Keterpaksaan melibatkan rentenir untuk membiayai pengobatan sang ibu, membuat Zalila Arnamira harus menanggung akibat tak dapat membayar hutang. Sebagai gantinya Ia harus merawat Gala Dirga Subekti yang lumpuh, dengan tanpa di bayar. Perlakuan kasar, kerap diterima Zalila dari Gala. Sampai akhirnya, Gala dapat berjalan normal kembali. Hingga, sebuah rasa tumbuh pada keduanya. Sayangnya ada pihak ketiga yang menghalangi. Berbagai rencana jahat pun tersusun untuk memisahkan Gala dan Zalila.
View MoreSebuah mobil Jeep berhenti tepat di samping Zalila, membuatnya terkejut dan menghentikan langkahnya. Dua pria terlihat turun dari mobil itu. Satu pria berbadan kekar memakai kaus berwarna hitam dengan rompi jeans biru tanpa lengan satu pria lagi berbadan kurus dengan pakaian biasa, sepertinya dia hanya asisten atau kacung saja.
Kedua pria itu menghadang laju langkah Zalila. Dengan tertawa-tawa, pria berbadan kekar itu lebih mendekat pada Zalila. Semakin Ia mundur, semakin pula pria itu maju masih dengan tertawanya.
Panik dan ketakutannya Zalila, semakin membuat dua pria itu kegirangan. Zalila berusaha ingin menghindar dan berniat lari, namun tembok di samping kirinya menghalanginya serta mobil Jeep itu menjaganya dari samping kanan, ditambah pria berbadan kurus itu dengan sigap berlari menghadang dari belakang.
"Mau lari kemana, nona manis?" ledek pria berbadan kekar itu.
"Kau tidak akan bisa lari kemana-mana," katanya lagi.
Setiap pria berbadan kekar itu usai berucap disambut gelak tawa pria berbadan kurus dibelakang Zalila.
"Jangan dekat!" pekik Zalila.
Lagi-lagi, mereka tertawa dengan renyahnya. Kemudian memberi kode kepada pria kurus, agar segera menangkap Zalila.
"Lepaskan!" teriak Zalila, berusaha melawan. Sebuah bungkusan plastik kresek berwarna hitam jatuh, lepas dari pegangannya.
Mendengar teriakkan Zalila, pria itu membekap mulut Zalila,dan menahan tangannya agar tidak berontak.
"Cepat, bawa masuk gadis itu sebelum ada warga memergoki kita lagi!" titah pria berbadan kekar, lalu segera masuk ke mobil untuk kembali memegang kendali setirnya.
Ini memang kedua kalinya Mereka berusaha menangkap Zalila, setelah usaha pertama mereka gagal karena ada seorang warga yang melihat mereka lalu meneriaki mereka, hingga membuat mereka lari terbirit-birit.
Kali ini nasib baik sedang tidak berpihak pada Zalila, Ia berhasil dimasukkan ke dalam mobil Jeep yang mulai melaju kencang.
"Kalian itu tidak malu ya, dengan badan yang besar kalian melawan wanita?" ledek Zalila usai dibiarkan bebas tanpa dibekap lagi.
"Diam, Kau!" teriak pria berbadan kurus di samping Zalila.
Gertakan pria itu berhasil membuat Zalila yang berbadan kecil menjadi ketakutan.
Zalila, gadis berusia 23 tahun itu kini pasrah tanpa perlawanan lagi.
Terus melaju kencang Jeep itu, hingga berhenti di sebuah rumah mewah berlantai dua dengan pilar-pilar kokoh tinggi hingga sampai ke lantai dua rumah itu.
"Turun!" teriak pria berbadan kurus sambil menarik tangan Zalila.
"Tidak bisa kah, kalian bersikap lembut pada wanita? bukan kah Ibu kalian juga wanita?" ucap Zalila, tak menerima perlakuan kasar mereka.
Tak terpengaruh dengan ucapan Zalila, dua pria itu tetap membawa paksa Zalila untuk masuk lebih dalam ke rumah itu.
Di dalam rumah itu, sudah ada duduk seorang pria lagi. Namun laki-laki ini lebih tua usianya sekitar lima puluh tahun kira-kira. Ia bernama Betara Subekti. Berbadan sedikit gendut, dengan pakaian layaknya juragan.
"Ini, Tuan. Gadis ini telah berhasil kami tangkap," ujar pria berbadan kekar.
"Lepaskan, dia!" titah Betara dengan suara beratnya.
Pria berbadan kekar itu menoleh pada pria berbadan kurus, memberi kode untuk melepaskan Zalila.
Zalila memegangi pergelangan tangannya, merasa sedikit perih akibat cekalan kuat si pria kurus.
Melangkah maju, Betara mendekati Zalila.
"Bagaimana, kapan Kau bisa membayar hutang mu?" tanyanya pelan.
"Tuan, Saya belum bisa membayarnya untuk saat ini," sahut Zalila.
"Tapi Saya sedang berusaha mencari uang," lanjut Zalila meyakinkan.
Wajah Betara tampak meremehkan ucapan Zalila, Ia tersenyum remeh dengan sebelah bibir terangkat.
"Sampai Kau mati cari uang, hutang mu tidak akan bisa kau bayar," sahut Betara.
"Sudahlah, serahkan saja tanah kebun di samping rumah ibumu itu, lalu saya akan membeli rumah mu juga. Enak, bukan? sudah hutang lunas dapat uang pula," lanjut Betara.
"Tidak akan, Tuan. Hanya rumah itu milik kami satu-satunya. Kami akan tinggal dimana jika rumah itu kami serahkan," lirih Zalila.
Zalila hanya seorang gadis lemah, saat ini Ia seperti sedang dikepung oleh pria yang jauh lebih besar darinya, sungguh tidak seimbang.
Pria-pria yang tidak punya perasaan dengan terus-menerus menekan Zalila, demi untuk mendapatkan harta yang tidak seberapa milik Zalila dan Ibunya.
Jika tidak karena terpaksa, Zalila pun tidak akan meminjam uang kepada Tuan Betara ini. Sayangnya, uang dengan jumlah besar hanya bisa Ia dapatkan dari Tuan rentenir ini. Dengan perjanjian pembayaran setiap bulannya dengan tambahan bunga tiap kali bayar.
Awalnya Zalila merasa Betara ini seperti pahlawan yang telah menolongnya dari kebingungannya bagaimana cara mendapatkan uang dengan cepat, agar Ia bisa segera mengobati penyakit ibunya ke rumah sakit.
Operasi ginjal yang harus segera dilaksanakan untuk Ibunya membutuhkan biaya yang besar.
Hingga bulan ketiga Zalila hanya baru satu kali membayar dengan seluruh gaji dari pekerjaannya sebagai pelayan di sebuah restoran, itupun belum berikut bunganya. Alhasil, hutang Zalila semakin bertambah dengan bunga yang terus mekar.
Pada dasarnya Betara ini memang mengincar rumah dan tanah yang ditanami sayur-mayur di samping rumah itu. Rumah yang ditempati Zalila dan Ibunya, adalah peninggalan dari Bapaknya. Letak yang strategis, membuat Betara merencanakan untuk membangun toko di tanah itu.
Sejak masih ada Bapaknya Zalila, Betara sudah berusaha untuk mendapatkannya. Namun selalu ditolak keras oleh Bapaknya. Betara harus mengalah mundur, karena Bapak Zalila adalah orang yang disegani di kampung itu. Selain suka menolong, Bapak Zalila pun suka memberi. Hal itulah yang membuatnya di segani.
"Bukankah tadi saya sudah katakan, Saya akan membayar rumah itu. Kau bisa menggunakannya untuk mencari tempat lain." Betara mulai membujuk.
"Tidak! Saya yakin Tuan akan membayar dengan seenak hati, Tuan," lantang Zalila.
Tepat sekali perkiraan Zalila, Betara memang seperti itu. Sudah banyak warga yang menjadi korbannya. Tak berbeda strategi yang lancarkan pada Zalila, hal yang sama pun terjadi pada warga lainnya. Mereka terpaksa memberikan tanah mereka sebagai bayarannya. Walaupun akan disesuaikan sebesar hutang, tetapi tetap saja Betara mengambil keuntungan lebih besar.
"Tidak, Zalila. Khusus untuk mu, Saya akan membayar sesuai yang kau mau," rayu Betara, mencolek dagu mungil Zalila.
Zalila mengelak, menghempas kasar wajahnya kesamping.
"Sudahlah, Kau sendirian di sini. Tak akan ada yang membelamu." Betara semakin mendekati Zalila. Kedua anak buahnya yang masih setia berdiri mengawal, saling melirik dan sedikit tertawa.
"Jika tidak kau berikan pun, rumah mu itu akan tetap ku rebut. Karena kau tak bisa membayar hutang mu," bisiknya ke telinga Zalila.
"Jadi, mau sekarang kau serahkan dengan tambahan uang atau ku ambil paksa sebagai bayaran hutangmu, Zalila?" tanyanya masih dengan berbisik.
Zalila panik dan ketakutan dengan bisikan lembut itu yang sebenarnya adalah ancaman.
Dengan mendorong kursi rodanya sendiri, Gala lebih mendekat pada Zalila, Denis dan si bibi yang tengah membicarakannya."Nah, tu dia. Si tuan muda!" Pekik Denis.Zalila menatap nanar pada Gala, entah rasa apa yang dirasakannya. Ia pun tidak mengerti."Zalila!" Panggil Gala."Hey, tuan muda. Berdirilah, tunjukkan pada Zalila kalau kau sudah bisa berjalan," ucap Denis tajam.Gala tidak menyahut, Ia tetap duduk tenang pada kursi rodanya."Apa aku harus memaksamu?" Denis semakin mendekati Gala kemudian Ia memegang kerah baju Gala dengan kasar."Mas Denis!" Teriak Zalila terkejut.Si Bibi pun terkejut dengan apa yang dilakukan
"Baiklah, aku akan datang," ucap Zalila menutup perbincangannya melalui telepon.Di Lain tempat, Indrita turun dari lantai atas rumahnya tepatnya keluar dari kamarnya. Berniat untuk mengambil makanan di lemari es untuk menemaninya membaca novel, karena merasa belum mengantuk. Bak nyonya besar piyama yang ia kenakan pun terlihat mewah.Belum sampai pada lemari es langkahnya terhenti, Ia terkejut melihat Gala. Kemudian Ia segera sembunyi di balik tembok.'Gala!' gumamnya dengan wajah dan mata yang begitu terkejut. Dari balik tembok ia terus memperhatikan Gala sampai putranya itu masuk ke dalam kamarnya.Begitu Gala menutup pintu kamarnya, Indrita segera berlari menaiki tangga dengan tergesa-gesa.Terengah-engah masuk ke kamarnya, melihat pada Betara yang sudah terti
"Pulang denganku, kau mau kan, Zalila?" Tanya Arkan yang sebenarnya hanya untuk memancing kecemburuan Lucy."Oh, tentu aku mau. Kau tidak membawaku di depan, bukan? Lalu Lucy dibelakang," bercandanya Zalila.Arkan pernah meledek Zalila dengan tubuhnya yang imut, Arkan berkata akan membonceng Zalila tetapi posisinya Zalila di depan kemudi layaknya membawa anak kecil.Arkan dan Zalila tertawa bersamaan membuat Lucy semakin cemberut."Sudahlah, Arkan. Kau jangan membuat Lucy marah," ucap Zalila usai tawanya terhenti."Aku duluan, ya!" Pamit Zalila akhirnya."Hati-hati di jalan, okey!" Teriak Arkan."Oke, akur-akur lah kalian berdua," balas Zalila kemudian berlalu.****Zalila kembali menemui Gala yang tengah bersama kedua orang tuanya.Tak berkata-kata, Indrita dan Betara meninggalkan Gala bersamaan mendekatnya Zalila.Zalila tak mengerti dan tak mengetahui apa yang dibahas keluarga kecil itu, yang pasti tak a
"Bisakah kau pulangkan Zalila? ibunya sakit," ucap Denis menjawab pertanyaan Gala."Apa? Ibu sakit?" sosor Zalila mengambil handphone Gala dari tangan Gala.Gala yang sempat terkejut dengan aksi Zalila kini melihat Zalila sambil mengerutkan keningnya."Mas Denis! mas Denis! bagaimana keadaan ibu sekarang?" cecar Zalila panik."Ya, kau pulang dulu saja," sahut Denis."Iya, iya, Mas Denis. Aku pulang," sahut balas Zalila.Percakapan dalam sambungan telepon pun berakhir. Zalila baru tersadar jika kini Ia telah memegang handphone Gala."Maaf, tuan muda. Ini...handphonenya," perlahan dan malu-malu Zalila mengembalikan ponsel Gala."Tadinya kau bilang aku saja yang terima, akhirnya kau rebut juga handphoneku," ledek Gala."Maaf, tuan muda," wajah Zalila memerah."Tuan muda, saya harus segera pulang. Ibu saya, ibu saya," panik Zalila seketika teringat ibunya."Ya, pulang lah!" sahut Gala."Terimakasih, tuan
"Mas Denis memang atasan saya, tapi kami sudah pernah bertemu sebelumnya. Jadi sedikit akrab," jelas Zalila sambil menatap Gala."Oh!" timpal Gala pendek.Pagi harinya, Zalila memang tak pulang lagi semalam."Terimakasih, Mas Denis!" ucap Zalila mengakhiri dari menelpon Denis, untuk meminta lagi pertolongannya memberi kabar kepada Ibunya."Ini tuan muda, handphonenya." Zalila mengembalikan ponsel milik Gala yang Ia pinjam untuk menelpon Denis."Kau boleh pulang, Zalila! lupakan kesempatanmu dengan Mami," ucap Gala setelah menerima handphonenya."Maafkan aku!"Aku tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi. Aku pikir, kau adalah seorang suster yang bekerja untuk merawat ku, ternyata ini adalah tuntutan dari keluarga ku." Gala membelakangi Zalila, merasa tak enak dengan Zalila."Jadi, selama ini tuan muda tidak tahu siapa saya?" Zalila terhenyak. Dia mengira Gala telah tahu tentangnya dan perjanjiannya."Jadi...!" henyak Zalil
'Cepat datang kesini sekarang juga!' ucap Indrita dalam sambungan telepon.'Tapi, Nyonya, ini sudah malam sekali' sahut Zalila.'Saya tidak peduli' tandas Indrita.Tut...Sambungan telpon pun terputus.Zalila kebingungan dengan apa ia akan kesana, kendaraan umum tidak mungkin ada jam segini. Namun ada hal lain yang membuatnya lebih bertanya-tanya lagi, apa yang membuat Nyonya besar itu menyuruhnya datang semalam ini.'Apa ada hubungannya dengan tuan Gala? tapi apa yang terjadi dengan tuan Gala?' gumam Zalila.'Oh, Tuhan. aku sangat mengkhawatirkannya' gumamnya semakin khawatir.Tiba-tiba, Zalila teringat satu nama.'Mas Denis!'Zalila teringat akan ucapan Denis.'Kalau ada apa-apa, kau boleh meminta bantuan ku''Tapi, apa aku tidak mengganggunya malam-malam begini meminta bantuannya?' pikir Zalila.Zalila mondar-mandir kebingungan. Apakah Ia akan meminta bantuan Denis yang adalah bosnya.
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments