Share

Rentenir Of Love
Rentenir Of Love
Author: Tatya Miranthy

Ancaman

Sebuah mobil Jeep berhenti tepat di samping Zalila, membuatnya terkejut dan menghentikan langkahnya. Dua pria terlihat turun dari mobil itu. Satu pria berbadan kekar memakai kaus berwarna hitam dengan rompi jeans biru tanpa lengan satu pria lagi berbadan kurus dengan pakaian biasa, sepertinya dia hanya asisten atau kacung saja.

Kedua pria itu menghadang laju langkah Zalila. Dengan tertawa-tawa, pria berbadan kekar itu lebih mendekat pada Zalila. Semakin  Ia mundur, semakin pula pria itu maju masih dengan tertawanya.

Panik dan ketakutannya Zalila, semakin membuat dua pria itu kegirangan. Zalila berusaha ingin menghindar dan berniat lari, namun tembok di samping kirinya menghalanginya serta mobil Jeep itu menjaganya dari samping kanan, ditambah pria berbadan kurus itu dengan sigap berlari menghadang dari belakang.

"Mau lari kemana, nona manis?" ledek pria berbadan kekar itu.

"Kau tidak akan bisa lari kemana-mana," katanya lagi.

Setiap pria berbadan kekar itu usai berucap disambut gelak tawa pria berbadan kurus dibelakang Zalila.

"Jangan dekat!" pekik Zalila.

Lagi-lagi, mereka tertawa dengan renyahnya. Kemudian memberi kode kepada pria kurus, agar segera menangkap Zalila.

"Lepaskan!" teriak Zalila, berusaha melawan. Sebuah bungkusan plastik kresek berwarna hitam jatuh, lepas dari pegangannya.

Mendengar teriakkan Zalila, pria itu membekap mulut Zalila,dan menahan tangannya agar tidak berontak.

"Cepat, bawa masuk gadis itu sebelum ada warga memergoki kita lagi!" titah pria berbadan kekar, lalu segera masuk ke mobil untuk kembali memegang kendali setirnya.

Ini memang kedua kalinya Mereka berusaha menangkap Zalila, setelah usaha pertama mereka gagal karena ada seorang warga yang melihat mereka lalu meneriaki mereka, hingga membuat mereka lari terbirit-birit.

Kali ini nasib baik sedang tidak berpihak pada Zalila, Ia berhasil dimasukkan ke dalam mobil Jeep yang mulai melaju kencang.

"Kalian itu tidak malu ya, dengan badan yang besar kalian melawan wanita?" ledek Zalila usai dibiarkan bebas tanpa dibekap lagi.

"Diam, Kau!" teriak pria berbadan kurus di samping Zalila.

Gertakan pria itu berhasil membuat Zalila yang berbadan kecil menjadi ketakutan.

Zalila, gadis berusia 23 tahun itu kini pasrah tanpa perlawanan lagi.

Terus melaju kencang Jeep itu, hingga berhenti di sebuah rumah mewah berlantai dua dengan pilar-pilar kokoh tinggi hingga sampai ke lantai dua rumah itu.

"Turun!" teriak pria berbadan kurus sambil menarik tangan Zalila.

"Tidak bisa kah, kalian bersikap lembut pada wanita? bukan kah Ibu kalian juga wanita?" ucap Zalila, tak menerima perlakuan kasar mereka.

Tak terpengaruh dengan ucapan Zalila, dua pria itu tetap membawa paksa Zalila untuk masuk lebih dalam ke rumah itu.

Di dalam rumah itu, sudah ada duduk seorang pria lagi. Namun laki-laki ini lebih tua usianya sekitar lima puluh tahun kira-kira. Ia bernama Betara Subekti. Berbadan sedikit gendut, dengan pakaian layaknya juragan.

"Ini, Tuan. Gadis ini telah berhasil kami tangkap," ujar pria berbadan kekar.

"Lepaskan, dia!" titah Betara dengan suara beratnya.

Pria berbadan kekar itu menoleh pada pria berbadan kurus, memberi kode untuk melepaskan Zalila.

Zalila memegangi pergelangan tangannya, merasa sedikit perih akibat cekalan kuat si pria kurus.

Melangkah maju, Betara mendekati Zalila.

"Bagaimana, kapan Kau bisa membayar hutang mu?" tanyanya pelan.

"Tuan, Saya belum bisa membayarnya untuk saat ini," sahut Zalila.

"Tapi Saya sedang berusaha mencari uang," lanjut Zalila meyakinkan.

Wajah Betara tampak meremehkan ucapan Zalila, Ia tersenyum remeh dengan sebelah bibir terangkat.

"Sampai Kau mati cari uang, hutang mu tidak akan bisa kau bayar," sahut Betara.

"Sudahlah, serahkan saja tanah kebun di samping rumah ibumu itu, lalu saya akan membeli rumah mu juga. Enak, bukan? sudah hutang lunas dapat uang pula," lanjut Betara.

"Tidak akan, Tuan. Hanya rumah itu milik kami satu-satunya. Kami akan tinggal dimana jika rumah itu kami serahkan," lirih Zalila.

Zalila hanya seorang gadis lemah, saat ini Ia seperti sedang dikepung oleh pria yang jauh lebih besar darinya, sungguh tidak seimbang.

Pria-pria yang tidak punya perasaan dengan terus-menerus menekan Zalila, demi untuk mendapatkan harta yang tidak seberapa milik Zalila dan Ibunya.

Jika tidak karena terpaksa, Zalila pun tidak akan meminjam uang kepada Tuan Betara ini. Sayangnya, uang dengan jumlah besar hanya bisa Ia dapatkan dari Tuan rentenir ini. Dengan perjanjian pembayaran setiap bulannya dengan tambahan bunga tiap kali bayar.

Awalnya Zalila merasa Betara ini seperti pahlawan yang telah menolongnya dari kebingungannya bagaimana cara mendapatkan uang dengan cepat, agar Ia bisa segera mengobati penyakit ibunya ke rumah sakit.

Operasi ginjal yang harus segera dilaksanakan untuk Ibunya membutuhkan biaya yang besar.

Hingga bulan ketiga Zalila hanya baru satu kali membayar dengan seluruh gaji dari pekerjaannya sebagai pelayan di sebuah restoran, itupun belum berikut bunganya. Alhasil, hutang Zalila semakin bertambah dengan bunga yang terus mekar.

Pada dasarnya Betara ini memang mengincar rumah dan tanah yang ditanami sayur-mayur di samping rumah itu. Rumah yang ditempati Zalila dan Ibunya, adalah peninggalan dari Bapaknya. Letak yang strategis, membuat Betara merencanakan untuk membangun toko di tanah itu.

Sejak masih ada Bapaknya Zalila, Betara sudah berusaha untuk mendapatkannya. Namun selalu ditolak keras oleh Bapaknya. Betara harus mengalah mundur, karena Bapak Zalila adalah orang yang disegani di kampung itu. Selain suka menolong, Bapak Zalila pun suka memberi. Hal itulah yang membuatnya di segani.

"Bukankah tadi saya sudah katakan, Saya akan membayar rumah itu. Kau bisa menggunakannya untuk mencari tempat lain." Betara mulai membujuk.

"Tidak! Saya yakin Tuan akan membayar dengan seenak hati, Tuan," lantang Zalila.

Tepat sekali perkiraan Zalila, Betara memang seperti itu. Sudah banyak warga yang menjadi korbannya. Tak berbeda strategi yang lancarkan pada Zalila, hal yang sama pun terjadi pada warga lainnya. Mereka terpaksa memberikan tanah mereka sebagai bayarannya. Walaupun akan disesuaikan sebesar hutang, tetapi tetap saja Betara mengambil keuntungan lebih besar.

"Tidak, Zalila. Khusus untuk mu, Saya akan membayar sesuai yang kau mau," rayu Betara, mencolek dagu mungil Zalila.

Zalila mengelak, menghempas kasar wajahnya kesamping.

"Sudahlah, Kau sendirian di sini. Tak akan ada yang membelamu." Betara semakin mendekati Zalila. Kedua anak buahnya yang masih setia berdiri mengawal, saling melirik dan sedikit tertawa.

"Jika tidak kau berikan pun, rumah mu itu akan tetap ku rebut. Karena kau tak bisa membayar hutang mu," bisiknya ke telinga Zalila.

"Jadi, mau sekarang kau serahkan dengan tambahan uang atau ku ambil paksa sebagai bayaran hutangmu, Zalila?" tanyanya masih dengan berbisik.

Zalila panik dan ketakutan dengan bisikan lembut itu yang sebenarnya adalah ancaman.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status