menyusuri leher tegas milik lelaki itu.

Baron menelan ludah, berusaha menahan gejolak yang naik saat perempuan itu membasahi lehernya. Mata mereka saling berpaku tatap beberapa detik.

"Sudah?"

"Sudah!"

"Boleh turun?"

"Oke!" sahut Jazz mengangguk cepat, memperlihatkan mata yang berbinar puas.

Satu hal yang lelaki ini mulai ketahui, Jazz agresif dan pengendali. Tipe dominan, dan... dia menyukainya!

***

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Iris Prabowo
Baron aduh Baron
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Rental Pacar Gratis Cinta   Pengunduran Diri

    Jazz masih terbayang senyum misterius Oliver. Senyum yang menyimpan rahasia gelap, senyum yang membuatnya merasa tertarik dan takut. Dia memeluk boneka anak perempuan yang diberikan Oliver, tanpa ada perasaan aneh atau curiga. Mata boneka itu bercahaya, memancarkan sinar merah seperti lampu. Jazz terkejut, menjatuhkan boneka itu ke bawah, tepat di ujung sepatunya. Boneka itu bergetar, mengeluarkan suara mendesis.Tiba-tiba sebuah tangan meraih boneka itu, lalu melemparkannya ke taman. Dalam hitungan detik, ledakan dahsyat mengguncang rumah Oliver, api dan asap hitam membubung tinggi.Jazz terbelalak, tidak percaya dengan apa yang baru saja dilihatnya. "Apa... apa itu?" tanyanya, suaranya bergetar."Bom," jawab Baron singkat, matanya menatap rumah Oliver dengan penuh kebencian. "Oliver... dia kakak Hans."Tubuh Jazz seketika bergetar. Ia tak menyangka kalau kedua pria itu memiliki relasi satu sama lain. Hans, pria psikopat itu... bekerjasama dengan Oliver untuk menjebaknya. Sepertinya

  • Rental Pacar Gratis Cinta   Tuan Berwajah Dingin

    Flamboyan Residence, nomor tiga puluh sembilan. Jazz menatap alamat yang tertera di handphone nya, jantungnya berdebar kencang. Rumah mewah bergaya american klasik itu berdiri kokoh di hadapannya, dikelilingi taman yang luas dan terawat rapi. Beberapa mobil mewah terparkir di halaman, Porsche, Bentley, dan Range Rover.Dia tak mengira kalau Karina memberikan pekerjaan level VIP. Perempuan itu melakukannya tanpa izin, padahal Jazz selalu menolak menerima pekerjaan klien level tersebut. Ini kali pertamanya, dan Jazz merasa gugup. "Oliver," gumamnya, mencoba mengingat nama kliennya. "34 tahun, pengusaha sukses, dan... pelukis?"Karina telah memberinya arahan singkat: satu hari penuh kencan, paket VIP senilai 15 juta rupiah. Jazz menelan ludah, membayangkan apa yang akan terjadi di dalam sana. Klien VIP bersedia membayar mahal bahkan tak pelit memberi bonus, tapi keinginan mereka pasti mendapatkan layanan kontak fisik plus plus. Dengan langkah ragu, Jazz menekan bel pintu. Pintu terbuk

  • Rental Pacar Gratis Cinta   Keegoisan Karina

    Baron menatap kepergian Jazz dengan perasaan bersalah. Dia menoleh ke arah Karina, wajahnya berubah serius. "Apa yang kamu lakukan padanya?" Karina mengangkat bahunya. "Aku hanya memberikan surat peringatan. Dia tidak profesional. Dia tidak menjalankan tugasnya." "Kamu tidak seharusnya bersikap seperti itu. Kamu seharusnya lebih peduli dengan keamanannya, bukan hanya keuntungan agensi." "Keamanan? Dia hanya trauma, Baron. Itu bukan alasan untuk tidak bekerja." "Trauma itu bukan hal yang sepele, Karina. Kamu tidak mengerti. Dia membutuhkan waktu untuk pulih." "Pulih? Dia sudah punya waktu dua minggu, Baron. Itu lebih dari cukup," balas Karina, suaranya meninggi. "Kita bukan panti rehabilitasi, kita agensi profesional. Kita punya klien yang harus dilayani." "Tapi, kita juga punya tanggung jawab terhadap talent. Kita tidak bisa memperlakukan mereka seperti robot. Mereka punya perasaan, mereka punya batasan." "Batasan? Jazz yang membuat batasannya sendiri, Baron. Dia yang me

  • Rental Pacar Gratis Cinta   Surat Peringatan Agensi

    Kotak masuk email Jazz berkedip, menampilkan pesan baru dari Karina. Jantungnya berdebar kencang, firasatnya berubah buruk. Surat peringatan. Dua minggu absen tanpa kabar. Dua minggu menolak setiap tawaran pekerjaan pacar rental. Karina tidak main-main. "Jazz, kau melanggar kontrak, kau tidak profesional. Kau mengecewakan agensi. Segera datang ke kantor, atau aku akan mengambil tindakan lebih lanjut." Jazz menghela nafas panjang, menatap layar laptopnya dengan nanar. Dia tahu, ini tidak bisa dihindari. Dia harus menghadapi Karina. Dia harus menjelaskan semuanya. Tapi bagaimana dia bisa menjelaskan ketakutannya? Bagaimana dia bisa menjelaskan trauma yang masih menghantuinya? Langkah Jazz terasa berat saat menyusuri lorong kantor Faux Love. Dinding-dinding putih yang biasanya tampak cerah, kini terasa dingin dan mengintimidasi. Setiap pasang mata yang menatapnya seolah menuduh, menghakimi. Jazz merasa seperti terdakwa yang akan segera dijatuhi hukuman. Padahal, dia sama sekali tida

  • Rental Pacar Gratis Cinta   Dua Lelaki Itu, Milikku!

    "Gue menginap disini ya, Jazz!" Malam semakin larut, dan Sena memutuskan untuk menginap di apartemen Jazz. Mereka berbaring di tempat tidur, bersiap untuk tidur. Namun, Sena masih belum berhenti menceritakan perasaannya pada Joshua. Ia terus mengoceh tentang betapa sempurnanya Joshua, betapa romantisnya Joshua, dan betapa bahagianya ia saat bersama Joshua. Jazz mendengarkan dengan sabar, sesekali memberikan komentar singkat. Namun, ia mulai merasa lelah dan ingin segera tidur. Akhirnya, ia menutup telinganya dengan bantal, berpura-pura sedang mendengarkan musik. Sena, yang tidak menyadari keengganan Jazz, terus bercerita dengan semangat. Ia mengeluarkan handphone miliknya dan membuka akun media sosial Joshua. "Lihat ini, Jazz!" serunya, menunjukkan layar ponselnya. "Dia keren kan?" Jazz hanya bergumam pelan, masih berpura-pura tidak mendengar. Sena melanjutkan, "Dan lihat ini, Jazz! Dadanya bidang, lekukan ototnya padat, bayangkan jika bisa memeluknya setiap hari. Kyaaaa.... "

  • Rental Pacar Gratis Cinta   Sena Jatuh Cinta

    Silau yang mengintip dari jendela kamar, membuat Jazz terbangun. Bingung, ia mengerjapkan matanya untuk menyesuaikan diri dengan cahaya pagi yang masuk. Ia terkejut mendapati dirinya tidur di antara Baron dan Simon. Ia tidur di lengan Simon, namun tangan Baron juga melingkar posesif di pinggangnya. Ia lupa sejenak bahwa semalam mereka bertiga tidur bersama. Saat ingatannya kembali, Jazz merasakan jantungnya berdebar kencang. Ia merasa aneh dan malu, namun ada sensasi geli yang tak bisa ia pungkiri. Ia menggerakkan tubuhnya perlahan, mencoba melepaskan diri dari pelukan mereka tanpa membangunkan keduanya. Namun, pergerakannya membangunkan Baron. Pria itu membuka matanya, menatap Jazz dengan senyum hangat. "Selamat pagi, sayang," bisiknya, lalu mencium bibir Jazz sekilas. Jazz tersentak, terkejut dengan ciuman tiba-tiba itu. Ia menatap Baron dengan bingung, lalu melirik ke arah Simon yang menggeliat, baru bangun tidur. Jazz tampak canggung dan salah tingkah. Baron, yang menyadari p

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status