Share

Bab 15

Author: Julio
Briella selalu merasa Nathan sangat tertarik setiap kali dia membahas masalah pekerjaannya.

"Untuk sekarang aku cuma mau fokus sama pengobatan ibu. Nanti saja kita bahas yang lainnya."

Nathan mengangguk. "Oke. Aku mau kembali bekerja dulu. Telepon kalau ada apa-apa."

"Pak Nathan, terima kasih sudah repot-repot datang kemari. Aku antar sampai ke depan."

Briella pun mengantar Nathan pergi. Ia baru pulang dari rumah sakit saat hari sudah malam.

Di dapur, Zayden berdiri di atas bangku kecil, sedang memasak pangsit.

"Mama, makan malam hampir siap. Cuci tangan dulu baru makan."

Zayden menyajikan pangsit ke piring dan menyiapkan peralatan makan di atas meja. Dia duduk sambil menatap Briella dengan penuh harap.

Briella dan Zayden saling berhadapan. Dia melihat Zayden membelalakkan matanya. "Apa yang kamu lakukan?"

"Bukannya pas di kantor Mama bilang mau cerita tentang papa saat pulang?"

"Papamu ...." Briella menunduk dan mengambil mangkuk Zayden, lalu berkata pelan. "Dia sudah nggak ada."

"Nggak ada?"

"Sudah meninggal."

Zayden cemberut kecewa. "Mama, jangan membohongiku. Aku bukan anak tiga tahun. Kalau papa sudah nggak ada, kenapa Mama nggak bilang sejak awal? Kalau baru bilang sekarang, rasanya Mama cuma menjawab sekadarnya saja."

Briella mengambil mangkuk dan mulai memakan pangsitnya. Dia menjawab. "Mana mungkin mama membohongimu. Kamu bukan anak umur tiga tahun, kamu sudah lima tahun."

Zayden menghela napas tak berdaya dan hanya bisa menerima nasibnya.

"Kalau begitu, apa mama mau mempertimbangkan cari papa baru untukku? Om Nathan sepertinya orang yang baik."

Briella sedang mengunyah pangsit dan wajah tampan Nathan yang terlihat suram muncul di benaknya.

"Om Nathan itu penyelamat Nenek, tapi bukan berarti Mama akan membuatnya jadi papa kamu."

"Kenapa?"

"Mama nggak bisa jelasin." Briella menggigit sendoknya. Tiga tahun ini dia telah menerima kebaikan Nathan. Dia hanya memiliki rasa hormat dan terima kasih untuknya. Tidak ada pikiran untuk menjalin hubungan asmara dengannya. "Dengan keadaan Mama yang seperti ini, mana mungkin Om Nathan akan tertarik dengan keluarga kita?"

Zayden mengangkat alisnya, lalu berkata, "Apa ada pria yang nggak bisa Mama dapatkan?"

"Anak nakal, kamu bicara apa! Cepat makan."

Briella mengambilkan pangsit untuk Zayden. Tiba-tiba, ponselnya berdering. Ternyata Gita yang menghubunginya.

Begitu telepon diangkat, suara lantang Gita terdengar.

"Lala, barusan Pak Valerio meneleponku. Kok dia bisa tahu nomorku? Dia bilang mau menemuiku buat bicarain kerja sama dengan anakku. Apa yang sebenarnya terjadi?"

Briella langsung bereaksi begitu mendengar perkataan Gita. Saat Valerio meminta data Zayden, dia menuliskan semua informasi Gita.

Kerja sama apa yang akan dilakukan Valerio dan Zayden?

"Kamu setuju nggak?"

"Mana mungkin. Aku tolak dan bilang nggak ada waktu minggu ini."

"Bagus sekali."

"Kamu yang ngasih kontakku ke dia, ya? Sebenarnya apa yang terjadi?"

"Ceritanya panjang." Briella mengernyitkan dahinya. "Besok kita ketemu, aku akan ceritakan semuanya."

"Ya."

Keesokan paginya, Gita datang dengan membawa sarapan.

Kebetulan hari ini dia libur dan ingin mengajak Zayden ke taman bermain.

Briella menjauh dari Zayden dan menarik Gita ke ruangan lain untuk menjelaskan masalah kemarin.

"Ternyata Zayden sampai pergi ke perusahaan buat ketemu Valerio! Tapi itu bukan salah anakmu. Zayden pasti ingin punya papa dan wajah mereka juga mirip. Dulu aku juga sempat mengira kalau diam-diam kamu melahirkan anak Valerio."

Perkataan Gita membuat Briella merenung.

Apa ada kemungkinan seperti itu?

Malam itu, apa yang terjadi di kapal pesiar sangat kacau. Briella bahkan tidak bisa melihat wajah pria itu dengan jelas. Dia memiliki kesan kalau pria itu kuat. Dia pasti kaya dan berkuasa sampai punya kapal pesiar. Kira-kira sekelas dengan pengusaha kaya seperti Valerio.

"Aku sarankan, lebih baik kamu cari kesempatan buat tes DNA mereka berdua. Buat jaga-jaga."

"Coba lihat nanti saja."

Briella merasa kalau kemungkinan itu sangat kecil.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Romansa Valerio dan Briella   Bab 583

    Kecurigaan tiba-tiba terlintas di benak Briella. Dia merasa bahwa kemunculan Elena yang tiba-tiba di depan rumahnya hari ini terlalu mendadak.Ketika Briella tengah memikirkan kemungkinan ini, Valerio tiba-tiba menelepon.Pria itu pasti baru bangun tidur. Suaranya sengau, terdengar rendah dan magnetis."Apa anak-anak sudah bangun?""Pak Valerio, bisakah Pak Valerio nggak memberi tahu siapa pun alamat tempat tinggalku seenaknya?""Apa maksudmu? Aneh sekali."Mendengar sikap Valerio, Briella memiliki tebakan sendiri di dalam benaknya.Seperti yang dia duga. Elena datang bukan untuk menjemput anak-anak, tetapi untuk menyatakan kedaulatannya.Terlalu samar untuk menganggapnya sebagai ancaman."Barusan Elena datang dan bilang kalau dia ingin menjeput anak-anak.""Anak-anak ikut dengannya?""Aku nggak kasih izin."Pria itu terdiam, tidak mengatakan apa-apa lagi.Kemudian, dia berkata, "Marco sudah dapat kamar terbaru terkait anak itu. Rumah sakit memang membawa anakmu pergi dan berbohong kep

  • Romansa Valerio dan Briella   Bab 582

    Briella kembali ke kursi kemudi dan menyesuaikan sudut kursi, baru menyalakan mobil untuk pulang.Setelah melakukan banyak hal semalaman, Zayden mengikuti Briella pulang dan masuk ke kamar tamu untuk tidur. Briella memandangi kedua kakak beradik yang tertidur lelap di atas tempat tidur. Kedua anak kecil ini benar-benar seperti malaikat, sangat pintar dan pandai bagaimana cara bersikap. Papa mereka memang suka main perempuan, tetapi sungguh sebuah keberuntungan yang luar biasa karena bisa menemukan wanita-wanita yang bisa melahirkan anak sesempurna mereka.Briella membantu mereka memakaikan selimut, lalu kembali ke tempat tidurnya.Dia tidur hingga pukul sepuluh keesokan harinya dan dibangunkan oleh suara bel pintu.Setelah mengan mengenakan sandal rumahan dan melewati kamar tamu, Briella tidak lupa membuka pintu kamar tamu untuk melihat Zayden dan Queena yang masih tertidur.Menutup pintu kamar tamu, Briella berjalan ke pintu depan dan melihat melalui mata kucing.Wanita yang berdiri d

  • Romansa Valerio dan Briella   Bab 581

    Briella berjalan keluar bersama Zayden dan masuk ke dalam mobil Nathan. Saat itu sudah pukul dua pagi.Nathan mengetuk pintu mobil Briella, memberi isyarat agar Briella keluar dan berbicara.Briella menatap Zayden. "Jangan keluar dari mobil. Tidur saja kalau kamu ngantuk."Zayden memelototi Nathan dan mendengus dingin, "Banyak sekali masalah pria itu."Briella membelai kepala Zayden. "Dia memang banyak masalah. Meskipun begitu, dia bukan orang jahat. Dia akan berguna dalam keadaan darurat."Zayden menunjukkan sikap posesifnya. "Kalau begitu Mama nggak boleh suka sama dia. Mama cuma boleh suka sama Papa saja."Briella tersenyum tidak berdaya. "Apa Papa nggak pernah bilang siapa Mama kamu?""Tentu saja Papa pernah bilang. Kamu."Briella hanya menganggapnya sebagai lelucon. "Nak, tidurlah di mobil. Setelah itu, kita akan pulang."Nathan merokok tidak jauh dari situ, mengembuskan kepulan asap putih di tengah dinginnya cuaca malam. Melihat Briella turun dari mobil dan berjalan mendekat, dia

  • Romansa Valerio dan Briella   Bab 580

    Nathan dan Zayden berhenti berdebat dan menatap Briella bersamaan. Keduanya sedikit takut saat melihat Briella marah.Erna memperhatikan Nathan. Siapa pun pasti bisa melihat kalau Nathan sangat menyukai Briella.Dia langsung bertanya pada Nathan, "Apa hubunganmu dengan Briella?""Aku mantan pacarnya."Erna kembali melanjutkan, "Lala sudah punya tunangan. Dia akan menikah dengan Klinton, tuan muda dari Keluarga Atmaja. Lebih baik kamu nggak berhubungan lagi dengannya setelah ini.""Kamu dan Klinton bertunangan?" Nathan berkata sambil menatap Briella, bertanya dengan nada serius."Dia itu rubah tua, apalagi adiknya, Davira. Apa kamu bisa hidup damai kalau menikah dengannya? Jangan menikah dengannya. Lebih baik bersamaku daripada bersamanya. Kamu mengerti?"Briella menjawab tanpa mengangkat matanya, "Kenapa aku harus menikah? Setelah menemukan anakku, aku akan baik-baik saja bahkan tanpa menikah.""Omong kosong apa yang kamu bicarakan!" Erna melanjutkan dengan kesal, "Apa maksudnya menemu

  • Romansa Valerio dan Briella   Bab 579

    Cahaya di mata Zayden sudah meredup. Neneknya tidak sadarkan diri sejak dia lahir, jadi neneknya belum pernah bertemu dengan Zayden. Wajar saja kalau dia tidak mengenali Zayden."Dia Zayden Dominic. Biarkan saja dia memanggilmu begitu." Briella tidak tega melihat kelopak mata Zayden yang terkulai dan kehilangan. "Bukannya kamu ingin aku punya anak? Kebetulan sekali ada yang memanggilmu nenek."Erna melihat Zayden, lalu bertanya pada Briella dengan ragu, "Katakan, apa dia benar-benar anakmu?""Bukan." Briella menunjukkan ekspresi bingung. "Ini anak atasanku. Aku diminta menjaganya.""Kalau itu bukan anakmu, kenapa nama belakangnya Dominic?" Nathan berjalan mendekat dan menunjuk ke arah kepala Briella. "Apa kepalamu ini benar-benar terbentur. Kenapa kamu masih nggak percaya?"Briella tiba-tiba memikirkan hal ini dan ternyata benar. Zayden punya nama belakang yang sama dengannya.Namun, tidak peduli seberapa banyak Briella memikirkannya, dia tidak ingat kalau dia punya seorang putra seusi

  • Romansa Valerio dan Briella   Bab 578

    Briella bisa merasakan ketidakbahagiaan Nathan. Kebencian Nathan kepada Rieta sama besarnya dengan rasa sayangnya kepada Rieta. Dia tidak bisa bertemu dengan ibu kandungnya lagi, mana mungkin dia tidak sedih?"Aku memang sakit. Hatiku yang sakit."Briella menutup mulutnya dan menatap punggung Nathan tanpa berkata apa-apa."Jadi aku teringat denganmu. Melihatmu bisa membuatku merasa lebih baik.""Aku bukan obat penghilang rasa sakit. Pergilah ke rumah sakit kalau kamu nggak sehat.""Kamu jauh lebih manjur dibandingkan dokter dan perawat rumah sakit. Apa kaki dan pinggang mereka sekecil milikmu? Daripada mencari mereka, lebih baik aku menemuimu."Sebelum Briella sempat mengatakan sesuatu, Zayden berteriak marah, "Dasar memalukan!"Briella menutup telinga Zayden. "Nathan, kamu boleh sedih, tapi tolong tunjukkan rasa hormat padaku. Ada anak kecil di dalam mobil. Apa kamu nggak bisa bersikap normal?""Normal, aku sangat normal. Aku nggak nangis dan membuat masalah, kenapa kamu bilang aku ng

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status