Share

Siapa Wanita Itu

Denis membawa Zalila ke sebuah butik, Ia telah meminta pelayan butik tersebut untuk memilihkan baju yang paling cantik untuk Zalila. Alhasil, gaun pilihan pelayan butik itu kini telah dikenakan Zalila atas permintaan Denis.

"Bagaimana, kau suka?" tanya Denis pada Zalila.

"Tapi, saya tidak pernah memakai gaun seperti ini," sahut Zalila sembari melebarkan gaun berwarna dusty, menyentuh lantai dengan pita melingkari pinggangnya dan membentuk simpul di sebelah kanan batas pinggang.

"Itulah alasannya mengapa aku membawa mu kesini. Aku ingin melihat mu memakai baju yang lain selain seragam resto," ungkap Denis.

'Kau semakin manis, Lila!' batin Denis.

"Tapi, Mas Denis. Saya harus kembali ke Resto, saya harus kembali bekerja." Zalila beranjak berniat ingin segera mengganti gaun itu dengan seragam kerjanya kembali.

Denis meraih tangan Zalila dengan cepat, mencegahnya agar tak terburu-buru mengganti baju. "Sudahlah, kalau pemilik restonya saja tak melarang mu untuk tetap disini, untuk apa kau khawatir seperti itu?"

"Tapi, Saya merasa tidak enak dengan teman-teman yang lain. Apa yang mereka pikirkan nanti, jika kita pergi terlalu lama," bersikeras Zalila.

Denis berpikir benar juga apa yang dikatakan Zalila. Selain nanti akan ada kecemburuan sosial, Ia juga tidak mau yang lain dapat menebak jika Ia menyukai Zalila.

"Ya sudah, kita kembali ke Resto," putus Denis akhirnya. Zalila tersenyum senang.

Gaun yang tadi dipakai Zalila telah berganti dengan seragam resto kembali, dan gaun itu tetap dibelikan Denis untuk Zalila.

Sampai di Resto, Zalila langsung turun dari mobil Denis yang berhenti agak jauh dari depan Resto.

"Lila!" panggil Denis dari dalam mobil.

"Pulang nanti, aku akan mengantarmu," katanya, setelah Zalila menoleh. Tanpa ingin mengetahui lagi apa sahutan dari Zalila, Ia melajukan kembali mobilnya untuk masuk area parkir di samping Resto.

Zalila pun kembali melangkah untuk segera masuk ke Resto.

"Dari mana, La?" tanya Lucy, karyawan lain yang juga sahabat Zalila.

Zalila tak segera menyahut, Ia memakai celemek dan mengikatnya ke pinggang seperti yang lain.

"Pergi sama pak Denis, ya?" tanya lanjut Lucy.

Zalila terdiam dengan pertanyaan Lucy yang secara tidak langsung memberi tahu, bahwa Lucy itu tahu jika tadi Ia pergi dengan Denis.

"Ya, aku memang pergi dengan mas, ouh pak Denis," sahut Zalila dengan sedikit takut jika Lucy merasa cemburu sebagai karyawannya juga, merasa pilih kasih terhadap dirinya.

"Kenapa hanya sebentar?" tanya Lucy lagi, yang ternyata mendukung bukan cemburu sosial.

"Maksud, kamu?" Zalila merasa heran dengan maksud ucapan sahabatnya itu.

"Aku yakin, Pak Denis itu suka sama kamu, La," tebak Lucy.

"Hey, kalian ngobrol saja. Lihat para pelanggan mulai berdatangan," bentak seorang karyawan senior yang tak suka jika ada yang mengobrol di jam kerja.

Zalila dan Lucy segera menghentikan obrolan Mereka, dan bergegas untuk kembali bekerja melayani pengunjung yang tak sebanyak jika malam hari.

****

Sementara Betara dan Indrita tengah berdebat dengan staf yayasan itu.

"Saya mendapat telpon dari keluarga Anda, mengatakan bahwa Anda telah membatalkan menggunakan jasa suster kami," jelas sang staf yayasan.

"Tapi Saya, suami saya atau siapapun dari keluarga saya sama sekali tidak membatalkannya, justru saya sangat membutuhkannya untuk merawat anak saya," protes Indrita.

"Lalu siapa yang menelpon kami untuk membatalkannya?" tanya staf itu.

"Seharusnya anda lebih teliti lagi, saya akan tuntut yayasan ini. Benar begitu, kan, Pi?" ancam Indrita, meminta dukungan dari Betara.

"Ya, benar itu," sahut Betara pendek.

"Jangan seperti itu, Tuan dan Nyonya Betara. Pihak kami hanya menuruti klien, Justru yayasan sangat menyayangkan atas laporan pembatalan waktu itu." sanggah staf itu.

"Kami kehilangan kesempatan untuk menyalurkan tenaga kerja kami," lanjutnya terus membela tempat bernaungnya.

"Lalu siapa wanita itu, Pi?" tanya Indrita berdiskusi pada Betara.

Betara pun kebingungan dengan permasalahan ini, kenapa semuanya bertolak belakang. Siapa sebenarnya wanita yang mengaku sebagai suster yang dikirim oleh yayasan ini. Mengapa Ia bisa menyamar sebagai suster dan apa tujuan yang sebenarnya dari wanita itu.

Ketika Betara, Indrita dan staf yayasan itu sedang berpikir mencari jawabannya. Tiba-tiba, ponsel Indrita berdering. Segera diambilnya dari tas mahalnya.

"Si Bibi, ada apalagi?" gumamnya setelah melihat sang asisten rumah tangganya yang menelpon.

Obrolan di ponsel itupun berlangsung, usai Indrita menyahutinya.

"Gala marah-marah?" kagetnya mendengar laporan asisten rumah tangganya itu dari rumah.

"Ya sudah, saya segera pulang," sahutnya lagi.

Indrita memutuskan sambungan teleponnya, obrolan ditelpon itu pun berakhir.

"Ayo, Pi," ajak Indrita terburu-buru tanpa berpamitan lagi kepada staf yayasan. Begitu pula dengan Betara, Ia segera membuntut Istrinya.

Tinggallah staf yayasan itu yang menggeleng, melihat kepergian pasangan suami-istri itu.

Sampai di rumah, Indrita langsung tergesa-gesa masuk ke dalam rumahnya mendahului Betara yang mematikan mesin mobilnya. Ia ingin segera menemui Gala yang dilaporkan marah-marah oleh asisten rumah tangganya.

"Bik! Bik!" panggilnya pada asisten rumah tangganya.

Sang Bibik langsung menghampiri majikannya itu.

"Nyonya, itu tuan muda ngamuk," lapornya.

Merespon laporan asistennya, hanya dengan melihatnya saat berbicara. Indrita langsung melangkah menuju kamar Gala.

"Ya ampun, Gala,"

"Kamu kenapa, Nak?" 

Indrita langsung mendekap Gala, yang acak-acakan.

"Bik...!"

"Bibik--!"

Sambil mendekap Gala yang diam saja, Indrita berteriak sekencang-kencangnya memanggil pembantunya.

"Iya, Nyonya!" sahut sang asisten muncul di depan pintu.

"Kenapa ini tidak kau bereskan. bagaimana jika mengenai Gala?" omelnya.

"I-iya, Nyonya. Tadi, Tuan muda mengusir saya," katanya membela diri.

"Ya sudah, bereskan sekarang!" titahnya dengan nada tinggi.

Asisten rumah tangga itu membereskan, memunguti pecahan gelas tadi.

"Gala, kamu kenapa sampai seperti ini?"Indrita mengusap merapikan rambut Gala yang acak-acakan, usai melepas dekapannya.

"Aku tidak mau ada lagi suster di rumah ini," ucap Gala dengan masih kusutnya, tatapannya tak menatap Indrita. Ia menatap ke arah kamar mandi.

"Tapi, siapa yang akan merawat mu nanti, Nak? Kau belum bisa melakukan apa-apa sendiri," tolak Indrita.

"Aku bilang tidak! tidak!" teriak Gala.

Sang asisten kembali terkejut dengan teriakan Gala. Segera Ia mempercepat kerjanya.

"Iya! Iya sayang, tidak akan ada suster lagi disini," mengalah Indrita, menenangkan Gala.

"Istirahat lah, Sayang. Kau lelah sekali," bujuk Indrita. Gala menurut, Ia merebahkan tubuhnya.

Selesai mengerjakan kerjanya, asisten itu cepat keluar dari kamar Gala. Namun di depan pintu, Ia menubruk pelan Betara.

"Maaf, Tuan Besar," katanya kemudian kembali melanjutkan langkahnya.

"Jalan tak pakai mata," gerutu Betara.

Baru saja sampai pada Indrita yang menenangkan Gala. Setelah Gala terlihat tenang, Indrita menarik tangan suaminya untuk keluar.

"Pi, ayo, keluar." Indrita berucap dengan berbisik, takut menggangu Gala yang terpejam entah benar-benar tertidur atau tidak.

Indrita menutup pelan sekali pintu kamar Gala, setelah Ia dan Betara keluar.

"Ini bagaimana, Pi. Gala tidak ingin lagi ada suster yang merawatnya?" tanya Indrita panik. Betara pun memasang ekspresi kebingungan.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status