Share

BAB 7

Penulis: Petra Vie
last update Terakhir Diperbarui: 2025-08-04 08:09:06

Ku rebahkan diriku di atas ranjang setelah pulang dari sungai, pikiranku melayang cukup jauh untuk mencerna semua peristiwa hari ini. Seorang penari tiba-tiba makan bersama seorang ningrat dan cukup akrab untuk berbicara. Selama memikirkan itu semua tidak terasa mataku cukup berat sampai akhirnya terlelap untuk tidur.

            Hari-hari berikutnya berjalan seperti biasa meskipun sekarang saat pergi mencuci ke sungai mereka sudah tidak lagi mengejekku, kehidupanku cukup tenang selama seminggu ini tidak ada masalah sama sekali. Aku juga masih rutin datang ke keraton untuk latihan dan selama ini aku tidak pernah bertemu dengan Kaningrat, entah dia di mana mungkin saja sedang menikmati kehidupannya di luar keraton.

“Kita istirahat sebentar!” perintah Manik setelah kami berlatih, aku merapikan kain selendangku.

“Hah...aku cukup lelah, Danastri,” ucap Mirah yang duduk sambil mengipasi dirinya menggunakan selendang.

“Aku pun,” ucapku yang kemudian beralih melihat sekitar sampai mataku melihat sesuatu.

“Itu–”

“Lihat, itu Raden Kaningrat!”

“Wah, dia benar-benar tampan sekali, apa aku sudah cantik?”

“Apa yang dia lakukan di sini?’

“Tentu saja untuk melihatku!”

“Arsitektur manusia jawa sangatlah tampan!”

            Suara itu berhasutan memuji Kaningrat yang sedang berbicara dengan salah satu abdi dalem yang menjaga sanggar tari. Aku bisa melihat mereka juga berjalan kemari, hal ini semakin membuat teman-teman yang lain kegirangan melihat Kaningrat yang tersenyum manis.

“Semuanya ayo kita kembali berlatih!” teriak Manik memberitahu bahwa kami harus kembali. Namun, yang kudapati suara-suara enggan sampai satu sorotan tajam dari Manik berhasil membuat kami berbaris dengan rapi.

            Ku dapati Wardi sedang melihatku dan memberikan kode lewat mata, jujur saja aku tidak mengerti karena dirinya menatapku kemudian menatap Kaningrat dan kembali ke arahku. Terlihat wajahnya sangat kesal karena aku tidak cepat mengerti bahkan dirinya sampai mengepalkan kedua tangannya di udara. Aku yang tidak terlalu peduli kembali fokus pada latihanku.

“Manik, kemarilah!” Manik yang merupakan ketua langsung datang ke arah abdi dalem itu, sedangkan teman-teman yang lain terlihat girang bisa menatap Kaningrat sedekat ini. Di satu sisi, Wardi masih memberikan kode yang tidak ku mengerti sampai dia sedikit mendekatiku.

“Astaga, Danastri kenapa kamu tidak paham?” tanyanya, “Apanya? Dari tadi matamu seperti ini aku jelas tidak tahu maksudmu,” ujarku yang menatap sekeliling tidak peduli dengan obrolan kami.

“Raden Kaningrat ingin melihatmu, jadinya kami kemari,” jawab Wardi berhasil membuatku terdiam.

“Untuk apa?” tanyaku, “Tidak tahu, sedari kemarin dia memaksaku untuk menemaniku bertemu denganmu,” jawab Wardi yang kemudian mendekati Kaningrat.

            Tatapan mata Kaningrat mengarah padaku, dia benar-benar menatapku dan tersenyum. Perasaan aneh apa ini yang muncul tiba-tiba membuatku secepat mungkin mengalihkan perhatianku, tanpa lama Manik meminta kami untuk menari karena Raden Kaningrat ingin sekali melihat kami menari.

            Sial demi apapun pandangannya selalu tertuju padaku, rasanya seperti pertama kali dia melihatku menari waktu pagelaran itu. Sorot matanya sangat indah dan terlihat menikmati tarian dari kami. Selesai menari dia tersenyum dan memberikan tepukan tangan, kemudian pergi entah kemana.

“Wah, aku benar-benar lelah hari ini,” gumamku seorang diri setelah keluar dari keraton untuk pulang.

“Danastri,” panggil seseorang yang tidak kutemui keberadaannya. “Danastri!” ku arahkan diriku melihat seseorang di balik semak-semak.

“Sedang apa di sini?” tanyaku, “Ayo ikut aku sebentar,” ujarnya yang kemudian menarikku. Aku hanya menuruti kemauan Wardi dan berjalan di belakangnya sampai akhirnya aku menemukan laki-laki itu duduk sendirian di pendopo kecil sebelah taman.

“Apa yang Raden lakukan sendirian di sini?” tanyaku pada Wardi, “Tentu saja menunggumu,” jawab Wardi malas dan berjalan lebih cepat.

“Danastri,” sambutnya yang baru saja sampai terlihat wajahnya berbinar menatapku dan menyuruh untuk ikut duduk bersama mereka. Pandanganku mengarah di meja kecil yang sudah tersusun oleh beberapa makanan.

“Ini untukmu,” ucap Kaningrat terdengar lembut sambil menyerahkan makanan ke arahku dengan ragu-ragu aku menerimanya.

“Terima kasih,” balasku sambil melirik Wardi yang mulutnya sudah terisi oleh makanan.

            Ini aneh semua serba aneh setelah mengenal laki-laki ningrat ini, pikiranku juga berkecamuk, pemandangan saat ini adalah waktu makan siang yang seharusnya keluarga ningrat makan bersama. Namun, yang ku lihat dua orang di depanku dengan santainya makan dengan rakyat kalangan bawah benar-benar menyalahi aturan. Benar, jika ada orang yang melihatnya aku bisa ditangkap.

“Danastri, kamu mau kemana?” tanya Kaningrat yang bingung melihatku sudah berdiri begitu juga dengan Wardi yang menatapku aneh.

“A-anu, begini sebenarnya aku merasa tidak sepantasnya makan bersama dengan Raden. Jika ada yang melihat aku bisa diadili massa karena aku hanya rakyat bawah,” jawabku yang terasa berbelit.

“Hah? Apa yang dibicarakan anak ini, Raden?” tanya Wardi sambil memutar bola mata dengan malas dan kembali berkutat dengan makanannya.

“Danastri, aku hari ini memang menyempatkan diri untuk makan denganmu, jadi duduklah. Tidak akan ada yang mengadili dirimu,” jelas Kaningrat yang mengajakku kembali duduk.

“Se-sebenarnya...apa tidak masalah jika Raden mengajakku makan di sini? Maksudku bukannya Raden harus makan bersama keluarga yang lain?” tanyaku sedikit takut.

“Begini...Raden Kaningrat itu–”

Kaningrat langsung menghentikan ucapan Wardi dan menatapku dengan lekat, “Apa kamu belum mendengar rumor tentang diriku?” tanyanya kemudian aku berpikir rumor yang mana terlalu banyak rumor ku dengar tentang Raden Kaningrat setelah dia muncul.

“Ah, itu...rumor tentang Raden Kaningrat sangat tampan,” jawabku enteng yang membuat Kaningrat langsung memalingkan wajahnya, sedangkan Wardi tersedak sampai terbatuk-batuk.

“Ma-maksudku rumor yang lainnya,” sela Kaningrat yang mana telinganya sudah merah, “Tidak ada, paling sering ku dengar Raden sangat tampan dan banyak orang menyukai Raden.”

Wardi mendekatkan wajahnya padaku membuatku langsung mundur sedikit, terlihat dirinya seperti mencari sesuatu di wajahku sambil menyipitkan matanya. Di satu sisi Kaningrat mengeluarkan suara kecil hingga membuat Wardi mundur dan mengeluarkan suaranya.

“Aku tahu jika Radenku ini memang tampan dan semua wanita menyukainya, sekarang ku tebak dirimu juga menyukainya bukan?” tanya Wardi membuatku membulatkan mata sempurna.

“Memangnya salah menyukai laki-laki tampan?” balasku yang membuat Kaningrat memalingkan wajahnya, sedangkan Wardi mengernyitkan dahi.

“Jadi kamu menyukainya?”

“Masalahnya apa denganmu, Wardi? Semua manusia menyukai hal-hal indah begitu juga dengan dirimu,” ucapku dengan mantap dan lantang.

“Tidak ada masalah hanya saja apa yang kamu suka dari Radenku–” Belum selesai Wardi berbicara aku memotongnya cepat setelah mengunyah makananku.

“Astaga, Wardi. Apa hal semudah itu harus ditanyakan? Lihatlah Raden Kaningrat dia sangat tampan dengan postur tubuh yang bagus dan tingginya di atas rata-rata, kemudian dirinya juga sangat baik. Selain itu, saat tersenyum Raden Kaningrat sangat manis dia adalah arsitektur Jawa yang sempurna. Apalagi yang kamu ragukan dari Raden Kaningrat?” jelasku panjang lebar dan beberapa detik kemudian aku menyadari sesuatu dan melirik ke arah Raden Kaningrat yang wajahnya sudah memerah.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Romansa Rapshodi   BAB 11

    “Atma! Aku tidak ingin menikah denganmu, kita ini sahabat yang sudah seperti keluarga. Mana mungkin aku mau menikah denganmu, kamu tidak mungkin menyukaiku, kan?” panikku dan berhasil membuatnya tertawa senang.“Ibu...Ibu dengar Danastri tidak mau menikah denganku hahaha.”“Danastri, Masmu Atma hanya bercanda saja. Dia hanya menggodamu jangan terlalu dipikirkan,” ucap Terta, ibu Atma yang duduk mendekatiku. Atma memang dua tahun lebih tua dariku dan biasanya orang-orang di sekitar kami diusia seperti Atma sudah menikah. Namun, keluarga Atma membebaskan Atma untuk menikah umur berapa saja hanya saja pikiran Atma adalah dia tidak akan menikah sebelum aku menikah.“Ini kamu makan,” ucap Ibu Terta memberikan sepiring makanan berisi lauk, nasi, dan sayur untuk ku makan.“Atma berhentilah makan mangga, sehari ini kamu sudah makan mangga lima kali. Lihatlah mulutmu sudah penuh dengan sisa mangga,” tambahnya memperingati anak semata wayangnya itu.“Baru lima buah, masih ada delapa

  • Romansa Rapshodi   BAB 10

    Aku menghela napas panjang rasanya seperti bisa bernapas lega sekali akhirnya mereka percaya aku tidak melakukan hal buruk. Aku sangat senang sekali, besok bisa bekerja lagi. Namun, ada satu hal yang ku lupakan masalah baru.“Danastri!” teriaknya mendekatiku, “Sekarang bagaimana dengan semua manggaku? Aku sudah membantumu menyelesaikan masalahmu,” lanjutnya dengan suara emosi.“Memang Pakdhe yang harus bertanggungjawab dengan masalahku kemarin, jika saja Pakdhe tidak menyimpulkan sesuatu dengan cepat dan mengundang dukun beranak berandalan itu, mangga Pakdhe akan baik-baik saja,” jawabku cepat tidak ingin kalah.“Tap-““Dan tadi aku sudah mengajak Pakdhe dengan nada halus dan sopan, tapi Pakdhe sendiri tidak mau turun jika ku paksa. Pakdhe hanya akan sibuk panen mangga dan menanggapku tidak ada di sana,” lanjutku memotong ucapannya sebelum mengomel lebih jauh.“Tapi tetap saja caramu salah!”“Lalu caranya seperti apa?!” teriakku yang sedikit menantang, terlihat Pakdhe Asmoro terdiam ti

  • Romansa Rapshodi   BAB 9

    Hari ini sehari setelah kejadian Pakdhe Asmoro membawakan dukun beranak itu datang ke rumah, tersiar kabar yang entah-entah. Banyak orang yang beranggapan aku melakukan perbuatan tercela. Bahkan sekarang dihadapan teman-teman penari mereka menanyaiku macam-macam.“Buktikan jika tidak, Danastri...Kalau memang kamu melakukannya kamu harus mundur dari pekerjaan ini. Aku beri waktu sampai nanti siang datanglah ke pendopo putri!” perintah Manik yang tidak mengizinkanku untuk ikut menari. Ucapan Manik masih terngiang-ngiang di otakku, kehilangan pekerjaan yang benar-benar ku sukai sejak kecil bukanlah hal yang mudah. Hidupku hancur jika harus berhenti menjadi penari dan ini semua karena satu orang yang harus bertanggung jawab mengembalikan nama baikku di depan semua orang.“Pakdhe Asmoro!” teriakku di kebun belakang rumahnya yang membuatnya hampir terjatuh dari pohon mangga.

  • Romansa Rapshodi   BAB 8

    “A-anu...bukan begitu maksudku,” ucapku merasa malu dan bingung, “Jadi maksudmu Raden Kaningrat tidak tampan?!” tanya Wardi yang tidak terima.“Tentu saja dia tampan!” jawabku setengah berteriak dan membuat kami berdua melirik ke Kaningrat yang terdiam membeku dengan wajah merah sekali.“Ra-raden?” tanya Wardi sambil menggoyangkan tubuh Kaningrat, sedangkan aku yang panik langsung berdiri.“A-a...aku...pamit dulu, terima kasih banyak atas makannya,” pamitku yang berlari menyadari ucapanku tadi benar-benar tidak pantas untuk dikeluarkan. Aku berlari sejauh mungkin saat ini aku benar-benar malu mengingat ucapanku yang mengatakan bahwa Kaningrat sangat tampan di depan orangnya langsung. Semua ini karena Wardi yang menanyaiku macam-macam, entah perasaan apa saat ini jantungku rasanya aneh. Langkahku berhenti tidak jauh dari rumah, sem

  • Romansa Rapshodi   BAB 7

    Ku rebahkan diriku di atas ranjang setelah pulang dari sungai, pikiranku melayang cukup jauh untuk mencerna semua peristiwa hari ini. Seorang penari tiba-tiba makan bersama seorang ningrat dan cukup akrab untuk berbicara. Selama memikirkan itu semua tidak terasa mataku cukup berat sampai akhirnya terlelap untuk tidur. Hari-hari berikutnya berjalan seperti biasa meskipun sekarang saat pergi mencuci ke sungai mereka sudah tidak lagi mengejekku, kehidupanku cukup tenang selama seminggu ini tidak ada masalah sama sekali. Aku juga masih rutin datang ke keraton untuk latihan dan selama ini aku tidak pernah bertemu dengan Kaningrat, entah dia di mana mungkin saja sedang menikmati kehidupannya di luar keraton.“Kita istirahat sebentar!” perintah Manik setelah kami berlatih, aku merapikan kain selendangku.“Hah...aku cukup lelah, Danastri,” ucap Mirah yang duduk sambil mengipasi dirinya menggunakan selendang.“Aku pun,” ucapku yang kemudian beralih melihat sekitar sampai mataku mel

  • Romansa Rapshodi   BAB 6

    Sepanjang jalan aku masih mengomel sendiri karena tidak percaya apa yang terjadi sampai akhirnya seseorang muncul begitu saja di depanku, menatapku seperti aku melakukan kesalahan fatal. Aku mencoba mengingatnya sebentar dan astaga sejak tadi aku berjalan di depan seorang Raden.“Maaf...maafkan aku, Raden. Aku terlalu emosional dan lupa bahwa seharusnya aku tidak boleh lancang berjalan di depan, Raden. Sekali lagi tolong maafkan aku,” ucapku berkali-kali setelah menemukan Kaningrat berada di sana menatapku datar.“Raden seharusnya kita menghukum anak tidak tahu tata krama ini,” ujar abdi dalem yang sepertinya selalu bersamanya. Aku menunduk tidak berani menatap siapapun, sial. Hari ini benar sial, aku bisa dibawa ke keraton untuk diadili.“Raden,” Kaningrat mendekatiku dan dia mengeluarkan suara khas menahan tawa. Aku dan abdi dalem itu menatap satu sama lain karena mendengar Kaningrat sudah tidak bisa menahan suaranya lagi.“Raden Kaningrat anda tidak apa-apa? Maaf Raden saya tinggal

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status