"Siapa yang datang Bunda?" tanya suamiku dengan pertanyaan yang lembut dan mesra.
"Arsitek mu yang bernama Niken mampir ke tempat ini dan menyerahkan berkas desain untuk proyek terbaru. Ini dia?" Aku menyerahkan berkas itu pada suamiku Dia terlihat memasang ekspresi datar menerima kertas-kertas itu dari tanganku."Dia bilang apa?""Tidak ada, hanya menitip ini saja.""Oh baik." Lelaki itu memberikan badan sambil mengangguk-ngangguk lalu beranjak kembali masuk ke dalam."Tunggu ....""Apa?" tanyanya."Apa kau dan arsitekmu dekat?""Pertanyaan macam Apa itu dekat yang maksudnya seperti apa?" Mas Farid menaikkan alisnya dengan heran memasang ekspresi seakan-akan dia tidak mengenal wanita itu atau tidak memiliki dosa sedikitpun. Aku jadi dongkol di dalam hatiku melihat dia yang pandai sekali bersilat lidah dan pura-pura."Aku bertanya padamu. Apa kau dan dia cukup dekat?""Aku dan dia sering bertemu karena kami diharuskan untuk membahas proyek dan bekerja sama. Satu konstruksi yang salah akan membuat kami mengacaukan seluruh proyek, Jadi kami harus bekerja dengan teliti dan harus saling berkoordinasi. Apa itu jelas??""Iya, baiklah.""Ada apa denganmu. Sejak pulang dari pesta semalam kau jadi aneh dan ekspresi wajahmu berubah seakan kau mencurigai sesuatu, apa aku menyakiti hatimu?""Tidak, tidak sama sekali," jawabku."Baguslah."Lelaki itu naik lagi ke kamar kami untuk mandi sementara aku melanjutkan merapikan dapur. Saat mencuci piring dan mengelap kompor tiba-tiba aku terlintas di dalam benakku untuk memeriksa ponsel mas Farid. Sejauh ini aku tidak pernah memegang gawai miliknya jadi aku ingin tahu apa yang terjadi di sana mudah-mudahan ponselnya masih tidak terkunci seperti dulu.Aku mengendap-endap masuk ke dalam kamar, masih mendengar bunyi air yang gemericik di kamar mandi yang berarti bahwa suamiku belum kelar dengan proses mandinya.Aku meraih ponsel yang tergeletak di nakas yang dekat tempat tidur, aku mencoba membuka ponsel itu tapi ternyata terkunci dengan sandi. Aku mencoba memasukkan tanggal lahir dan beberapa angka secara acak tapi itu gagal.Ya Tuhan ... Aku mulai resah karena keren sudah dimatikan di dalam kamar mandi sana.Saat aku akhirnya menyerah dan hendak meletakkan ponsel itu ke tempat semula tiba-tiba ada pesan di pop up layarnya.(Ekspresi istrimu sungguh lucu saat dia menatapku. Aku yakin wanita itu tidak tahu apa-apa Mas. Mari kita bertemu di jam makan siang.)Begitu bunyi pesan yang terpampang di sana."Oh berarti wanita itu dan suamiku pernah membahas tentang diriku. Apakah dia memberitahu Mas Farid kalau aku dan dia sempat berpapasan semalam dan menyaksikan perbuatan me*** mereka? Ataukah, wanita itu sengaja datang ke rumah untuk menguji kesabaran dan membodohi diriku! Ah, dipermainkan aku benar-benar dipermainkan oleh wanita lancang itu dan aku harus memberinya pelajaran."Aku bermonolog pada diriku sendiri sampai tiba-tiba pintu kamar mandi terbuka dan mas Farid mendapati diriku memegang ponselnya."Apa yang kau lakukan dengan ponselku?""Uhm, ta-tadi, berdering. Aku hendak menyerahkannya padamu tapi panggilannya berakhir.""Tapi aku tidak suka kamu memeriksa ponselku dan selama ini kau selalu mengabaikan panggilan yang masuk Meski Kau melihatnya Ada Apa denganmu?" tanya dirinya yang masih mengusap kepalanya yang masih basah."Aku hanya, sekelebat melihat sebuah pesan di pop up layar.""Kok beraninya kamu ya....""Apa ada yang kau sembunyikan, Tolong beritahu aku.""Tidak ada. Ini pasti tentang masalah pekerjaan." Dia meraih ponsel itu dari tanganku."Kalau begitu kenapa ponselnya dikunci?""Aku hanya khawatir ponselnya hilang dan dibuka oleh orang yang tidak bertanggung jawab aku tidak bermaksud membatasi privasiku dengan istriku sendiri.""Kalau begitu tolong buka dan biarkan aku melihat pesan yang baru saja masuk agar aku tidak resah." Tatapan mata kami beradu dan kami saling terdiam selama lebih dari 10 detik. Dia dia menatapku lalu memicingkan matanya dengan kesal."Aku mohon.""Apa kamu tidak percaya pada suamimu sendiri?""Kalau itu memang bukan pesan yang penting tolong perlihatkan padaku.""Pekerjaanku juga privasiku Jadi kami membahas masalah rahasia di sana dan Tidak seorangpun yang boleh tahu, apa kau mengerti?""Tolong beritahu saja aku," ucapku sambil berusaha meraih ponsel dari tangannya dan tiba-tiba lelaki itu melempar ponselnya ke dinding dengan keras."Prak!Ponsel itu pecah berserakan.Aku terkesiap dan air mataku langsung tumpah begitu saja."Jika kau tidak percaya padaku maka lebih baik ponselnya aku pecahkan dan bila perlu.... aku tidak perlu punya gadget lagi.""Maas ....""Aku tidak mengerti kenapa kau begitu bersikeras," ujarnya sambil mendengkus. Aku mencoba menghalau air mataku dan menenangkan nafasku yang bergemuruh. Sudah tahu dirinya salah tapi dia terus berusaha menutupi keadaan itu. Tentu saja ini membuatku makin tidak percaya dan semakin sakit hati padanya.Setelah suamiku mengenakan jas dan bersiap berangkat kerja, aku hanya terdiam di ruang tengah sambil menahan air mataku mengingat bentakannya yang begitu keras. Untung posisinya anak-anak sudah berangkat ke sekolah dan kegiatan masing-masing jadi hanya ada kami berdua saja yang berkonflik"Aku pergi dulu," ujarnya dingin."Iya, Mas, maafkan aku atas ponselmu." Aku mencoba mengalah meski dalam hati ini sudah bertumpuk-tumpuk sekali amarah dan luka. Aku mencoba menahan dirimu demi tidak bertengkar pagi-pagi dan diperhatikan oleh ketiga anakku. Cindy, Alexa dan kakaknya akan tersinggung jika orang tua mereka ribut pagi-pagi."Iya, tak apa," balasnya sambil menghelakan nafas dengan dalam."Apa perlu aku perbaiki ponsel itu?""Tidak, biar aku sendiri yang membawanya ke tukang reparasi, ada beberapa data dan kontak yang mau aku unduh."'iya, Mas, baiklah.""Kau tidak ke mana-mana hari ini?""Tidak.""Aku terpikirkan tentang dirimu yang sejak kemarin terus bersikap aneh. Puncaknya ... malam
Mas Farid nampak terkejut mendengar perkataan wanita berambut panjang itu, meski dia mengenakan pakaian kerja khusus konstruksi tapi cetakan bagian tubuhnya yang terbungkus celana jeans dan sepatu boot membuat dia nampak sangat seksi. Dia menawan dan sungguh menarik."Apa? Kau bilang apa?" Suamiku nampak terguncang saat kekasihnya minta putus darinya. Dia segera meraih tangan wanita itu dan membingkai wajahnya dengan kedua telapak tangannya."Aku belum pernah mencintai orang setulus aku mencintaimu.""Cih, jangan bohong." Wanita itu mendeci sambil membuang pandangannya ia seakan benci sekali pada suamiku."Aku memang mencintai Hafsah, tapi aku lebih mencintaimu, aku tergila-gila padamu dan akan kutinggalkan segalanya lebih bisa bersamamu.""Oh ya?" "Ya, aku bersumpah!" ucapnya sambil mengecup jemari Niken."Lalu kenapa kok belum juga meninggalkan mereka semua jika kau memang yakin begitu mencintaiku.""Aku harus menyelesaikan hubungan itu dengan baik-baik agar tidak ada dendam Antara
PraaaaakAaaaah! Auhhh tolong ....Wanita itu menjerit minta ampun, keningnya berdarah, saat kulepas tengkuknya dia meluncur jatuh dan terkapar di aspal."Aku peringatkan padamu, untuk jangan main main denganku," ujarku sambil tersenyum miring dan masuk kembali ke mobil, wanita itu terkapar, ia merintih kesakitan dan berusaha bangkit, keningnya pecah lalu mengucurkan darah "Laporkan saja insiden ini pada pacarmu, aku menunggu reaksinya," lanjutku sambil tancap gas dan pergi begitu saja.Wanita itu memandangku dengan kesal tapi dia tak menjawabku."Beraninya wanita obralan sepertinya mencoba memisahkanku dan suamiku." Aku menggunam lalu mengencangkan laju mobil.*Waktu kembali bergulir, siang jadi malam, dan suamiku belum kunjung pulang, aku rasa dia menolong gundiknya, membawanya ke rumah sakit dan merawatnya.Hingga pukul sembilan dia belum kunjung datang, kucoba untuk menghubungi tapi dia tak menjawabnya. Baru aja akan kucari, dia sudah ada di ambang pintu."Dari mana saja Mas, a
Tanpa sengaja air mataku berderai, lututku gemetar dan aku berusaha membekap mulutku dengan kedua tangan, menghalau tangisanku agar tidak pecah dan terdengar oleh penghuni rumah. Aku tidak kuasa melihat benda berwarna merah marun yang teronggok di lantai kamarku itu. Aku merasa jijik menyentuhnya dan segera kulempar tapi aku tak bisa menepis fakta bahwa mereka memang melakukan sesuatu sebelum jam pulang kerja dan sebelum aku memukul wanita itu di tepi hutan. Aku rasa ini kan berusaha memprovokasi dan cari gara-gara denganku sehingga dia punya celah untuk masuk dan memanasi suamiku sehingga hubungan kami keruh.Ada tabir tipis antara penipuan dan rasa cinta yang sesungguhnya. Jika diperhatikan saat suamiku mengutarakan cinta padaku dia mengatakannya dengan begitu tulus jujur dan tatapan matanya benar-benar menunjukkan kalau dia mengatakan yang dia rasakan. Tapi saat aku menyaksikan dia mengatakan hal yang sama kepada Niken, maka aku tersadar, bahwa suamiku memang pandai bersandiwa
"Apa tidurmu nyenyak semalam?" tanya lelaki itu saat aku sedang melata piring di meja makan. Dia menjumpaiku, mendekati ke dapur saat aku sedang menyiapkan sarapan lalu mencium kening ini."Iya, tidurku bagus, kau bagaimana Mas?""Aku nyaman memelukmu," balasnya sambil duduk lalu mengesap kopi, aku menggeser kursi lagi duduk harapannya. Memberinya piring makan dan meletakkan nasi goreng ke atas permukaan benda itu."Makanlah.""Baik," jawabnya.Kami makan dan saling diam sekali aku dan dia saling memandang sampai akhirnya lelaki itu tidak tahan untuk bertanya,"Ada apa, kenapa kau diam saja?""Aku ingin bertanya padamu.""Tentang apa?""Apa yang kau sembunyikan dariku?" tatapanku tajam padanya, "Apa maksudmu, sudah nyari seminggu kau terus bertanya tentang apa yang aku sembunyikan Memangnya apa yang aku sembunyikan," tanya lelaki itu sambil menahan makanan di sendoknya."Baiklah kalau kau tidak mau mengatakan yang sebenarnya. Tapi, Aku tetap menunggumu untuk jujur.""Kejujuran macam
"Kupikir kau cukup bijaksana untuk menentukan langkah dan sikapmu tapi kau benar-benar mengundang masalah," desis Mas Farid."Apa maksudmu?""Kau pikir istriku akan diam saja mengetahui ini, Kau pikir dia akan bisa melihat kau meletakkan celana dalammu ke dalam jasku! Akan ada keributan besar dan kehancuran dalam keluargaku, anak-anakku akan murka dan semuanya akan bergulir jadi masalah yang begitu besar, apa kau sengaja melakukan ini?""Aku melakukannya agar kau merindukanku.""Jelas alasanmu tidak masuk akal, kau sengaja meletakkannya karena kau tahu istriku yang akan membersihkan jasku, kau sengaja ingin mengungkap perselingkuhan kita, iya kan.""Kalau iya terus kenapa? Sejauh ini aku menunggu kejelasan darimu kau bilang kita akan menikah dan bersama tapi buktinya belum ada sampai saat ini!"Wanita itu jadi berang dan menyingkirkan tangan mas Farid dari kedua lengannya, dia menepisnya dengan kasar dan berteriak. Untungnya koridor di sayap barat tidak terlalu ramai dengan pekerja ka
Dia terbelalak saat hendak keluar dengan langkah yang cepat dan nyaris menabrakku, dia hampir jatuh karena kaget. Ekspresi wajahnya yang tadinya biasa-biasa saja langsung pias dan gugup."Ka-kau ada di sini?" Mendadak suamiku panik dan terbata-bata. "Ya....""Sejak tadi?""Ya."Dia semakin pucat dan menelan ludah. "Apa kau melihat semua yang terjadi di dalam?""Ya, kenapa?""Ah!" Lelaki itu memegang keningnya dan mulai gelisah."Aku bisa jelaskan Sayang, Ini hanya salah paham. Kau pasti hanya mendengar percakapan itu setengah-setengah saja kan?""Aku dengar dengan jelas saat kamu memanggil wanita itu dengan ungkapan sayang kau bujuk dan kau kecup keningnya lalu kau minta dia untuk kembali ke lokasi proyek! Apa itu salah?" Suamiku gemetar bukan main saat aku mengatakannya. Sebenarnya aku ingin sekali menampar wajahnya dengan tas yang kubawa tapi aku tidak suka main kasar pada kepala keluarga. Lagipula, main kasar akan membuatnya kehilangan respek pada istrinya sendiri. Lalu kesemp
Jujur saja bertengkar dan berteriak-teriak bukan keahlianku, aku lebih memilih untuk bicara seperti itu padanya, dengan demikian, Dia mungkin akan berpikir keras untuk berusaha memperbaiki kesalahan. Atau... bisa jadi dia tidak menemukan kesadarannya.Kuambil makananku ke piring lalu kubawa piringku ke ruang tengah dan makan di depan tv, untuk pertama kalinya aku tidak makan di meja makan karena lelaki itu ada di sana."Aku jadi malu dan segan untuk makan.""Malu menunjukkan bahwa kau masih punya akal. Tapi entah kenapa, sejak awal, ke mana rasa malu itu pergi. Ke mana rasa takut akan dosa dan kemungkinan aibmu akan terungkap di saat kau berani menyingkap pakaian wanita itu di dalam ruang kerjamu?""Aku mohon, aku ...."Aku tidak lagi mendengar perkataannya karena tiba-tiba kuambil remote dan kubesarkan volume TV. Aku benci mendengar pembelaannya yang seperti pembenaran tidak masuk akal. Aku sudah bosan dan aku lelah. Melihatku yang acuh tak acuh saja serta hanya sibuk menonton TV