Share

BAB 4 (Menjadi Dewasa)

Karena jarak yang cukup jauh, mereka baru sampai saat matahari sudah benar-benar tenggelam, dan malam baru saja datang.

Dari jauh, pintu rumah nampak berbeda dengan adanya satu alas kaki yang berbeda, tamu? Pikir Riku.

"Kakek, aku pu-" suara Riku terhenti, ada sesuatu disana, dilihatnya tamu tersebut, dia tahu orang itu, dan tidak ada orang yang lebih dicintai Riku, selain orang itu. Riku pun merangsek berlari memeluknya.

"Halo Riku, kau tambah besar ya, haha." Ucap orang itu, Morgan.

"Kenapa kau kesini, Morgan?"

"Kakek bilang dia butuh teman, kesepian dia. Jadi, memintaku bermain sebentar."

Kakek datang dari dapur, dengan tangannya yang penuh dengan hidangan berbau sedap.

"Aku tidak mengganggu dinasmu, bukan?" Tanya Kakek.

"Tidak kek. Lagi pula, hanya kalian keluargaku sekarang, sudah kewajibanku untuk berkunjung." Riku pun masih memeluknya tidak percaya.

Morgan merupakan salah seorang petarung terbaik negeri, dan kini ia menjadi bagian dari petarung kerajaan, pasukan elit di benua Meera, pasukan kerajaan.

Mengurusi banyak hal tentunya, membantu rakyat, patroli rutin, dan yang paling penting adalah membasmi kejahatan.

"Hai Teera, bagaimana kabar kakekmu?" Tanya kakek sesaat setelah melihat Teera.

"Baik, kakek. Oh iya, kakekku menitip salam 'Jaga cucuku, Yuo!?'. Begitu, katanya, hehe."

Kakek hanya tersenyum, lantas pergi ke dapur untuk mengambil makanan lainnya.

"Hey, bocah! Cepat mandi sana, baumu macam tikus hutan." Teriak kakek dari dapur.

Riku hanya mendengus kesal, melepas pelukannya dari Morgan dan pergi meninggalkan semuanya di ruang makan, pergi mandi.

Kakek baru saja kembali, Teera dan Morgan sudah mengambil tempat di meja makan, kakek setelahnya.

"Maafkan kebiasaan dia ya, Morgan." Ucap kakek.

"Tidak apa lah, dia sudah kuanggap sebagai adik sendiri." Balas Morgan. 

Morgan, yang menjadi yatim piatu sebab perang pada masa sebelumnya, diangkat dan dilatih oleh Kuri, ayah Riku.

Dia sudah menjadi bagian dari keluarga ini. Bagi Riku sendiri, Morgan adalah seorang kakak hebat yang mengajarkannya banyak hal.

Kalian ingat satu-satunya buku Riku? Itu adalah pemberian Morgan.

Riku pun datang, langsung mengambil tempat duduk di meja makan, dan mereka pun mulai makan.

"Kakek tua, tumben sekali kau mengajak mereka berdua, kenapa?" Tanya Riku. 

"Dasar bocah! Bukankah kau senang mereka main kesini? Cobalah bersosialisasi, temanmu itu hanya hewan dan pohon!?"

Riku hanya mendengus kesal. Tapi, dia memang senang karena mereka datang.

"Jangan bilang kalau kau lupa hari ini?" Tanya kakek.

Riku hanya meneruskan makannya sambil berpikir, hari apa? Pikirnya.

"Hari ini? Bukahkah hari liburku?" Jelas Riku, yang disusul tawa Morgan dan Teera, adapun kakek hanya menghela nafas, sudah kuduga, gumamnya.

Morgan berinisiatif menjelaskan. "Malam ini, kau akan punya buku baru, Riku"

Riku sejenak berpikir, buku? Baru? Hehh!!

"Tunggu dulu. Buku baru? Tunggu sebentar, aku ulang tahun? Malam ini?" Tanya Riku tak percaya, matanya menatap Teera.

Teera hanya tersenyum menunjukkan jimatnya, "Giliran kau, teman, hehe."

"Lima belas? Malam ini?" Ditatapnya Morgan, yang sedari tadi hanya tertawa kecil melihat Riku.

"Tunggu dulu, berarti kau sudah berumur 15, Teera?" Tanya Riku.

Teera hanya menghembuskan nafas, kecewa, memang asli bodohnya temanku ini.

"Iya, Riku. Umurku memang lebih tua beberapa bulan darimu, bodoh."

Riku menatap Morgan dan kakek tidak percaya. Umur 15 tahun adalah hari-hari yang dinantikan oleh tiap anak, di umur inilah mereka akan mendapatkan jimat mereka.

Namun, belum jelas bagaimana cara mendapatkannya, karena setiap orang memiliki cara ataupun pemicu tertentu dalam mendapatkan jimat tersebut.

Morgan yang sedari tadi sudah menghentikan makannya, seperti mengambil sesuatu dari sakunya. Riku, yang melihat hal tersebut, mulai tidak sabaran, buku apa ya?

Sesaat yang begitu menegangkan, Morgan mengangkat tangannya. Semua tercengang, itu bukan buku, itu hanyalah sesuatu yang kecil, namun sangat indah, batu kecil, itu--jimat.

"Aku tidak tahu apakah Jimat ini memang cocok bagimu, atau kau akan mendapatkan yang lain,"

"Tapi, yang perlu kau tahu adalah bahwa ini pemberian dari guruku, Kuri. Pemberian ayahmu, untukmu." Ucap Morgan seraya memberikannya kepada Riku.

"Jadi, tidak ada buku untuk malam ini, maaf."

Riku hanya diam termenung, yang bahkan tidak peduli pada permintaan maaf Morgan.

Apakah benar ini dari ayah? Gumamnya.

Dia hampir tidak mempercayai apa yang ada di depannya. Tapi, dia yakin semua yang dikatakan oleh Morgan adalah benar adanya. Maka, tanpa ragu ia julurkan tangannya untuk mengambil permata itu.

"Aku ambil." Ucapnya setelah mengambil dan melihatnya lekat-lekat. Ia pandang Morgan.

"Terimakasih." Yang disambut bahagia oleh Morgan.

"Sama-sama."

Tiba-tiba cahaya keluar dari batu itu, warnanya yang terang menghiasi gelapnya rumah serta hutan. Lihatlah, jimat itu beresonansi, jimat itu--menerima Riku.

"Ya, kurasa kau tak perlu mencari Jimat yang lain." Ucap Morgan, disusul senyumnya yang khas.

Riku tahu apa yang terjadi, dan dia merasa bahwa ini bukanlah kebetulan. Tentu, pasti ini ada hubungan dengan ayahnya yang meninggalkan jimat ini padanya. 

Terimakasih, ayah, gumamnya.

Kini giliran Teera yang mengeluarkan bawaannya, dikeluarkan barang itu dari tasnya, agak besar sepertinya, dan itu bukan lah hal yang asing bagi Riku.

"Ini dia, busur panah. Ini buatan kakekku, untuk bahannya, kami menggunakan kayu dari pohon Taji tertua di kebun kami, 500 tahun seingatku." Ucap Teera, berusaha menjelaskan.

"Ya, kau tahu kan? Kayu terkuat di negeri ini, hehe." Jelasnya, seraya menyerahkannya kepada Riku.

Riku sekali lagi tertegun. Pohon Taji sendiri memang terkenal sebagai kayu terkuat di benua Meera, yang bahkan untuk mengolahnya memiliki tingkat kesulitan tertinggi di benua ini.

"Tak kusangka kau punya kebun Taji di rumahmu, sampai ada yang berumur 500 tahun? Hebat sekali." Ucap kakek, ikut tertegun.

Riku tak peduli hal tersebut, dari mana pun dan dari apapun, tidak masalah, yang terpenting ini adalah pemberian temannya.

Busur itu begitu indah, mengkilap di setiap incinya, nampak begitu kekar dan kuat, keindahan yang hanya berasal dari kayu Taji dengan kualitas terbaik. Hadiah ini, begitu indah.

"Terimakasih, Teera. Dengan ini, sekali panah, semua hewan di hutan akan tumbang, hehe." Ucap Riku.

"Sama-sama. Kutunggu hasil buruanmu." Balas Teera.

Meja makan terasa begitu menyenangkan malam ini. Dengan semua orang-orang terpenting dalam hidup Riku berkumpul, merayakan ulang tahunnya yang bahkan ia tak ingat. Lalu, semua hadiah itu, adalah momen terbaik dalam hidup Riku.

"Sepertinya tinggal aku yang belum memberikan hadiah ya." Ucap kakek.

Riku kini terdiam kembali melihat ke arah kakek, apa yang akan ia berikan?

"Ya, kurasa aku sudah memberikannya lebih awal. Tapi, kau tak sadar."

Riku memandang kakeknya, bingung, sudah? Tunggu dulu, hadiah apa?

Kakek yang melihat wajah bingung Riku hanya tertawa. Sejenak ia mengangkat tangannya dan menunjuk Teera serta Morgan.

"Itu dia hadiahku, hehe."

Riku yang terdiam perlahan mulai tersenyum dan tertawa, diikuti tawa seluruhnya. Ya, hadiah dari kakeknya adalah menghadirkan mereka semua.

Teera yang baru boleh bepergian jauh sebab sudah berumur 15. Lalu, Morgan dengan hari liburnya, adalah suatu hal yang jarang terjadi bagi pasukan kerajaan.

Kini, Riku paham dan secara tanpa sadar ia mulai menunduk dan menangis, menangis pelan, menangis bahagia.

"Te..terimakasih, kakek." Dan semua tersenyum bahagia melihat anak kecil itu, yang  kini sudah beranjak dewasa.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status