Home / Rumah Tangga / Roommate with Benefits / 7. Roommate with Benefits

Share

7. Roommate with Benefits

Author: IKYURA
last update Last Updated: 2024-05-16 20:24:40

“Lo mau tidur di mana malam ini?” tanya Hera dengan hati-hati, sadar jika Ikarus masih marah kepadanya.

Setelah berhasil membujuk Ikarus untuk tetap tinggal di apartemennya, keduanya duduk berhadapan di meja makan. Ada satu bungkus nasi goreng yang sempat dibeli Ikarus sebelum tiba di apartemen Hera. Masing-masing dari mereka memegang sendok di tangannya.

“Kenapa lo bisa seceroboh itu, sih?” ujar Hera lagi. “Lo kan hacker. Lo seharusnya—” Bibir Hera terkatup rapat saat suaranya naik satu oktaf. “Maksud gue… kenapa lo bisa kecolongan gini, coba.”

“Namanya juga halangan,” jawab Ikarus dengan datar. “Nggak ada yang tahu kapan gue ditimpa musibah.”

“Terus rencana lo apa setelah ini?” tanya Hera dengan hati-hati.

“Nggak tahu. Gue bahkan nggak pegang duit sepeserpun sekarang,” ujar Ikarus berbohong. 

Hera menghela napas panjang sembari melipat kedua tangannya di atas meja. Ia sedikit mencondongkan kepalanya ke depan agar bisa menatap Ikarus dengan lekat. “Miskin banget, ya?”

“Kenapa? Lo nggak mau temenan sama gue yang miskin gini, ya?” tembak Ikarus dengan tatapannya yang tajam.

“Nggak gitu… lo kenapa sih, sensi banget sama gue?”

“Yang mulai siapa?” sahut Ikarus. “Dah ya, gue mau—”

“Tidur di sini aja.” Hera menghela napas pendek. “Kalau nggak di sini, lo mau numpang di mana emangnya, hm? Ke kosan Eros yang sempitnya kayak kuburan? Atau ke tempat Ares atau Zeus yang setiap hari lo nggak bakalan tenang gara-gara digangguin anak-anak mereka?” Hera menggigit bibirnya bagian dalam. “Cuma di sini yang ada dua kamar. Lo bisa pakai—”

“Gue nggak mau numpang di tempat cewek yang statusnya tunangan orang.”

“Dan lo ngomong begitu seolah-olah lupa sama kejadian semalam?” sembur Hera tak terima.

Ikarus mengedikkan bahu. “Lo sendiri yang minta gue ngelupain apa yang terjadi semalam, kan?”

“Lo bahkan menolak permintaan gue, kali aja lo lupa.”

Ikarus menghela napas panjang sembari meraup wajahnya dengan gusar. “Habisin nasi goreng lo!”

Tidak ada percakapan apa-apa selama beberapa saat. Hera sibuk mengunyah nasi gorengnya tanpa suara. Terus terang saja ia memang sejak tadi kelaparan. Salahkan tingkahnya yang kekanakan. Hanya karena ada yang mengganjal di hatinya terkait kejadian semalam, ia bahkan melakukan hal-hal bodoh hanya untuk sekadar menarik perhatian Ikarus.

“Rus…”

“Hm?”

“Lo mau nggak nikah sama gue?”

Mendengar pertanyaan itu, Ikarus tiba-tiba tersedak. Ia sedikit menegakkan posisi duduknya sembari menekan dadanya kuat-kuat yang kini terasa perih.

“Lo bisa hati-hati nggak, sih? Diminum!” ujar Hera sembari mengangsurkan segelas air putih kepadanya.

“Lo yang bikin gue keselek.” Ikarus sudah mendelik sembari mengusap bibirnya yang basah. “Lo kenapa sih, Ra. Lo lagi stres atau banyak pikiran, ya? Mending lo sekarang tidur aja, deh.”

Hera lantas bangkit dari duduknya lalu membereskan sisa-sisa tempat nasi gorengnya. Baru setelahnya ia bergerak menuju wastafel dan langsung mencucinya.

“Gue serius, Rus.” Hera mendesah gusar. “Katanya lo mau tanggung jawab.”

“Ya nggak… begini juga, kan?” ujar Ikarus ragu. “I mean, ini nikah, Ra. Bukan semacam lo ngajakin ngopi atau nongkrong sama anak-anak.”

“I know. Tapi gue sekarang lagi buntu.” Hera menghela napas panjang sembari satu tangannya ditopangkan di kepala.

“Buntu kenapa? Lo lagi ada masalah?” tanya Ikarus.

Ada jeda selama beberapa saat dan Ikarus bisa melihat setitik keraguan di balik mata lelah Hera. “Yang kalian bilang benar… Bima nggak cukup baik untuk dijadikan pasangan hidup buat gue.” Hera membalikkan badan lalu bersandar di pinggiran kabinet dapur. “Bima sengaja deketin gue agar dia bisa jadi artis terkenal.”

“Lo tahu dari mana?” tanya Ikarus menanggapi ucapan Hera.

“Gue dengar sendiri dari mulutnya. Dia bicara seolah-olah itu hal yang terlalu biasa… dia bicara dengan teman sesama artis, dan gue nggak sengaja mendengar semuanya.” Hera terkekeh pelan. “Silakan kalau lo mau menertawakan gue. Ditambah dia dengan penuh percaya dirinya bilang kalau mau cicipi tubuh gue.” Hera menghela napas. “In his dream.”

“Lo nggak tampar dia?”

Hera tersenyum getir sambil menggelengkan kepalanya. “Terlalu mudah… gue pengen dia membayar apa yang sudah dia lakukan ke gue. At least, dia harus hancur karirnya karena sudah berani main-main sama gue.” Perempuan itu bersedekap, menatap lekat ke arah Ikarus. “Karena itulah gue butuh lo untuk bantu gue, Rus. Gue bakalan kasih tumpangan di sini buat lo, dan sebagai gantinya… lo bantu gue buat balas dendam ke dia.”

“Lo udah punya planning? Nyokap lo tahu soal ini?”

Hera lagi-lagi menggeleng. “Ya itu tadi… lo nikah sama gue. Nyokap sih belum tahu. Karena tadinya gue pikir dia bakalan serius sama gue dan dia juga udah berhasil meyakinkan nyokap gue.”

“Gue bisa bikin karirnya Bima hancur dalam sekejap. Gue bisa bikin namanya viral dalam hitungan detik.”

“No! Itu terlalu… cepat nggak, sih? Gue harus memastikan dia benar-benar tersiksa dulu, Rus. Kalau perlu… kita nikah dalam waktu dekat ini? Gimana?”

Ikarus menghela napas pendek. “Dasar orang gila! Nggak lo, nggak Artemis, sama aja.”

“Kasusnya kan beda, Rus. Kalau Artemis karena dia didesak sama bokapnya, ditambah dia nggak mungkin menjalin hubungan sama si Om yang punya istri itu, kan? Sementara gue, gue kan pengen balas dendam sama Bima karena udah berani manfaatin gue.”

“Terus menurut lo, nyokap lo nggak bertanya-tanya gitu? Secara nyokap lo suka banget sama Bima. Apa nggak kaget tiba-tiba lo nikah sama gue?”

“Mama kan juga kenal sama lo, Rus. Nggak bakalan kaget-kaget amat lah.”

“Terus gue dapat apa?” tembak Ikarus langsung.

“Gue udah ngasih tumpangan buat lo di sini, by the way. Masih kurang?”

“Nggak sebanding dong, Ra.” Ikarus ikut bangkit dan berjalan mendekati Hera. “Gue bakalan bilang apa ke bokap sama nyokap gue, hm?”

“Ya anggap aja… lo cinta sama gue. Karena itu lo nikahin gue. Selesai, kan?” Ikarus menggeleng dan Hera kembali melanjutkan ucapannya. “Terus lo mau apa dari gue?”

“Temenin gue kondangan.”

Hera tertegun cukup lama. “Wah… cuma itu doang?”

Ikarus mengangguk. “Untuk sementara itu dulu. Sambil gue pikir-pikir permintaan lainnya.”

“Lo nggak berniat buat nidurin gue, kan?” ujar Hera dengan cepat.

“Kalau gue udah nikah sama lo. Bukankah itu  hal wajib yang harus dilakukan, ya?”

Hera kemudian memalingkan wajahnya ke sembarang arah. Jantungnya tiba-tiba berdebar kencang. “Ngg… lo menganggap pernikahan ini bakalan serius?”

“Terus lo maunya main-main?”

“Ya nggak gitu juga, Ikarus. At least lo nikahin cewek yang beneran lo cinta, deh. Tapi bukan gue orangnya, dong?”

Ikarus menghela napas. “Gue mau ambil koper di tempatnya Eros. Kalau lo udah ngantuk, tidur aja. Password apartemennya masih sama, kan?”

“Lama, nggak? Eros nggak ada di kosan katanya.”

“Kuncinya paling ada di bawah keset. Nggak lama, kok. Cuma ambil koper doang.”

“Oke.” Hera mengangguk. “Gue cuma mau memastikan aja kalau lo nggak akan kabur gara-gara gue ajak nikah.”

“Nggak. Soal pernikahan… kita bicarakan nanti. Gue nggak mau bantu cuma-cuma soalnya.”

“Dasar perhitungan!”

Sepeninggal Ikarus, Hera memilih untuk menghabiskan waktu di depan layar televisi lantaran ia belum mengantuk. Ada banyak hal yang kini berjejalan di kepalanya, membuat perempuan itu ragu dengan keputusannya. Sesekali ia menoleh ke arah paper bag yang sengaja disiapkan Hera di sana. Malam ini ia akan memberikannya kepada Ikarus.

Satu jam telah berlalu, Hera menolehkan wajah saat mendengar seseorang menekan digit-digit angka di depan pintu. Bersamaan dengan wajah Ikarus yang muncul dari balik pintu unitnya.

“Belum tidur?” tanya Ikarus sembari melirik jam yang melingkar di tangannya.

“Be-belum. Gue lagi nonton drakor tadi.”

“Oh.” Ikarus manggut-manggut. “Gue ke kamar, ya?”

“Tunggu, Rus.”

Pria itu menghentikan langkahnya. Satu alis Ikarus tertarik ke atas. “Kenapa?”

Hera tidak mengatakan apa-apa setelahnya. Ia mengangsurkan sebuah paper bag dengan label nama ‘gucci’ kepada Ikarus.

“Apa ini?” tanyanya sembari menundukkan wajah. 

“Buat gantiin kemeja lo yang gue rusak semalam.” Hera menggigit bibirnya bagian dalam. “Kita… damai, kan?”

Diam-diam Ikarus menarik bibirnya. “Lo juga sebenarnya belum bisa lupa sama apa yang kita lakukan semalam, kan?”

“Ngg… nggak. Gue udah lupa, kok!” Hera menelan ludahnya dengan susah payah, lalu memalingkan wajahnya dengan cepat. Mencoba menghindari tatapan Ikarus.

“Oh ya…” Ikarus melangkah mendekati Hera, membuat perempuan itu berjengit kaget karenanya. Kini jarak keduanya tinggal sejengkal dengan tatapan mereka bertumbukan selama beberapa saat.

“Rus, lo mau ngapain?!” tanya Hera dengan antipati.

“Lo bahkan nggak berani natap gue, Ra,” ujar Ikarus lirih. “Begitu lo bilang udah lupa? Pembohong ulung!” katanya sembari menyentil dahi Hera.

Hera kemudian mendorong dada bidang Ikarus. Membuat pria itu menjauh darinya. “Nggak usah aneh-aneh, deh! Dah ah, gue ngantuk!” 

Hera melangkah cepat meninggalkan Ikarus dan segera bergegas menuju ke kamarnya. Setelah mengunci kamarnya sebanyak dua kali, perempuan itu menyentuh dadanya yang berdebar begitu kencang.

“Wah… kayaknya emang gue udah nggak waras, deh!”

***

Terima kasih sudah mampir dan membaca, ya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Roommate with Benefits    100. Aku Sayang Kamu Selamanya

    “Rus? Suar mana?”Hera yang baru saja tiba di kediamannya lantas mengedar ke sekitar. Wajahnya terlihat lelah, ditambah dengan ia tidak menemukan putranya di sana.“Pulang-pulang tuh, kenapa bukan suaminya yang dicariin lebih dulu, sih? Kamu sengaja mau bikin aku cemburu atau gimana?” protes Ikarus saat itu.Hera menghela napas lalu melangkah mendekati Ikarus yang terlihat santai di sofa. Pria itu tengah mengambil cuti hari ini. “Iya, iya.” Hera mencium pipi Ikarus dengan pelan. “Suar sekarang di mana? Kamu kok kelihatan rapi gini? Mau ke mana?”Bayi mungil yang kini usianya baru menginjak tujuh bulan itu seakan jadi obat lelah Hera. Setiap kali perempuan itu menghabiskan waktu seharian dengan pekerjaannya yang menumpuk, setelah melihat Suar, lelahnya tiba-tiba menguap begitu saja.“Tadi Mama sama Papa mampir ke sini. Terus Suar sama Budhe Harni diangkut sekalian. Katanya biar papa sama mamanya ada waktu berduaan.”Hera terkekeh lalu berhambur memeluk Ikarus. “Emang selama ini kita ng

  • Roommate with Benefits    99. Mahija Suar Leanders

    “Terima kasih untuk waktunya, Pak. Saya berharap kerjasama ini bisa berlangsung lama.”“Sama-sama, Pak Ikarus. Kalau begitu saya pamit dulu.”Setelah menyelesaikan pertemuannya dengan salah satu klien, Ikarus melenggang meninggalkan restoran. Tangannya merogoh saku celananya, lalu membelalak.‘32 missed called from Heraira Cassandra’‘10 missed called from Mama’Ikarus menghentikan langkahnya. Ia mendadak panik. Jemarinya kemudian bergulir, menekan tombol memanggil. Berharap tidak ada sesuatu yang terjadi.Lalu, “Ra! Kamu—”“Bang, ini Mama. Kamu di mana sih, Bang? Dari tadi Mama coba telepon, Hera juga udah telepon kamu puluhan kali. Kok nggak dijawab, sih?”Mendengar suara Bella yang panik, Ikarus ikut panik. “Maaf, Ma. Aku tadi lagi meeting. Ada apa?”“Buruan ke rumah sakit, Bang. Hera mau lahiran!”Ikarus membelalak. Lalu tanpa pikir panjang pria itu berlari meninggalkan restoran untuk segera bergegas menuju ke rumah sakit detik itu juga.“Mama temenin Hera dulu ya, Ma. Ini aku lan

  • Roommate with Benefits    98. You Drive Me Crazy (21+)

    “Rus… lagi ngapain?”Pertanyaan itu meluncur bebas dari bibir Hera yang baru saja bangun dari tidurnya. Sejak pulang kerja tadi, Hera memang memilih untuk tidur lantaran tengah mengantuk.Ikarus menoleh lalu menurunkan laptop dari pangkuannya, merentangkan tangannya ke arah Hera agar segera menghampirinya.“Lagi ngerjain weekly report, Sayang. Kok bangun?”“Iya. Aku tadi mimpi buruk.” Hera lantas berhambur memeluk Ikarus, menyurukkan wajahnya di ceruk leher suaminya.Masih dengan mengenakan pakaian kerjanya, Ikarus mengusap punggung Hera dengan lembut, kemeja yang dikenakannya basah karena keringat. “It’s okay… mimpi kan cuma bunga tidur, Ra. Kamu baik-baik saja sekarang.”Lama Hera berdiam diri di dalam dekapan Ikarus. Perempuan itu kemudian menarik diri, lalu menatap Ikarus dengan lekat.“Rus…”“Hm?”“Kayaknya Dede kangen sama kamu, deh.”Ikarus tercenung selama beberapa saat. Pria itu kemudian menarik ujung bibirnya ke atas lalu mendaratkan kecupan singkat di bibir Hera. “Bentar ya

  • Roommate with Benefits    97. Pillow Talk

    “Hai, Rhe… gue datang.” Hera menaruh sebuah buket bunga lily di atas pusara Rhea. Menatap lekat batu nisan yang bertuliskan ‘Sorhea Winona’ itu dengan perasaan berkecamuk. Satu tahun telah berlalu setelah kepergian Rhea. “Lo apa kabar? Lo baik-baik saja di sana, kan?”Hera menggigit bibirnya bagian dalam. Menahan desakan air di pelupuk matanya. Rasanya masih seperti mimpi. Baru kemarin Hera masih tertawa bersama Rhea, namun ia tidak menyangka jika Tuhan telah mengambil sahabatnya satu tahun yang lalu.“Rhe, bentar lagi lo bakalan banyak keponakan.” Hera mengusap sudut matanya dengan punggung tangan. Tak mampu menghalau air matanya yang jatuh begitu saja. “Eve bentar lagi lahiran, dan Eros… dia juga bahagia seperti pesan terakhir lo. Bentar lagi dia juga bakalan jadi seorang ayah.” Perempuan itu kemudian menoleh ke samping, menatap Ikarus yang sejak tadi berdiri di sisinya. “Ada banyak hal yang pengen gue ceritakan sama lo, Rhe. Minggu lalu gue dapat kejutan dari Ikarus, dia beli rumah

  • Roommate with Benefits    96. Kejutan Untuk Hera

    “Sayang? Masih lama?”Hera yang baru saja keluar dari kamar mandi lantas terkekeh geli. “Ini lho, masih handukan. Mau ke dokter handukan gini?”Ikarus meraup wajahnya dengan gusar. Senyumnya terbit di wajahnya begitu saja. Pria itu kemudian melangkah mendekati Hera yang kini perutnya sudah membola. Usia kandungannya sudah menginjak bulan ketujuh, membuat perempuan itu terlihat menggemaskan. “Aku nggak sabar pengen lihat perkembangan jagoan kita.” Ikarus melingkarkan tangannya ke pinggang Hera, memeluk perempuan itu dari belakang. “Wangi banget, sih?”“Awas dong, Papa. Mama mau ganti baju dulu, nih. Gimana bisa ganti kalau kamu peluk gini, coba? Katanya nggak sabar pengen lihat jagoannya.”Ikarus melepaskan diri lalu terkekeh. “Iya, iya. Aku tunggu di depan kalau gitu, ya? Tapi jangan lama-lama.”“Iya.”Setelah menunggu lima belas menit, akhirnya Hera selesai bersiap-siap. Keduanya berjalan meninggalkan unit mereka untuk segera bergegas menuju ke rumah sakit detik itu juga.Tepat saat

  • Roommate with Benefits    95. Kabar dari Eros

    “WHAT?!? Riri hamil anaknya Eros?” Mendengar perkataan Ikarus barusan, membuat Hera seketika membelalak. “Kamu udah pastikan kebenarannya?”Ikarus mengangguk. “Aku juga sempat kaget tadi. Udah gitu Ares ngamuk di kafe sampai bikin Eros babak belur.”“Tapi Eros nggak apa-apa, kan?”“Nggak apa-apa, kok. Untungnya Riri keluar dari ruangan dan menenangkan Ares.”“Ini kayak bukan Eros banget nggak, sih?” Hera menghela napas pendek. “Kayaknya aku harus nemuin Eros sekarang, deh.”“Sekarang banget?” Ikarus melepas kemeja yang dikenakannya, “tapi udah malam, Sayang.”Hera kemudian turun dari ranjang tidurnya lalu bergerak mendekati lemari pakaian untuk mengambil baju ganti di sana. “Masih jam delapan, kok. Aku harus tahu kebenarannya. Kita tahu kalau selama ini Eros belum bisa ngelupain Rhea, kan? Dan kita tahu hal itu.” ujar Hera terlihat tidak percaya.Ikarus menghela napas. “Aku anterin, ya?”“Nggak usah, Rus. Kamu juga barusan pulang, kan? Kamu pasti capek juga.”“Nggak ada kata capek ka

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status