Home / Pendekar / Rimba Memburu Senala / 30a- Zulaika Bertemu Salman

Share

30a- Zulaika Bertemu Salman

Author: Erbidee
last update Huling Na-update: 2025-06-12 21:38:40
Bukit yang dimaksud Pak Ranu memang memiliki danau. Danau itu jernih karena airnya bersumber dari mata air. Namun informasi yang diberikan oleh Pak Ranu tidaklah jernih. Rimba Rangkuti menjadi kecewa manakala menemukan seorang perempuan yang duduk bersimpuh sendirian di pinggir danau. Murid Calistung itu segera mengetahui bahwa perempuan itu bukanlah Senala. Senala tidak menggunakan cadar.

Calistung segera menepuk dahi begitu menyadari bahwa Pak Ranu itu sudah sepuh, buta warna dan mulai pikun.

Begitu Calistung menjelaskan ihwal Pak Ranu kepada Rimba, raut wajah remaja tanggung itu bagai awan gelap, pucat.

Perempuan bercadar ungu itu menolehkan wajah begitu menyadari ada sesuatu yang terdengar seperti melangkah di antara rerumputan. Dengan waspada, tubuhnya bangkit sedang kedua matanya tajam menyelidik kepada Calistung dan Rimba.

“Jangan berprasangka buruk, Nona ...,” Calistung berkata untuk memudarkan kekhawatiran perempuan itu. “Saya Calistung. Dan ..., ini Rimba Rangkuti.”

Rimba men
Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Locked Chapter

Pinakabagong kabanata

  • Rimba Memburu Senala   30e- Zulaika Bertemu Salman

    Mamak Jambul celingukan begitu mengetahui Baramundi tidak semeja dengannya lagi.“Ke mana dia?”Senala menunjuk lantai atas.Bola mata Mamak Jambul mendongak. Tubuhnya pun kemudian bangkit. Dengan langkah gemulai dia menapak anak tangga hingga lantai atas. Namun sayang, kegemulaian langkahnya itu tidak menggoda pengunjung area makan. Para lelaki itu tidak ada satu pun yang berani memperhatikan gemulainya tubuh Mamak Jambul ketika melangkah. Lebih baik mereka menyeruput minuman dan mengunyah makanannya masing-masing ketimbang cari masalah dengan Mamak Jambul.Sesudah mengetuk pintu kamar Baramundi, Mamak Jambul pun masuk. Bokongnya memilih untuk duduk di tepi jendela yang terbuka. Hujan mulai reda. Sisa rintik hujan membekas rapi berjajar di tanah merah yang basah.Beberapa saat lamany

  • Rimba Memburu Senala   30d- Zulaika Bertemu Salman

    Sementara itu, di pondok inap, suasana hujan deras tidak membuat hiruk pikuk area makan-minum di pondok itu mereda. Meja-meja tetap saja penuh. Hilir mudik pelayan disela gelegar petir tidak menghalangi aktivitas mengantarkan pesanan makan dan minuman.“Wah, seingat saya, belum genap beberapa waktu lalu Anda nyaris mati, dan diberi keberkahan hidup lagi. Eh, ...,” ujar satu pelayan tertahan oleh senyumnya.Baramundi menimpali, “’Eh’ kenapa?” Sesungging senyum di atas jenggotnya tampak. Dia menenggak isi satu sloki sekali tenggak ke mulutnya. “Ah!” serunya.“Sekarang malah diberi berkah seorang anak yang cantik, istri yang cantik, dan peliharaan yang menggemaskan.”Mamak Jambul menahan-nahan hendak tertawa.Senyum Baramundi berubah jadi

  • Rimba Memburu Senala   30c- Zulaika Bertemu Salman

    Jingan melayang di atas danau, tubuhnya tegap dan megah. Sayapnya terbentang luas, menghadirkan bayangan besar yang membelah kabut. Sorot matanya tajam, penuh kesadaran dan otoritas. Angin seolah-olah tunduk padanya, berputar mengitari tubuhnya, membentuk pusaran halus yang bergerak lambat.Zulaika menahan napas. Sosok itu begitu nyata, begitu dekat. Rimba dan Calistung saling melirik—tidak ada jejak tawa tersisa di wajah mereka.Nenek Suyatim mengayunkan tongkatnya sekali ke tanah, bunyi ketukannya menggema ringan. "Dia bukan sekadar datang," ujarnya. Suaranya rendah lamun penuh makna.Jingan tidak bergerak, hanya memandang mereka. Angin berhembus lebih pelan, seolah-olah menyesuaikan dengan ritme keberadaannya.Rimba akhirnya berbisik, "Nek, kenapa dia datang?"Nenek Suyatim tidak segera menjawab. Dia menarik napas dalam, lalu mengembuskannya perlahan. "Bukit Berkabut sedang bergetar. Siluman itu menggeliat."Mata Zulaika membesar. "Siluman itu ..., sudah bangun?"Nenek Suyatim meng

  • Rimba Memburu Senala   30b- Zulaika Bertemu Salman

    Ekspresi Zulaika ketika menghentikan langkah dan mengatakan “itu” membuat Calistung dan Rimba tersenyum sesudah bertukar pandang.“Itu Nenek Suyatim,” kata Rimba. “’Hantu’ Bukit Berkabut’”“Hush!” Calistung refleks menepuk ubun-ubun muridnya.Rimba meringis sebentar kemudian cengengesan.Ketika mengetahui bahwa dirinya menjadi bahan olok-olok, Zulaika manyun meski terhalang oleh cadarnya yang berwarna ungu. Namun raut wajahnya yang jelas, tampak merengut dengan sorot mata tajam bagai hendak menusuk Calistung dan Rimba yang tertawa-tawa. Akhirnya, topi kuncung di kepalanya menjadi sasaran pelampiasan kemarahannya. Dia menggeser topi kuncung itu dengan kasar demi mendapatkan rasa nyaman di kepala.Danau di Bukit Berkabut menjadi tempat Nenek Suyatim melakukan banyak hal seperti mencuci, mencari ikan, atau sekadar sarana melepas lelah. Dengan memandangi danau berlatar pemandangan hijau yang sebagian besarnya tertutupi oleh kabut, membuat mata, telinga, pikiran dan hati menjadi nyaman dan

  • Rimba Memburu Senala   30a- Zulaika Bertemu Salman

    Bukit yang dimaksud Pak Ranu memang memiliki danau. Danau itu jernih karena airnya bersumber dari mata air. Namun informasi yang diberikan oleh Pak Ranu tidaklah jernih. Rimba Rangkuti menjadi kecewa manakala menemukan seorang perempuan yang duduk bersimpuh sendirian di pinggir danau. Murid Calistung itu segera mengetahui bahwa perempuan itu bukanlah Senala. Senala tidak menggunakan cadar.Calistung segera menepuk dahi begitu menyadari bahwa Pak Ranu itu sudah sepuh, buta warna dan mulai pikun.Begitu Calistung menjelaskan ihwal Pak Ranu kepada Rimba, raut wajah remaja tanggung itu bagai awan gelap, pucat.Perempuan bercadar ungu itu menolehkan wajah begitu menyadari ada sesuatu yang terdengar seperti melangkah di antara rerumputan. Dengan waspada, tubuhnya bangkit sedang kedua matanya tajam menyelidik kepada Calistung dan Rimba.“Jangan berprasangka buruk, Nona ...,” Calistung berkata untuk memudarkan kekhawatiran perempuan itu. “Saya Calistung. Dan ..., ini Rimba Rangkuti.”Rimba men

  • Rimba Memburu Senala   29- Jingan Berambut Panjang dan Berjubah

    Pagi hari di Padepokan Mamak Jambul, pada satu sudut tanah lapang berumput sebetis, Senala memperhatikan gurunya dan Baramundi yang berdiri saling berhadapan.“Mereka berdua serius sekali kelihatannya,” ujar Senala pelan. Sedang kedua tangannya sibuk membereskan perabotan makan yang hendak dibawanya untuk dicuci, kedua mata Senala beberapa saat terus memperhatikan mereka berdua masih berbincang sambil berjalan berdampingan. Dengan satu baskom berisi perabotan kotor di kedua tangannya, Senala menuju dapur.Sementara itu, Baramundi dan Mamak Jambul masih serius berbincang. Dan apa yang menjadi bahan perbincangan itu menyangkut Senala, murid semata wayang Mamak Jambul.“Sebagai pewaris seluruh kemampuan bela dirimu, Senala harus cepat belajar menyerap seluruh ilmu yang engkau miliki dalam waktu singkat, Mak.” Baramundi mengelus jenggotnya yang hitam.Tanpa menimpali, Mamak Jambul melangkah berdampingan dengan Baramundi. Perempuan itu sedang merenung untuk mencari cara yang terbaik agar S

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status