Share

Awal Perjumpaan dengan Denis

Zalila mengedarkan pandangannya kesemua arah, Ia melihat banyak orang-orang berpakaian bagus-bagus dan mewah. Terutama pada wanitanya, yang gaunnya menjuntai hingga lantai dan ada yang begitu seksi menampilkan bentuk lekuk tubuh idealnya.

Sepasang pengantin yang berdiri  di pelaminan, menyambut ceria orang-orang yang memberi selamat kepadanya. Semuanya telah jelas, jika Denis mengajak Zalila ke sebuah pesta pernikahan.

"Ayo, La!" ajak Denis lalu menggandeng bahu Zalila.

Zalila menurut mengikuti langkah Denis, dan membiarkan tangan Denis merangkulnya walaupun Ia merasa tak nyaman.

"Hai, Denis!" sapa seorang wanita, Cantik sekali penampilannya.

"Hai!" balas Denis tanpa ekspresi.

"Ini pacar kamu?" tanya kemudian.

Baru saja Zalila ingin menyanggah pertanyaan itu, Denis yang sudah keburu menjawab.

"Iya, pacarku," ucapnya.

"Oh, turun ya selera kamu," cibir wanita itu, usai menatap detail Zalila. Dalam pandangannya, Zalila memang terlihat cantik tetapi tidak elegan. Wanita ini bisa menilai bagaimana wanita kelas atas dan wanita kelas bawah.

"Hey, apa katamu barusan!" marah Denis.

Denis mencekal dua bahu wanita itu.

"Ouh!" ucap pelan wanita itu, masih seperti meledek.

"Sudah! sudah, Pak Denis!" teriak Zalila, menarik tangan kanan Denis.

Denis melepas cengkeraman tangannya pada wanita itu, kemudian wanita yang adalah mantan Denis itu pergi begitu saja. Terlihat Ia menghampiri pria lain dengan mesra. 

"Maaf, Pak Denis. Saya ingin pulang saja," ucap Zalila sendu.

"Silakan, Pak Denis untuk melanjutkan sendiri," lanjutnya kemudian melangkah cepat.

"Lila! Zalila!" teriak Denis, lalu mengejar Zalila.

Pada akhirnya Zalila dan Denis menikmati malam dipinggir jalan. Mereka duduk di bangku panjang milik penjual siomay. Sungguh tak sepadan dengan penampilan Mereka, saat ini.

Zalila yang memakai gaun dan Denis dengan kemeja yang dilapisi jas casual. Penampilan Mereka yang lebih pantas jika berada di restoran, bukan di pinggir jalan.

"Maafkan saya, Lil. Kamu harus mendapat penghinaan seperti itu," ucap Denis menyesali Zalila yang mendapat penghinaan dari mantannya di pesta pernikahan tadi.

"Seharusnya saya yang minta maaf, Pak," Zalila tertunduk.

"Pak Denis sampai belum sempat menemui pengantinnya," ucap Zalila lagi menatap Denis.

"Tidak apa, Lil. Saya akan temui lagi nanti," sahut Denis.

Obrolan saling meminta maaf itu, terhenti karena penjual siomay itu menghampiri dengan membawa pesanan Mereka.

"Ini, Mas! Mbak!" ucapnya kemudian kembali usai memberikan dua piring siomay yang terlihat nikmat itu kepada Zalila dan Denis.

"Mungkin disini memang tempat Saya yang pantas, Pak," ucap Zalila melihat ke sekeliling, pinggir jalan yang tentunya begitu kental dengan kesederhanaan jauh dari kemewahan.

Denis yang mulai menikmati siomay yang terlihat lebih pedas itu, menoleh kepada Zalila.

"Gedung itu, suasana itu, semua kemewahan itu tidak pantas saya datangi," lanjutnya memaparkan tempat pernikahan tadi, kemudian mulai menyuap siomaynya.

"Tidak, Lila. Kau wanita terbaik yang saya kenal," ungkap Denis dengan menegaskan setiap intonasinya, menandakan ucapan itu benar-benar dari dalam hatinya.

"Pak Denis, bisa saja," balas Zalila sambil tersipu.

"Kau ingat bukan, bagaimana awal pertemuan kita?" tanya Denis bersemangat.

Denis mulai mengingat kembali bagaimana awal perjumpaan Mereka, tiga tahun lalu. Dimana waktu itu, Denis kelupaan membawa dompetnya saat akan membayar belanjaannya di sebuah minimarket.

Zalila yang waktu itu masih berkerja disebuah perusahaan dengan status karyawan kontrak atau pekerja yang tidak tetap artinya akan diputus hubungan kerja setelah jangka waktu bekerja telah berakhir, membayarkan belanjaan Denis. Saat peristiwa itu, Zalila pun akan membayar belanjaannya. Jadi Denis dan Zalila yang tak saling kenal itu berdiri di meja kasir berdampingan.

"Jika tidak ada kau Zalila, aku akan malu bila sampai tak jadi membayar," kenang Denis dengan tertawa lepas.

"Mungkin Pak Denis, disuruh bersihkan lantai dulu baru bisa bawa pulang belanjaannya," ledek Zalila yang juga tertawa setelah ucapnya.

"Makasih, La. Saya tidak akan bisa melupakan pertolongan mu waktu itu," ucap Denis serius.

Suasana tertawa tadi menjadi hening dan mulai serius.

"Saya juga terimakasih, Pak. Pak Denis sudah memberi pekerjaan kepada saya sampai saat ini," balas Zalila.

"Jangankan pekerjaan, cin--," ucapan Denis terpotong. Lagi-lagi Ia takut jika mengungkapkan kata ini pada Zalila. Ya, cinta yang Ia maksud selanjutnya.

Perjumpaan kedua Zalila dan Denis menjadi awal hubungan yang berlanjut hingga saat ini. Waktu itu Zalila yang telah habis masa kontrak kerjanya, mencari pekerjaan baru.

Ketika dalam perjalanan menuju sebuah perusahaan lain, Zalila bertemu dengan Denis. Setelah peristiwa di Minimarket lalu, Mereka tak lagi bertemu.

Denis telah berusaha mencari Zalila, berniat untuk mengganti uang Zalila. Karena waktu itu, Zalila pergi tanpa meninggalkan jejak yang sebenarnya sudah diminta Denis, berupa nomer handphone. Namun Zalila menolak, Ia merasa perbuatannya itu bukan untuk dibalas.

"Cin, apa pak?" tanya Zalila.

"Ah, sudahlah lupakan," elak Denis.

"Tapi, kenapa Pak Denis bilang saya pacar pak Denis?" pertanyaan Zalila membuat Denis semakin kikuk.

"Itu!"

"Itu hanya ingin membuktikan padanya, jika saya sudah move on darinya," jawab Denis, berbohong.

"Oh, jadi pak Denis mengajak saya hanya untuk dimanfaatkan seperti itu?" marah Zalila.

"Ti-tidak seperti itu, Zalila!" Denis panik.

'Aduh, salah ngomong' gumam Denis.

Zalila beranjak meninggalkan Denis.

"Lila! Lila, dengar dulu. Bukan begitu maksud ku," Denis mengejar Zalila. Kejadian yang sama seperti tadi di pesta pernikahan.

Zalila berhenti dari langkahnya, hingga akhirnya Denis sampai padanya.

"Maafkan saya, Zalila. Saya tidak bermaksud seperti itu," ucap Denis mengulang.

"Iya, Pak. Lagi pula saya bingung, nanti saya pulang bagaimana, kalau saya pergi." Zalila meluluh, Ia menyadari tak seharusnya marah dengan hal itu. Ia juga menyadari bahwa Denis sudah begitu baik padanya.

"Kau ini, saya pikir kamu berhenti karena memang ingin kembali. Tapi ternyata kebingungan pulangnya," Denis tertawa lega mengetahui marahnya Zalila telah hilang.

"Yuk, makan lagi siomay nya," ajak Denis.

Zalila mengangguk tersenyum mengiyakan.

Malam semakin merangkak naik, Denis dan Zalila akhirnya pulang setelah menikmati malam dan segala keindahannya di pinggir jalan.

"Memangnya, pak Denis putusnya kenapa?" tanya Zalila dalam perjalanan pulang.

"Ya biasalah, sudah tidak ada kecocokan lagi. Dia lebih memilih laki-laki lain yang setampan Lee Min Ho," jawab Denis sedikit bercanda.

"Saya ini apa? hanya pria yang tidak tampan," lanjutnya.

"Siapa bilang pak Denis tidak tampan? Pak Denis tampan kok," timpal Zalila.

"Oh ya! benar, kah?" Denis sempat tersanjung dengan pujian Zalila.

"Iya, tapi tampannya hanya sedikit Jeleknya banyak," bercandanya Zalila sambil tertawa.

"Apa kamu bilang?" Denis pun menimpali bercanda, dengan berpura-pura marah.

Dalam mobil itu ada tertawa yang lepas dari Zalila maupun Denis, perjalanan pulang itu menjadi tidak membosankan.

"Zalila, ternyata kamu asik juga," ucap Denis dalam sisa-sisa tawanya.

"Pak Denis juga," timpal Zalila.

Terjadi saling diam akhirnya setelah ucapan itu. Sama-sama saling menatap fokus ke depan jalan.

"Terus, kamu sudah punya pacar?" tanya Denis memecah keheningan beberapa detik itu.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status