Bumm, suara itu begitu keras terdengar. Riku, yang berada tidak jauh, bergegas cepat memastikan, apa? Atau siapakah itu?
Jikalau pun ada ledakan, biasanya adalah ledakan bahan peledak.
Sebagai tempat yang cukup tertutup dan jarang diketahui, hutan Yooru menyimpan banyak sekali spesies tumbuhan ataupun hewan yang langka, dimana proses pelestarian diserahkan kepada kakek, sekaligus diantara hal-hal yang terlarang untukku adalah memetik tumbuhan atau memburu hewan langka tersebut.
Disini lah para pemburu ilegal mengambil kesempatan, dan secara aneh, mereka memang sering menggunakan peledak sebagai cara cepat untuk membunuh hewan-hewan tersebut, yang nantinya langsung mereka jual mahal, tentunya secara ilegal.
Jika itu memang mereka, maka Riku pun bertugas untuk mencegah dan menangkap mereka jika perlu.
Bumm, suara itu terdengar lagi, letaknya agak jauh, hampir di sisi terluar hutan yang mengarah ke sungai Mazz.
Meski terlampau agak jauh, tidak ada alasan bagi Riku untuk tidak memeriksanya.
Pertama, ditakutkan mereka adalah pemburu ilegal. Kedua, mereka juga mengganggu wilayah pribadinya.
Riku sampai disana, dia mengambil tempat terbaiknya di pepohonan, ia mengintai, terdapat satu orang disana, seorang laki-laki.
Orang itu tidak nampak seperti pemburu ilegal, Riku pun diam untuk memperhatikannya dahulu.
"Dari mana asal suara besar itu?" Gumamnya.
Orang itu nampak seperti kelelahan dari jauh, nafasnya seperti memburu. Sejenak ia seperti membuat kuda-kuda, mengatur nafasnya, lalu melompat dan ber-
"Apa? Berjalan di udara?"
Orang itu berjalan di udara dalam beberapa langkah. Tempat kakinya berpijak seperti tertahan oleh sesuatu seperti angin yang padat, pijakan terakhir mendorongnya tinggi, melesat ke atas.
Tepat saat ia mulai melambat, ia mengangkat tangannya, seperti menggenggam sesuatu, mengucap sejumlah kata dengan cepat, dan dalam sekejap, sejumlah angin berputar cepat di sekitar tangannya, menjadi padat berbentuk sebuah tombak, yang seketika itu juga ia tembakkan ke arah pohon besar di depannya, dan bumm.
Ternyata itu asal suaranya, gumam Riku yang masih tercengang dengan apa yang terjadi, siapa dia?
Semantara masih di dalam ketinggian, orang itu kembali mengeluarkan jurus yang sama, meski dalam keadaan tubuhnya yang terbalik hingga 180 derajat dalam posisi terjatuh, tidak melemahkan fokusnya, tombak kedua, bumm.
Sesaat sebelum jatuh, ia mengeluarkan tombak lagi, tombak ketiga, lalu melemparkannya. Tapi aneh, arah tombaknya terasa berbeda, arah itu--
Oh tidak--bumm. Riku berhasil menghindari tombak itu, sedetik saja ia lengah, maka ia akan habis oleh tombak itu.
Bagaimana dia tahu aku disini, gumam Riku.
Sekejap dalam posisi terjatuh, sebab terkejut, Riku melihat ke arah orang itu, yang ternyata sudah berada di atasnya dengan tangan terangkat, siap menghantamnya.
Dengan sigap Riku menendang tubuh orang itu, memanfaatkan hal itu untuk memutar tubuhnya, menjauh dari jangkauan pukulan tersebut--bumm, pukulan tersebut menyentuh ruang kosong, tekanannya sampai ke tanah di bawah mereka dan membuat lubang berukuran sedang.
Riku dan orang itu terjatuh dalam keadaan sigap dengan kuda-kuda. Riku bersiap-siap menyerang, dan--
"Riku?" Ucap orang tersebut. Tudung di kepala membuatnya sulit dikenali. Riku masih menjaga kuda-kudanya.
"Ini aku, Teera." Ucap orang itu seraya melepas tudungnya. Riku melepas kuda-kudanya.
"Teera? Apa yang kau lakukan disini?" Tanya Riku. Teera merupakan teman jauhnya. Kakek Teera merupakan teman dari kakek Riku.
"Kemarin, aku diminta kakekmu untuk berkunjung. Katanya, kau kesepian hahaha, benar itu?"
"Tidak, itu tidak benar. Mau saja kau dibodohi orang tua itu"
"Ya, setidaknya aku bisa melihatmu. Lihat lah aku, sudah resmi menjadi dewasa, hehe." Ucapnya seraya menunjukkan kalung yang terpaut di lehernya.
Kalung biasa, namun dengan sebuah batu kecil ditengahnya, batu yang indah, apakah?
"Jimat, kah?" Tanya Riku.
"Ya, kau benar"
Riku tidak percaya, bagaimana Teera sudah mendapat Jimat?
"Jimatku adalah tipe elemen, angin lebih tepatnya." Teera menjelaskan.
"Memang bukan tipe yang kuat. Tapi, aku tahu bagaimana menggunakannya."
Riku masih berkutat dalam dipikirannya, bagaimana Teera mendapat kekuatannya? Angin? Seberapa kuat kekuatan itu? Tidak kuat? Lantas suara dentuman tadi, bukankah itu terlalu kuat?
Melihat temannya berpikir keras, Teera mengambil inisiatif.
"Sudah, jangan terlalu dipikirkan, otakmu masih tumpul, hahaha."
"Ini sudah sore, ayo kita ke rumahmu." Lanjut Teera.
Riku yang melihat hari sudah malam, hanya mengangguk dan mulai berlari cepat meninggalkan hutan bersama Teera, pulang kembali ke rumah.
Karena jarak yang cukup jauh, mereka baru sampai saat matahari sudah benar-benar tenggelam, dan malam baru saja datang. Dari jauh, pintu rumah nampak berbeda dengan adanya satu alas kaki yang berbeda, tamu? Pikir Riku."Kakek, aku pu-" suara Riku terhenti, ada sesuatu disana, dilihatnya tamu tersebut, dia tahu orang itu, dan tidak ada orang yang lebih dicintai Riku, selain orang itu. Riku pun merangsek berlari memeluknya."Halo Riku, kau tambah besar ya, haha." Ucap orang itu, Morgan."Kenapa kau kesini, Morgan?""Kakek bilang dia butuh teman, kesepian d
Makan malam terasa begitu panjang, dan selesai saat menyentuh tengah malam. Morgan dan Teera menginap untuk malam itu. Teera tidur bersama Riku, dan Morgan tidur sendiri, dia selalu punya tempat untuk kembali, karena ini juga rumahnya. Sebab kebahagian yang memuncak, Riku tertidur lebih pulas, sehingga ia bangun lebih pagi esoknya. Keluar rumah, membawa semua hadiahnya semalam, jimat--yang kini ia ikatkan menjadi kalung di lehernya--dan busur barunya yang diberikan oleh Teera. "Baiklah, waktunya mencoba." Sebab langit masih sangat gelap, maka Riku akan mencoba berlatih untuk mengetahui kekuatan jimatnya. Mengetahui jimat ini menerimanya, dan lagi, ini adalah peninggalan ayahnya, ia tak sabar sekali untuk mencobanya. Ia berusaha mengingat apa yang dijelaskan oleh Morgan semalam. "Dalam mengaktifkan kekuatan Jimat. Banyak sekali prosesnya, Riku. Em...maksudnya, banyak sekali pemicu." "Bisa
Teera yang tidak memahami apa yang tengah terjadi hanya diam dan berteriak."Apa yang dicoba?! Hey?!"Morgan hanya tersenyum, dan--splash. Morgan melesat cepat, yang kini, secara tiba-tiba, sudah berada di atas Riku. Teera tercengang dengan pergerakan Morgan.Inikah pergerakan seorang anggota pasukan kerajaan? Gumam Teera.Dalam gerak lambatnya di atas Riku, Morgan mengeluarkan sesuatu dari sakunya. Riku mengambil posisi, memperhatikan apa yang keluar dari sakunya Morgan, itu--Riku terdiam, bingung, pemantik api?Morgan menyalakan pemantik api, dan dalam sekejap semua api dari pemantik tersebut seperti ditarik keluar dan berputar memadati salah satu tangannya yang teracung ke bawah, mengarah tepat ke Riku."Sihir api." Ucapnya."Fire...ball!"Selepas kata itu disebut, gumpalan
Malam setelah Riku mendapat kekuatannya, ia terbangun setelah kelelahan tadi sore. Ia pergi ke ruang makan, perutnya lapar setelah seharian berlatih dengan Morgan.Sesaat setelah sampai, kakek tengah duduk sendirian di meja makan. Riku duduk, dan langsung mengambil makan, tak memperdulikan kakeknya."Kau kelelahan? Dasar lemah!? Hehe." Ucap kakeknya, membuat Riku menahan suapannya, waktunya membalas."Bilang saja kau iri, heh. Sekarang aku sudah kuat, dan setelah berlatih menjadi lebih kuat, aku akan pergi dari sini.""Berkelana jauh, menuju tempat-tempat yang belum pernah aku kunjungi. Tempat dimana kau tidak bisa memarahiku.""Lalu--" ucapnya tertahan."Pergi mencari ayah." Ucap Riku, dan melanjutkan makan.Kakek hanya memandangnya diamDia sudah tumbuh secepat ini hah? Hehe. Lihat lah Kur
Setelah panjang menjelaskan bagaimana kehidupan Ayah Riku. Kakek pun melanjutkan pembicaraan.“Kekuatanmu persisi seperti ayahmu, kekuatan api murni." Ucap Kakek.Riku yang mendengar kata itu pun masih bingung, ia tidak paham mengenai dasar-dasar kekuatan dan sejenisnya.“Jika aku pemilik api murni, apakah artinya ada pemilik kekuatan api yang tidak murni? Dan apa yang membedakan keduanya, kakek?” Ucap Riku.Kakek melihat keingintahuan Riku, sepertinya ia harus menjawab semua hal yang ingin ditanyakan Riku malam ini.“Mudahnya, kekuatan murni adalah kekuatan dimana pemiliknya dapat mengeluarkan sihir tersebut tanpa perlu pemantik atau sesuatu sejenisnya…” Jelas kakek.“Sebagai contoh kekuatan api-mu. Kau bisa langsung mengeluarkan kekuatan tersebut bukan? Berbeda dengan Morgan yang menggunakan pemantik api, ja
Riku baru saja sampai di rumah pohon. Ia perhatikan dengan seksama temannya yang satu ini. Teman tak bernyawa yang telah menemaninya pada masa-masa awal kehidupan bermainnya. Tempat berteduh, tempat belajar, tempat berlindung, tempat untuk kembali. Ia tarik nafas yang dalam, dan mulai memanjat naik ke atas.Dilihatnya apa-apa yang ada disana, seluruh proyeksi kehidupannya, gambaran perkembangan dirinya. Dibukanya semua catatannya, disana lah semua kebahagian, keluh kesah yang ia miliki tercurahkan. Ia baca sekali lagi dan ia tutup buku tersebut, ia tak akan membawa buku itu, ia sudah bertekad untuk pergi dan menjadi dirinya, semua hal yang akan membuatnya rindu kembali, akan ia tinggalkan.Dia ambil beberapa buku disana, ia baca kembali sebelum ia masukkan ke dalam tas. Apapun yang terjadi nantinya, ia akan menggunakan semua yang ia pahami untuk berjuang di tempat selanjutnya. Ia membaca dan terus mengulang bacaan tersebut sampai
"Apa yang kau lakukan disini, Morgan?"Morgan hanya memandangnya dengan dingin."Aku mencarimu." Tegasnya.Mencariku? Untuk apa?"Apa kau akan melindungi kami dari para penyerang hutan ini?" Tanya Riku.Morgan hanya menghela nafas, menundukkan kepala ke arah Riku."Aku yang membakar hutan ini"Apa ini? Gumam Riku.Morgan membakar hutan ini? Mengapa? "Aku membakar hutan ini, sebab kakek tidak mau memberi tahu apapun.""Jadi, aku menyerangnya dan membakar hutan ini. Memancingmu untuk datang kesini."Apa? Memancingku? Kenapa ia juga menyerang kakek?Morgan maju selangkah lebih dekat dengan berdiri tegap."Riku, atas perintah dari perdana menteri kerajaan, kau kami tahan karena terlahir sebagai anak dari orang yang terkutuk, Raja Api Kuri."Terkutuk? Raja Api Kuri? Ayahku? Ayahku orang terkutuk?"Apa maksudmu, Morgan? Bukankah ayahku adal
"Apa yang kau lakukan disini, Morgan?"Morgan hanya memandangnya dingin."Aku mencarimu." Tegasnya.Mencariku? Untuk apa?"Apa kau akan melindungi kami dari para penyerang hutan ini?" Tanya Riku.Morgan hanya menghela nafas, menundukkan kepala ke arah Riku."Aku yang membakar hutan ini"Apa? Gumam Riku.Morgan membakar hutan ini? Mengapa?"Aku membakar hutan ini, karena kakek tidak mau memberitahu keberadaanmu.""Jadi aku menyerangnya dan membakar hutan ini, memancingmu untuk datang kesini."Apa? Memancingku? Tapi, untuk apa? Dan mengapa ia melakukan semua ini?Morgan maju selangkah lebih dekat dengan berdiri tegap."Riku, atas perintah dari perdana menteri kerajaan, kau kami tahan karena terlahir sebagai anak dari orang yang terkutuk, Raja Api Kuri."Terkutuk? Raja Api Kuri? Ayahku?Ayahku orang terkutuk? A