Share

Suli

Author: Yani Santoso
last update Last Updated: 2021-02-05 21:12:19

Brak ....

Terdengar seperti sesuatu yang terjatuh di lantai.

Dan bersamaan dengan itu, terdengar suara teriakan seorang perempuan dari luar.

"Ampuun ... sakit, jangan pukul saya." 

Jeritan dan rintihan itu begitu menyayat hati, hingga membuat Gendis penasaran dan mencoba mencari tahu apa yang terjadi di luar kamar.

Gendis berusaha membuka pintu kamar, namun sia-sia.

Karena pintu tersebut terkunci rapat.

Tak kekurangan akal, Gendis lalu membungkuk dan mengintip dari lobang kunci di kamarnya.

Dari lobang kunci tersebut, Gendis melihat seorang gadis muda sedang di tendang dan di pukul oleh seorang pria berbadan tegap serta berkulit gelap dengan tubuh yang dipenuhi dengan tato.

"Sakit ... ampuun ...." Rintih gadis itu sambil memegangi perutnya yang di tendang berkali-kali. Darah menetes dari sudut bibir dan juga pelipisnya.

"Suli ...." teriak Gendis begitu melihat ternyata gadis yang tengah di hajar itu tak lain adalah Suli, yang baru saja mengantarkan makanan untuk nya.

Brak brak brak ....

"Keluarkan aku dari sini," teriak Gendis sambil menggedor gedor pintu kamarnya.

Brak brak brak ....

Kembali Gendis menggedor pintu kamarnya, kali ini bahkan lebih keras.

"Diam kamu, atau kamu juga mau kuhajar sekalian?" teriak seorang laki-laki dari luar kamar, hingga membuat Gendis berhenti menggedor pintu.

Kembali Gendis mengintip dari lubang kunci, dan melihat Suli terkapar di atas lantai sambil memegang perutnya.

"Syukurlah, aetidaknya dia berhenti menghajar Suli." Gendis bergumam.

Seorang pria berpakaian rapi datang, dan berkata pada pria bertato yang baru saja menghajar Suli.

"Cukup, jangan sampai dia mati. Aku tidak ingin bermasalah lagi," ucap pria itu.

Suara pria itu tidak asing di telinga Gendis, lalu Gendis kembali mengintip dari lobang kunci untuk memastikan siapa pria tersebut.

"Juragan Sapto?" 

Gendis menutup mulutnya sendiri, begitu tahu bahwa pria tersebut adalah juragan Sapto, ayah dari Dirga.

Kehadiran juragan Sapto di rumah ini, membuat Gendis berpikir bahwa, selama ini Juragan Sapto memang terlibat dengan perbuatan yang dilakukan oleh Dirga.

"Bapak dan anak sama-sama bajingan." Gendis mendesis, begitu menyadari semuanya.

Namun, kemarahannya saat ini tidak berguna, karena dirinyapun tidak bisa berbuat apa-apa.

"Lalu, bagaimana dengan dia, Juragan?" tanya pria bertato yang baru menghajar Suli.

"Masukkan dia ke gudang!" perintah juragan Sapto.

"Ampun Juragan, saya tidak akan mengulanginya lagi, saya berjanji."

Gendis melihat Suli merangkak dan memegang kaki juragan Sapto.

Namun juragan Sapto menendangnya, hingga membuat Suli kembali terjengkang.

"Juragan boleh menghukum saya, tapi jangan masukkan saya ke gudang." Rintih Suli sambil memohon pada sang juragan.

Juragan Sapto menatap Suli dengan tatapan bengis, seperti seekor srigala buas.

"Coki, jadikan satu dengan gadis yang baru datang. Beri dia obat, aku tidak ingin bisnisku rugi gara-gara dia."

"Baik Juragan." Pria yang di panggil Coki itu menunduk hormat pada juragan Sapto, ketika dia berjalan meninggalkan Coki dan Suli yang masih tergeletak di lantai.

Juragan Sapto turun ke lantai bawah diiringi beberapa anak buahnya, yang semua berwajah sangar.

Dan dari lantai bawah, samar-samar Gendis mendengar suara gelak tawa para wanita dan iringan musik.

"Benar-benar sarang monster," ucap Gendis sambil bergidik ngeri.

Gendis yang masih termangu di belakang pintu, terkejut ketika tiba-tiba pintu dibuka, hingga membuatnya mundur beberapa langkah ke belakang.

Ceklek ....

"Cepat masuk!" teriak pria bertato sambil mendorong tubuh lemas Suli, hingga membuatnya hampir terjatuh.

Untung saja, Gendis dengan cepat menangkap tubuh Suli, hingga membuat tubuhnya sempoyongan karena menahan beban tubuh Suli.

"Kamu rawat dia sampai sembuh!" Pria bertato itu berkata pada Suli sambil menyerahkan sebuah kantong plastik berisi obat ke arah Gendis.

"Jangan coba berbuat macam-macam kalau mau selamat." Ancam pria bertato itu sebelum membanting pintu dengan kasar lalu menguncinya dari luar.

"Suli ... Suli," teriak Gendis bergit melihat wajah Suli semakin pucat.

Gendis memapah Suli menuju tempat tidur dan merebahkan tubuhnya di sana.

Dengan menahan sakit, Gendis berjalan cepat menuju kamar mandi dan kembali lagi dengan membawa baskom berisi air dan handuk.

Dengan pelan, Gendis membersihkan luka-luka yang ada di tubuh Suli.

Dibukanya kantong plastik dengan cepat, dan mengambil obat merah yang ada di sana.

"Gendis, aku tidak mau mati di tempat ini, tolong aku."  Suli berkata sambil terisak.

Sementara kedua tangannya masih memegang perutnya.

"Kamu akan baik-baik saja, Suli. Tenanglah, aku akan mengoleskan salep ini pada luka memar  di tubuhmu."

Gendis membuka pelan baju yang dikenakan Suli, dan dia melihat hampir di sekujur tubuhnya banyak sekali luka memar dan lebam.

"Aduuhh ...." rintih Suli sambil memegang perutnya.

"Perutmu kenapa, Suli? Apakah ada luka juga disana? Sini, biar aku obati."

Suli dengan cepat menggeleng. Lalu berkata, "Perut ku tidak apa-apa, Gendis. Aku hanya menghawatirkan bayi yang saat ini aku kandung."

"Apa, kamu ....?"

"Tolong, jangan biarkan orang lain tahu, kalau aku sedang hamil," ucap Suli lirih.

"Tapi ... bagaimana bisa kamu hamil? Apakah salah satu dari mereka yang melakukannya?" tanya Gendis penuh selidik.

"Mereka memang melakukannya padaku, juga orang-orang yang telah membayarku. Tapi ini bukan anak dari salah satu dari mereka." 

Suli mengusap matanya dengan tangan kanan, sementara tangan kirinya masih memegang perutnya.

Suli terlihat menarik nafas, kemudian dia melanjutkan ceritanya.

"Sebenarnya, anak yang ada di dalam perutku ini adalah anak dari suamiku. Ketika bapak tiriku menjualku, aku dalam keadaan hamil."

"Benar-benar biadab. Bagaimana mungkin bapak kamu menjualmu dalam keadaan hamil?" tanya Gendia, penuh emosi.

"Mereka tidak tahu, kalau aku hamil."  Suli menjawab lirih.

"Bagaimana dengan suamimu, Suli ... dimana dia?" 

Suli menggelengkan kepanya, kemudian dari kedua matanya mengalir air mata.

"Mereka telah menghabisi suamiku."

Gendis mencengkeram seprei yang membungkus spring bed dengan erat, dadanya naik turun.

Bahkan Gendis tidak sanggup untuk membayangkan, manusia seperti apa sebenarnya yang telah membawa dirinya ke tempat seperti ini, dan bagaimana dia bisa masuk ke dalam sarang monster ini.

"Gendis, aku ingin keluar dari tempat ini. Aku tidak sanggup melayani para pria berhidung belang dengan kondisi seperti ini."  

Suli menatap wajah Gendis, dengan kedua mata hitam karena dihajar, membuat Suli terlihat begitu menyedihkan.

Kemudian Gendis memeluk gadis yang ada di depannya, lalu keduanya larut dalam tangisan.

"Suli, ceritakanlah apa yang kamu ketahui tentang Dirga dan juragan Sapto."

Suli kembali menarik nafas dalam, lalu gadis itu mulai bercerita.

"Sebenarnya, juragan Sapto adalah orang yang kejam. Dia ketua gank dari daerah selatan, namun membungkusnya dengan usaha jual-beli, walau sebenarnya, yang mereka perjual belikan adalah barang haram. Sementara Dirga, anaknya, dikenal sebagai seorang germo. Dia menyediakan wanita penghibur kepada relasi juragan Sapto, ayahnya. Anak buah mereka banyak dan sangat kejam."

Suli menjeda kalimatnya, lalu menatap Gendis sebelum melanjutkan.

"Kamu pasti bertanya-tanya, darimana aku mengetahui semua ini, kan?" Suli bertanya, sementara Gendis mengangguk menjawab pertanyaan Suli.

"Aku tahu banyak, karena mendengar percakapan juragan Sapto dengan pria yang aku layani waktu itu, dan kebetulan laki-laki yang kulayani adalah partner bisnis juragan Sapto."

Gendis menahan nafas mendengarkan penuturan Suli, dan membuatnya semakin takut karena membayangkan dirinya harus melayani para pria hidung belang, seperti yang dilakukan Alex pada dirinya.

"Dirga ... Dirga, bagaimana?" tanya Gendis lagi.

"Dirga pun tak jauj berbeda seperti juragan Sapto. Dia menjerat mangsanya, dengan cara mengiming-imingi dengan harta atau meminjamkan uang. Kalau tidak bisa membayar, maka dia akan mengambil apapun termasuk menghilangkan nyawa. Kalau kebetulan ada anak gadisnya, dia akan mengambil dengan cara menawarkan pernikahan, setelah itu, dia akan menjual gadia yang baru dia nikahi."

Gendis menutup wajahnya, mengingat akan nasib dirinya, yang sama persis dengan cerita Suli. Dimana juragan Sapto datang kepada ayahnya yang saat itu butuh uang banyak untuk biaya pengobatan di rumah sakit, ketika sang ayah tidak bisa membayar, Dirga hadir sebagai dewa penolong palsu dengan melamar dan menjadikan dirinya sebagai istri.

**** 

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Revenge   Saling Memaafkan

    "Calon mantu?"Kali ini ayah Gendis yang mengulang kalimat.Dengan pandangan bingung, laki-laki paruh baya itu berdiri, mendekati tamu yang baru datang ke rumahnya.Ditatapnya satu persatu wajah orang-orang yang baru datang ke rumahnya itu."Gendis, apa benar, kamu kenal dengan mereka?" tanya nya.Diarahkan pandangan matanya pada anak perempuannya itu.Gendis mengerjap, merasa bingung harus dari mana dia menceritakan semuanya. Karena sejak kedatangannya kembali ke rumah, belum sempat bercerita pada kedua orang tuanya. Yang mereka tahu, kalau anak perempuannya telah pulang kembali ke rumah dan berkumpul bersama mereka."Bapak, Gendis kenal dengan mereka. Merekalah yang telah menyelamatkan Gendis dari cengkeraman jahat Dirga dan bapaknya," ujar Gendis menjelaskan."Saya Steve, Pak," ucap Steve sambil mengulurkan tangannya untuk menjabat tangan bapak Gendis.Sejenak merasa ragu, lalu, disambutnya ukuran tangan pemuda jangkung yan

  • Revenge   Menyusul Gladys

    Steve membanting tubuhnya di atas tempat tidur, diembuskan kasar napasnya.Ada rasa kesal sekaligus kesedihan yang bercampur jadi satu.Dibukanya kembali surat yang ditulis Gladys."Bagaimana bisa dia melakukan ini padaku," dengkus Steve.Dia melempar surat itu kasar, lalu menenggelamkan tubuhnya di atas tempat tidur, tatapannya kosong, menerawang menembus langit-langit kamar.Diletakkannya sebelah tangan di atas dahi.Beberapa kali Steve merubah posisi tidurnya, lalu dia bergegas bangkit menuju lemari pakaian, mengganti piyama dengan kemeja lengan panjang, yang digulung hingga bawah siku.Rasa nyeri di perut, tidak dirasakan lagi."Tuan Muda, mau pergi? Biar saya yang nyetir mobilnya," ucap pak Markus, saat melihat Steve berjalan menuju garasi."Tidak usah, Pak. Saya bisa nyetir sendiri," jawab Steve."Tapi Tuan Muda belum sepenuhnya pulih ....""Pak Markus, aku bisa sendiri." Steve menolak."Tapi mau keman

  • Revenge   Gladys Meninggalkan Rumah Steve

    Di dalam kamar, Gladys terduduk lesu.Hati kecilnya ingin sekali tinggal di rumah ini lebih lama, terlebih saat ini sikap Steve tidak sedingin sebelumnya.Namun di sisi hatinya yang lain, keinginan untuk bertemu orang tuanya semakin menggebu, apalagi sudah hampir tiga tahun sejak Dirga membawanya keluar dari rumahnya, belum pernah sekalipun dia bertemu atau sekedar mendengar kabar tentang keluarganya.Cukup lama Gladys terpekur, sesekali matanya menatap langit-langit kamar, lalu kembali menunduk. Beberapa kali dia menarik napas dalam."Dys ... kamu dari mana?" tanya Suli yang baru keluar dari kamar mandi."Oh, aku baru saja dari halaman depan. Menghirup udara pagi," jawab Gladys.Dia kembali menunduk, meremas jari jemarinya, lalu beranjak menuju lemari pakaian. Suli memperhatikan setiap gerak-gerik sahabatnya itu tanpa mengeluarkan sepatah kata."Buat apa kamu mengeluarkan tas itu, Dys? Juga pakaian itu ....?" tanya Suli keheranan saat me

  • Revenge   Maaf

    Steve sudah kembali ke rumahnya, di hari kedua, dia bahkan sudah bisa berjalan-jalan di sekitar rumah, walau sedikit lambat.Namun pagi ini, rupanya ada yang sedang mengganjal hatinya, hingga membuatnya terlihat tidak tenang, wajah dinginnya terlihat sedikit murung.Akan tetapi, dia berusaha untuk tetap bersikap tenang, walau getar-getar di hatinya, membuatnya susah tidur.Beberapa kali dia menarik napas berat, lalu dengan kasar mengembuskannya."Tuan ...."Sebuah panggilan lembut mengagetkan lamunannya, Steve menoleh ke arah suara. Di sana, Gladys berdiri dengan menyembunyikan kedua tangannya ke dalam saku."Gladys, kamu sudah bangun?" tanya Steve."Sudah, Tuan sendiri ... kenapa sudah berada di luar. Ini masih sangat pagi," jawab Gladys.Steve yang mendengar pertanyaan Gladys menjadi sedikit kikuk, lalu dengan cepat dia menjawab, "Oh, aku ingin mencari udara segar. Berbaring di tempat tidur membuatku bosan.""Oh, begitu ..

  • Revenge   Love it or Hate it

    Gladys berlari sepanjang koridor, di belakangnya, Suli dengan napas terengah mencoba mengejar langkah sahabatnya itu.Pikirannya sangat kacau, ketika Roy mengabarkan kalau saat ini Steve tengah menjalani operasi, walaupun Roy juga sudah mengatakan kalau semua baik-baik saja.Kedua wanita itu kemudian masuk ke dalam salah satu ruangan, di mana terdapat dua orang pria berbadan tegap berdiri di dekat pintu.Mereka adalah anak buah Steve yang sengaja ditugaskan oleh Roy untuk berjaga di luar."Steve ... bagaimana keadaanmu?" tanya Gladys begitu dia berada di dalam ruangan."Dia baik-baik saja, operasinya berjalan lancar." Roy yang duduk di kursi sebelah brankar menjawab."Syukurlah." Gladys menarik napas lega sembari mendekat ke arah Steve yang masih terbaring.Gladys duduk di sebelah Roy, sembari meraih tangan Steve."Ouh ... sakit," rintih Steve ketika tidak sengaja Gladys menyentuh bagian tubuh Steve yang terlukan."Maaf, aku

  • Revenge   Sakit Hati Suli

    "Keluar, atau aku akan menyeretmu dari sana!" Gladys kembali berteriak. Suaranya menggema ke seluruh ruangan.Setelah menunggu beberapa saat, tidak ada tanda-tanda ada orang lain di dalam ruangan itu.Gladys berjalan pelan menuju meja, suara sepatunya memaku lantai.Tok tok tok ....Baru beberapa langkah, Gladys berhenti.Dari bawah meja, tampak seseorang berjongkok, lalu perlahan dia bangkit berdiri menghadap arah Gladys.Melihat siapa yang muncul dari balik meja, Gladys tersenyum. Lalu dia berkata."Kita bertemu lagi, Tania. Walau dalam suasana yang berbeda," ucap Gladys."Iya, senang bisa bertemu denganmu lagi, Gendis."Tania berkata sambil merapikan rambutnya, dia berusaha bersikap tenang, namun tetap saja, kegugupan tampak jelas di wajahnya.Tiba-tiba, Suli yang sejak tadi diam di depan pintu, berlari menghampiri Tania, dan tangan kanannya langsung bergerak cepat meninju wajah Tania.Mendapat serangan yang tib

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status