Share

Di Tolong Seorang Pria

Dengan sedikit kesal Adrian menuju kantin, ia merasakan haus dan lapar setelah menolong Clara yang tiba-tiba pingsan. Setelah itu ia segera menuju tempat parkir, belum sampai di tempat parkir tiba-tiba matanya menangkap sesosok pria yang di kenalnya.

“Bang Hanggo..Bang Hanggoro,” teriak Adrian sambil berlari kecil mengejar Hanggoro.

Hanggoro yang mendengar namanya dipanggil, segera berhenti dan menoleh ke arah suara.

“Adrian, kamu di sini,” tanya Hanggoro.

“Iya Bang, tadi habis menolong seseorang yang pingsan,” jawab Adrian. “Bang, aku satu bulan yang lalu menengok Abang di Lapas, tapi katanya, Abang sudah bebas,  selama satu bulan aku terus mencari Abang, untunglah kita bertemu di sini, bisakah kita bicara sekarang.” Adrian merangkul bahu Hanggoro dan berniat mengajak pergi.

“Maaf Adrian, tidak sekarang, aku ada urusan penting.”

“Baiklah Bang, ini kartu namaku segera hubungi aku ya,” pinta Adrian sambil menyodorkan sebuah kartu nama. Dengan cepat Hanggoro mengambil kartu nama itu dan memohon diri untuk pergi.

Dengan langkah cepat dan penuh kecemasan Hanggoro menuju kamar rawat Clara. Di bukanya pintu kamar dan  dilihatnya putri kesayangannya itu tergolek tak berdaya di tempat tidur, matanya sembab dan wajahnya pucat.

“Ada apa Clara, kamu baik-baik saja ‘kan ?”

“Iya Ayah, Clara dan bayi ini baik-baik saja.” Clara memegang perutnya yang masih terlihat datar.

Hanggoro sedikit terkejut, ia pun mengambil kursi dan duduk tepat di tepi tempat tidur.

“Apa Bram dan keluarganya tahu kamu hamil Clara?”

“Bram di Singapura, Clara tidak dapat menghubunginya, sedangkan orang tua Bram menolaknya.”

“Sudah kuduga.” Hanggoro membelai lembut rambut putrinya itu, mengisyaratkan dukungan untuk Clara. Tangan Hanggoro mengusap bulir yang mengalir di pipi Clara. ”Ayah dan Bibimu akan selalu bersamamu, jangan khawatir sayang,” sambung Hanggoro lirih, sedikit membuat hati Clara lebih tenang.

Hanggoro memberitahu Atik, jika Clara di rumah sakit, dan meminta Atik untuk menjaganya, Hanggoro ingin melakukan sesuatu untuk masa depan Clara.  Hanggoro menaiki ojek online, ia menuju kediaman Thomas. Sesampainya di sana Hanggoro tidak di izinkan masuk oleh security, hingga  memancing keributan antara Hanggoro dan security.

“Ada apa ini, ribut sekali!” Elin, berteriak dari teras rumahnya.

“Nyonya, Bapak ini mau bertemu Tuan Thomas,” balas security sambil menunjuk Hanggoro yang masih berdiri di depan  pagar yang menjulang tinggi.

Elin menatap nyalang ke Hanggoro, lalu dengan langkah cepat ia menuju pintu pagar.

“Suruh dia masuk!” perintah Elin, pada security dengan nada penuh amarah.

Security pun membuka pintu pagar, lalu dengan langkah pelan Hanggoro memasuki halaman rumah yang terlihat mewah dan megah. Hanggoro mengikuti langkah Elin, menuju sebuah taman, di sana terdapat kursi taman.

“Duduklah! Dan katakan apa maumu datang ke rumahku!” perintah Elin dengan nada kasar, terlihat jelas ia sangat kesal dengan kedatangan Hanggoro.

Hanggoro hanya diam, ia pun duduk seperti yang diperintahkan Elin. Kemudian dengan pelan dan ragu, Hanggoro berucap “Nyonya Elin, Anda tahu ‘kan, jika Clara hamil, tolong pertemukan Clara dengan Bram, setidaknya Bram harus memberi keputusan mengenai anak yang di kandung Clara.”

“Bram, sudah menceraikan Clara, jadi anak itu bukan urusan Bram ataupun keluargaku,” jawab Elin, tatapnnya masih tajam ke arah Hanggoro.

“Tapi Nyonya, tolong bayi itu memerlukan ayahnya. Aku berjanji, setelah ini, aku akan pergi dari hadapan Clara dan Bram, dan juga keluarga Nyonya, saya akan pergi sejauhnya, asalkan terima kembali Clara dan cucu Nyonya,” ucap Hanggoro, dengan wajah penuh harap.

“Sudah aku bilang, keluarga Thomas Himawan tidak mau mempunyai keturunan seorang penjahat sepertimu. Berapa yang kamu inginkan, untuk menggugurkan kandungan Clara, 50 juta? 100 juta. Aku akan berikan padamu, asalkan kamu dan Clara tidak pernah datang lagi di hadapan kami!” Elin, semakin mengeraskan suaranya.

“Kami tidak memerlukan uang Nyonya, Aku hanya memikirkan kebahagiaan putriku.”

“Kalau begitu kita sama, aku juga ingin Bram bahagia, tapi tidak dengan Clara. Dari dulu aku tidak merestui hubungan Bram dan Clara. Jadi aku tegaskan lagi, jika kamu masih mengganggu keluarga kami dengan hamilnya Clara, aku pastikan Clara dan bayinya celaka,” ancam Elin, terlihat wajah serius memendam amarah.

“Anda akan menyesal, melakukan hal ini pada  Clara dan cucu Anda sendiri, kalian pasti akan kena karmanya,” ucap Hanggoro, lalu bergegas pergi meninggalkan Elin.

Hati seorang ayah hancur, ketika melihat putrinya menderita, apalagi penyebab penderitaannya adalah dirinya. Selama bertahun-tahun, Hanggoro tidak mencurahkan kasih sayang pada Clara akibat di pernjara, dan kini setelah keluar dari tahanan, membuat pernikahan Clara hancur.

Hanggoro menyusuri jalan tanpa arah, ia beristirahat di salah satu taman kota, matanya menatap nanar, sekumpulan anak  kecil yang sedang bermain di temani orang tuanya. Hatinya terasa perih, menyaksikan sesuatu yang tidak dapatkan Clara waktu kecil, dan membayangkan jika cucunya  kelak mengalami hal yang sama tidak merasakan kehadiran orang tua yang sempurna.

Di tengah-tengah rasa galaunya, tiba-tiba Hanggoro teringat pada Adrian, yang tidak sengaja bertemu di rumah sakit tadi, ia pun meraih sebuah kartu nama milik Ardian, lalu di bacanya kartu berukuran kecil di tangannya. Andrian Baskoro Putra, nama tertera pada kartu kecil, dan di bawah tulisan nama terdapat tulisan, Food Court Bekasi, jalan Patimura. Untuk sesaat Hanggoro mengerutkan dahi, ia teringat pada sosok pemuda yang umurnya jauh di bawah Hanggoro. Pemuda berusia 27 tahun itu, yang berkepribadian cuek, tapi begitu mengenalnya Adrian adalah pemuda yang peduli terhadap orang-orang di sekitarnya, ia memilik jiwa penyayang di balik sifat arogannya. Hanggoro bangkit dari tempat duduknya, setelah memanggil bajaj. Hanggoro menuju ke tempat food court milik Adrian. Sesampainya di sana terlihat Adrian sedang sibuk di dapur sederhana, di bantu oleh seorang koki.

“Hai Bang Hanggoro,” sapa Adrian, dengan senyum mengembang, lalu menghampiri Hanggoro.” Ayo Bang, silakan duduk, mau minum apa Bang? Ada  lemon squesh, atau ice tea,” Adrian, menawarkan minuman pada Hanggoro, sambil menarik kursi supaya Hanggoro duduk.

“Terserah apa saja,” jawab Hanggoro.

“Baik Bang, sebentar ya,” Adrian,  gegas menuju dapur dan tidak lama kembali ke meja Hanggoro, dengan membawa satu gelas lemon sequash, dan satu piring chicken katsu, menu andalan food court milik Adrian.

“Terima kasih Adrian, syukurlah, kamu bisa sukses dengan tanganmu sendiri,” puji Hanggoro, seraya tersenyum pada Adrian.

“Ini semua berkat  Bang Hanggoro yang menasehati aku, untuk menjadi orang berguna, setidaknya untuk diri sendiri, jika belum berguna untuk orang lain. Setelah menjalani rehabilitasi, aku mencoba usaha kuliner, dan saat ini sudah ada 5 cabang food court yang aku miliki.”

“Bagus Adrian, aku senang mendengar kamu sudah sukses.”

“O ya Bang,  aku sekarang tinggal di apartemen, sekitar 50 meter dari sini, apartemen Emeral Garden lantai 10 nomor 111, kapan-kapan  mampir ke tempatku.”

Haggoro hanya mengangguk, sambil menyuap makanan yang ada di hadapannya.

“Abang tinggal di mana?” tanya Adrian.

“Aku, mengontrak, di pinggiran kota.”

“Bang Hanggoro, tinggallah bersamaku di apartemen, dan jika Abang mau, Abang bisa membantuku mengelola food court ini,” ajak Adrian serius.

“Terima kasih Adrian, untuk pekerjaan aku akan menerimanya, tapi untuk  tinggal di apartemen, aku tidak bisa, karena aku tinggal bersama putriku dan adik perempuanku.”

“Kalau begitu Abang bisa menempati rumahku yang ada di perumahan, Cemara Indah, tapi rumahnya sederhana, kalau Abang mau, aku berikan kuncinya, tempatnya tidak jauh dari sini, naik kendaraan, tidak sampai 30 menit sudah sampai,” ujar Adrian.

“Adrian, terima kasih, saat ini aku dan keluargaku memang sangat membutuhkan rumah, dan pekerjaan,” balas Hanggoro, tersenyum bahagia, setidaknya satu masalah telah terselesaikan, sebuah pekerjaan dan rumah yang layak untuk di tempati.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status