Share

BAB 3 (Teera dan Angin)

Bumm, suara itu begitu keras terdengar. Riku, yang berada tidak jauh, bergegas cepat memastikan, apa? Atau siapakah itu?

Jikalau pun ada ledakan, biasanya adalah ledakan bahan peledak.

Sebagai tempat yang cukup tertutup dan jarang diketahui, hutan Yooru menyimpan banyak sekali spesies tumbuhan ataupun hewan yang langka, dimana proses pelestarian diserahkan kepada kakek, sekaligus diantara hal-hal yang terlarang untukku adalah memetik tumbuhan atau memburu hewan langka tersebut. 

Disini lah para pemburu ilegal mengambil kesempatan, dan secara aneh, mereka memang sering menggunakan peledak sebagai cara cepat untuk membunuh hewan-hewan tersebut, yang nantinya langsung mereka jual mahal, tentunya secara ilegal.

Jika itu memang mereka, maka Riku pun bertugas untuk mencegah dan menangkap mereka jika perlu.

Bumm, suara itu terdengar lagi, letaknya agak jauh, hampir di sisi terluar hutan yang mengarah ke sungai Mazz.

Meski terlampau agak jauh, tidak ada alasan bagi Riku untuk tidak memeriksanya.

Pertama, ditakutkan mereka adalah pemburu ilegal. Kedua, mereka juga mengganggu wilayah pribadinya. 

Riku sampai disana, dia mengambil tempat terbaiknya di pepohonan, ia mengintai, terdapat satu orang disana, seorang laki-laki.

Orang itu tidak nampak seperti pemburu ilegal, Riku pun diam untuk memperhatikannya dahulu. 

"Dari mana asal suara besar itu?" Gumamnya.

Orang itu nampak seperti kelelahan dari jauh, nafasnya seperti memburu. Sejenak ia seperti membuat kuda-kuda, mengatur nafasnya, lalu melompat dan ber-

"Apa? Berjalan di udara?"

Orang itu berjalan di udara dalam beberapa langkah. Tempat kakinya berpijak seperti tertahan oleh sesuatu seperti angin yang padat, pijakan terakhir mendorongnya tinggi, melesat ke atas.

Tepat saat ia mulai melambat, ia mengangkat tangannya, seperti menggenggam sesuatu, mengucap sejumlah kata dengan cepat, dan dalam sekejap, sejumlah angin berputar cepat di sekitar tangannya, menjadi padat berbentuk sebuah tombak, yang seketika itu juga ia tembakkan ke arah pohon besar di depannya, dan bumm.

Ternyata itu asal suaranya, gumam Riku yang masih tercengang dengan apa yang terjadi, siapa dia? 

Semantara masih di dalam ketinggian, orang itu kembali mengeluarkan jurus yang sama, meski dalam keadaan tubuhnya yang terbalik hingga 180 derajat dalam posisi terjatuh, tidak melemahkan fokusnya, tombak kedua, bumm. 

Sesaat sebelum jatuh, ia mengeluarkan tombak lagi, tombak ketiga, lalu melemparkannya. Tapi aneh, arah tombaknya terasa berbeda, arah itu--

Oh tidak--bumm. Riku berhasil menghindari tombak itu, sedetik saja ia lengah, maka ia akan habis oleh tombak itu.

Bagaimana dia tahu aku disini, gumam Riku. 

Sekejap dalam posisi terjatuh, sebab terkejut, Riku melihat ke arah orang itu, yang ternyata sudah berada di atasnya dengan tangan terangkat, siap menghantamnya.

Dengan sigap Riku menendang tubuh orang itu, memanfaatkan hal itu untuk memutar tubuhnya, menjauh dari jangkauan pukulan tersebut--bumm, pukulan tersebut menyentuh ruang kosong, tekanannya sampai ke tanah di bawah mereka dan membuat lubang berukuran sedang.

Riku dan orang itu terjatuh dalam keadaan sigap dengan kuda-kuda. Riku bersiap-siap menyerang, dan--

"Riku?" Ucap orang tersebut. Tudung di kepala membuatnya sulit dikenali. Riku masih menjaga kuda-kudanya.

"Ini aku, Teera." Ucap orang itu seraya melepas tudungnya. Riku melepas kuda-kudanya.

"Teera? Apa yang kau lakukan disini?" Tanya Riku. Teera merupakan teman jauhnya. Kakek Teera merupakan teman dari kakek Riku. 

"Kemarin, aku diminta kakekmu untuk berkunjung. Katanya, kau kesepian hahaha, benar itu?"

"Tidak, itu tidak benar. Mau saja kau dibodohi orang tua itu"

"Ya, setidaknya aku bisa melihatmu. Lihat lah aku, sudah resmi menjadi dewasa, hehe." Ucapnya seraya menunjukkan kalung yang terpaut di lehernya.

Kalung biasa, namun dengan sebuah batu kecil ditengahnya, batu yang indah, apakah?

"Jimat, kah?" Tanya Riku.

"Ya, kau benar"

Riku tidak percaya, bagaimana Teera sudah mendapat Jimat? 

"Jimatku adalah tipe elemen, angin lebih tepatnya." Teera menjelaskan.

"Memang bukan tipe yang kuat. Tapi, aku tahu bagaimana menggunakannya."

Riku masih berkutat dalam dipikirannya, bagaimana Teera mendapat kekuatannya? Angin? Seberapa kuat kekuatan itu? Tidak kuat? Lantas suara dentuman tadi, bukankah itu terlalu kuat?

Melihat temannya berpikir keras, Teera mengambil inisiatif.

"Sudah, jangan terlalu dipikirkan, otakmu masih tumpul, hahaha."

"Ini sudah sore, ayo kita ke rumahmu." Lanjut Teera.

Riku yang melihat hari sudah malam, hanya mengangguk dan mulai berlari cepat meninggalkan hutan bersama Teera, pulang kembali ke rumah.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status