"Mama!!" Fahrania heboh sendiri ketika Daniel mengajaknya mencuci mobil. Ia segera mendandani Mango dengan jas hujan agar bulunya tidak kebasahan.
"Apa sayang," tanya Daninda dari dalam berjalan menuju teras rumah.
"Liat deh," ucapnya. Daninda melihat Mango yang pasrah mengenakan jas hujan berwarna kuning. Wajahnya itu sangat menyedihkan. Ingin rasanya tertawa tapi di urungkannya. Semenjak tinggal bersama Fahrania selalu mendandani Mango.
"Halo sayang," sapa Daniel dari gudang membawa ember. Ia mengenakan singlet dan celana pendek. Hari itu cuacanya panas sekali. Berbeda sekali saat di kantor cool dan karismatik tapi di rumah Daniel mengenakan pakaian sederhana saja.
"Daddy!!" panggilnya. Fahrania memanggil ayah tirinya 'Daddy' usul dari Daniel.
"Sini Rania, mau cuci mobil Rania tidak?" tanya Daniel. Mobil milik Daninda yang dibelinya dulu kini milik Fahrania. Ia tidak menju
Daninda terjaga perlahan, menyadari rasa nyaman. Lembutnya selimut yang menutupi tubuhnya. Ia bergerak lalu meringis. Kemudian ingatannya tentang semalam. Pipinya merona, malu. Semalam suaminya tidak memberi ampun sama sekali. Mereka sudah seminggu menikah namun baru melaksanakan malam pertama tadi malam. Kali ini Daninda tidak bisa menyeimbangi suami barunya. Sangat berbeda dengan yang ia rasakan bersama Damar. Ia duduk sejenak sebelum beranjak ke kamar mandi. Daniel tidak ada di kamar. Dirapikan rambutnya yang berantakan. Sekujur tubuh terasa linu. Dengan perlahan bangkit seraya melilitkan selimut ditubuhnya. Daninda mandi terlebih dahulu sebelum keluar kamar.Setengah jam kemudian, Daninda berjalan ke arah dapur dengan rambut yang terurai basah. Ia melihat Daniel sedang menyiapkan sarapan yaitu Hamburger. Fahrania sudah duduk manis di meja makan dan masih mengenakan piama."Pagi.." Daninda memberi sapaan. Daniel dan Fahrania menoleh padanya."Pagi, Mama," balas
Daninda terperangah, matanya membelalak mendengar permintaan Daniel. Mulutnya menganga lebar. Pria itu menaikkan satu alis matanya. Daniel tampak seperti orang tidak pernah senyum.Daniel melontarkan tatapan tajam. "Tidak mau?" tanyanya.Daninda menarik napas panjang, "Daniel, kamu ini kenapa sih?""Tidak mau?" ulangnya memastikan.Gerakan tubuh Daninda jelas tidak nyaman. "Daniel,please," Daninda memohon agar pria itu berhenti mengutarakan permintaan yang dianggapnya konyol. Dalam benaknya ia merasa aneh dengan tingkah Daniel. "Ya udahlah," ia berbalik meninggalkan Daniel seorang diri. Kabur karena takut akan pikirannya menjadi ke mana-mana. Daniel menghela napas dengan kasar.Daninda melangkahkan kakinya keluar sambil menggerutu tidak jelas. "Buka baju? Apa dia nggak tau, aku aja masih malu ketemu dia. Nah, ini terang-terangan gitu buka baju di depan dia. Bisa-bisa aku menggali tanah buat mengubur diri sendiri. Kayaknya Danie
Daninda menunggu sambil memikirkan bagaimana caranya bicara dengan Daniel mengenai honeymoon ke Bali. Ia duduk di sofa dengan layar TV yang menyala. Mango sedang tidur tertelungkup di kandang yang diberi tralis besi agar tidak bisa ke mana-mana. Terdengar suara mobil dari luar. Daninda dengan sigap berlari untuk membuka pintu. Menyambut suami tercintanya. Ia melihat Daniel turun dari mobil dengan raut wajah yang sulit diartikan."Assalamua’alaikum," salamnya."Wa’laikumsalam," balas Daninda lalu mencium tangannya. Gantian Daniel menunduk mengecup kening sang istri. Walaupun suasana hatinya sedang tidak baik. Daniel masih melakukan hal yang biasa dilakukannya. "Rania jadi menginapnya?""Iya. Mango sudah di kasih makan?" Daniel masuk ke dalam rumah. Daninda cemberut. Bukannya menanyakan istrinya sudah makan apa belum malah lebih perhatian ke Mango."Sudah," sahut Daninda sebal. Daniel menemui Mango. Peliharaan
Keduanya pulanghoneymoondengan wajah yang berseri-seri. Daniel dan Daninda dijemput oleh Fahrania berserta kakek-neneknya. Daniel menggendong Fahrania. Ia menciumi putri sambungnya dengan gemas. Daninda memeluk orang tuanya."Daddy, mana adiknya?" tanya Fahrania polos."Adik apa?" tanya Daninda mendengar pertanyaan putrinya. Daniel menjadi kalang kabut."Bukan apa-apa," sahut Daniel gugup. "Kita pulang, aku lelah." Ia buru-buru berjalan duluan.Daninda mengerutkan keningnya. "Dasar aneh."Fahrania menanyakan lagi hal sama pada Daniel. "Adiknya nanti, sayang. Jangan bilang-bilang Mama ya. Ini rahasia kita, Rania mau punya adik, kan?""Iya," bibirnya mengerucut."Anak Daddy pintar." Daniel mengecup pipi Fahrania.Daninda berjalan di belakang. Ia sedang mengobrol dengan orang tuanya memberitahu jika Deira sudah melahirkan semalam. Daninda merasa bersalah tidak bisa men
Daniel merasakan Daninda disampingnya tidak tidur. Kepalanya menoleh, Daninda memunggunginya dengan tubuh bergetar. Ia menghela napas lalu beringsut mendekati. Tangannya memeluk perut Daninda. "Jangan menangis lagi, sayang. Mango baik-baik saja. Besok kita akan menjemputnya," bisik Daniel ditelinganya.Daninda membalikkan tubuhnya, matanya memerah dan sembab. Sedari tadi ia menahan isakannya agar tidak bersuara takut mengganggu Daniel. "Mango baik-baik aja, kan?" lirihnya pelan. Ia menatap Daniel dengan air mata yang merebak."Tentu saja," jawab Daniel. Namun dalam hatinya merasa gamang. Ia tidak bisa memberitahukan kondisi Mango saat ini. Tidak sanggup rasanya. Dipeluknya Daninda dengan erat. "Tidurlah.." Ia berhasil membuat Daninda tidur dipelukkannya.Pagi-pagi Daninda menyiapkan sarapan dan bekal untuk Fahrania. Putrinya menanyakan keberadaan Mango. Daninda membohonginya, jika Mango sedang berada di rumah Romeo. Daniel tidak bekerja karena
Daniel mengusap wajahnya yang lelah. Semalam ia menginap di hotel dan sekarang sedang menunggu pesawat berangkat menuju Singapura. Ingin bibirnya berkata jujur kepada Daninda namun tidak sanggup melukai perasaan istrinya. Ia harus melakukan ini demi kebaikan semuanya. Mungkin nanti jika masalahnya selesai, Daniel akan berterus terang.Di tempat lain Daninda sedang menonton TV bersama Mango. Ia mengusir semua pikiran negatifnya. Daniel memang sedang ada urusan pekerjaan sehingga mengharuskan suaminya pergi. Tidak mungkin melakukan atau menyembunyikan sesuatu yang akan membuat hatinya terluka.Mango tertidur dengan kepala berada di pangkuannya. Entah kenapa Mango senang sekali berada di dekat perut Daninda. Wanita itu tersenyum dengan kemanjaan Mango. Dirumah besar itu ia tidak lagi merasakan kesepian. Ada Mango yang menemaninya. Fahrania lebih sering tinggal di rumah orang tuanya. Disana banyak binatang seperti kelinci, kucing, kura-kura dan hamster. Ia cembur
Ting tong ting tongTerdengar bel rumah ditekan oleh seseorang. Daninda tidak tidur semalaman. Ia hanya berbaring sambil melamun. Daninda juga tahu, jika Daniel tidak pergi dari rumah melainkan ada di ruang kerjanya. Semalam pintu ruang kerja itu dibanting dengan keras. Daninda mendengar kembali suara bel. Ia segera bangkit dari ranjang untuk membukakan pintu. Penampilannya sungguh mengenaskan. Rambut acak-acakan, wajah pucat pasi dan mata yang sembab. Ia meringis kenapa harus ada tamu di saat keadaannya buruk seperti ini.Di bukanya pintu tersebut. "Daninda?" Deira terkejut dengan tampang sahabatnya. Daninda tidak menyangka Deira lah yang datang. Ia melihat di samping Deira, ada Kusuma yang menggendong bayi mereka. "Kamu kenapa?" Deira memegang rambutnya. Sontak Daninda merapikannya dengan asal. "Apa terjadi sesuatu?" wanita itu menunduk, bahunya gemetar. "Ya ampun, kita masuk." Deira merangkul dan menggiring Daninda masuk.Mereka duduk di ruang TV. S
Setelah Deira dan Kusuma beserta Salmia Wijaya putri mereka, pulang. Mereka berhasil mendamaikan pertengkaran yang jelas-jelas ada seseorang yang iri dengan kebahagiaan pengantin baru itu. Daninda dan Daniel menjemput Fahrania dan juga Mango di rumah orang tua Daninda. Senyum di bibir wanita itu tidak bisa lepas.Pertengkaran mereka tidak berlangsung lama, syukurlah ada sahabatnya. Mungkin jika tidak ada mereka, entah bagaimana nasibnya. Ia lagi-lagi telah melukai hati Daniel. Suaminya, pria yang sangat sabar. Daninda tidak menyangka Tuhan mengirim seseorang yang begitu baik untuknya. Seseorang yang mencintainya dengan tulus.Daninda menoleh pada Daniel yang sedang menyetir. Bibirnya tersenyum lebar, pria yang kini menemaninya setiap hari begitu tampan apalagi saat memakai kacamata. Meskipun usianya sudah 40 tahun. Perbedaan usia bukan penghalang bagi mereka untuk saling mencintai. Yang terpenting mereka tidak merebut hak orang lain."Aku t