Share

Bab 5

Penulis: SILAN
last update Terakhir Diperbarui: 2025-09-29 08:48:18

Alexa sengaja bangun lebih awal, berangkat ke sekolah sebelum Theo sempat membangunkannya dengan cara aneh yang tak pernah ia duga. Setelah percakapan semalam, ada sesuatu yang membuatnya merasa terancam, atau mungkin hanya imajinasinya sendiri.

"Aku tidak seharusnya takut padanya. Kalau benar dia pedofil, dia tidak akan menargetkan diriku, kan?" batinnya. Namun seketika ia mengumpat dalam hati. "Sialan, tapi tubuhnya memang bagus sekali."

"Tubuh siapa?" suara Felix membuatnya hampir melompat dari kursi.

Felix meletakkan satu kotak sandwich di hadapan Alexa sambil duduk di bangku sebelahnya.

Alexa tersentak kaget, lalu buru-buru menutupinya. "Seseorang yang bikin aku iri," jawabnya seenaknya.

Felix menatap curiga, keningnya mengernyit. "Jangan bilang orang yang sekarang tinggal denganmu. Kau bahkan tidak pernah memberitahuku siapa dia. Kenapa bisa tiba-tiba kau tinggal di rumahnya?"

"Kau pikir aku kenal orang itu sebelumnya?" ketus Alexa sambil menggigit sandwich. "Aku bahkan tidak tahu ibuku akan mempercayakan aku pada seseorang yang sama sekali asing bagiku."

Felix berpindah duduk di kursi depan Alexa, menopang dagu sambil menatap wajahnya. "Kalau begitu, apa kau ingin melarikan diri? Aku bisa bantu."

Alexa mendesah berat, menunduk sebentar. "Tidak, Felix. Kalau aku kabur, warisanku bisa terancam. Kali ini ibuku serius."

Felix mengangguk kecil. "Lalu… Dylan? Apa kekasihmu tahu kau sudah tidak tinggal di rumahmu sendiri?"

Alexa berhenti mengunyah, lalu bersandar malas ke kursi. "Sebaiknya jangan beritahu Dylan. Dia pasti kaget kalau tahu aku sekarang tinggal bersama… guru privatku."

Mata Felix melebar. "Guru privat? Jadi apa dia seorang laki-laki?"

Alexa mengangguk cepat, lalu mencondongkan tubuhnya sedikit, berbisik. "Dan usianya hampir sama dengan ibuku."

Felix terdiam sejenak sebelum mengangguk-angguk dengan wajah sulit dibaca.

Tak lama, dua siswi lain masuk dan duduk di samping Alexa. Mereka berbisik penuh antusias. "Kau lihat tadi? Dia guru baru di sini, kan?"

"Aku rasa begitu. Astaga, bagaimana aku bisa konsentrasi kalau guru sesempurna itu ada di depan kelas?"

Alexa dan Felix spontan saling pandang. Felix menaikkan alisnya penuh arti, sementara Alexa hanya mengedikkan bahu santai dan melanjutkan makannya.

Sepuluh menit kemudian, kelas semakin riuh. Obrolan dan tawa bercampur hingga suasana nyaris seperti pasar.

Namun seketika pintu terbuka, suara dehem terdengar. Seseorang melangkah masuk dengan langkah mantap. Seorang pria berkacamata berdiri di balik meja guru, tatapannya tegas membuat ruangan yang tadinya ribut langsung hening.

Alexa yang tengah mengapit leher sahabatnya dengan lengan seketika membeku, tawanya berhenti. Matanya melebar, wajahnya jelas tak bisa menyembunyikan keterkejutan.

Guru privatnya. Theo.

Alexa menelan ludah keras-keras. "Sial… aku sengaja datang pagi untuk menghindarinya. Tapi kenapa sekarang dia malah jadi guru di kelasku?!"

Dalam sekejap, suasana kelas berubah tertib. Semua siswa sudah kembali duduk rapi, pembelajaran dimulai. Alexa berusaha keras untuk tidak menoleh ke arah Theo, menghindari tatapan tajam yang seolah selalu mengawasinya.

Namun dari bangku sebelah, bisikan lirih kembali mengusik telinganya.

"Dia tampan sekali… apa dia sudah menikah?"

"Aku jadi semangat belajar kalau dia gurunya," timpal siswi lain sambil menahan tawa kecil.

Alexa hanya menghela nafas jengah. "Aku justru kehilangan semangat kalau gurunya dia. Seakan-akan pria itu selalu membuntutiku kemanapun aku pergi." batinnya menggerutu.

Namun begitu Alexa memberanikan diri melirik ke depan, sepasang mata tajam Theo sudah mengurungnya dari balik kaca bening kacamata. Hanya beberapa detik, cukup membuat jantung Alexa berdetak tak karuan, sebelum Theo mengalihkan pandangannya ke siswa lain.

"Ya Tuhan… dia memang tampan, tapi belajar jadi terasa paling membosankan." Alexa memutar bola mata, mengetuk-ngetukkan pulpen di atas bukunya, mencoba melarikan diri dari perasaan aneh yang membelenggunya.

Begitu bel istirahat berbunyi, tanpa menunggu lama, Alexa langsung melesat keluar kelas. Ia tahu Theo menatapnya, namun kali ini ia tidak peduli. Yang ada di kepalanya hanyalah Dylan, ia ingin menemui kekasihnya itu dan bermanja manja seperti biasanya.

Namun setibanya di kelas Dylan, lelaki itu tidak ada di tempat. "Di mana Dylan?" tanya Alexa pada salah seorang temannya.

"Dia keluar lebih awal. Aku tidak tahu ke mana."

Alexa mulai resah. Ia mencari ke tempat-tempat yang biasa Dylan kunjungi, tapi nihil. Dengan cepat, ia mengeluarkan ponselnya dan menekan nomor Dylan. Tidak dijawab. Ia terus mencoba hingga akhirnya terdengar suara dering ponsel tak jauh dari tempatnya berdiri.

Langkah Alexa melambat. Ia menajamkan telinga, mengikuti sumber suara itu. Samar-samar terdengar suara perempuan.

"Ponselmu berdering."

"Biarkan saja," sahut suara yang sangat familiar, suara Dylan. "Pasti orang yang tidak penting." lanjutnya.

Dada Alexa serasa diremas. "Tolong jangan… jangan dia." Dengan tangan gemetar, ia mencoba menghubungi lagi. Suara dering itu terdengar jelas dari balik pintu yang setengah terbuka.

Diam-diam, Alexa mendorong pintu perlahan. Pandangannya langsung membeku. Dylan, lelaki yang selama setahun ini menemaninya kini tengah mencumbu perempuan lain dengan penuh gairah.

"Kau punya kekasih, Dylan. Bagaimana kalau Alexa tahu?" bisik perempuan itu.

"Dia tidak akan tahu. Lagi pula, dia tidak semenggoda dirimu. Hanya dengan melihatmu saja… aku sudah ingin menenggelamkan diri ke dalam kehangatanmu."

Ucapan itu menghantam Alexa seperti palu. Tubuhnya bergetar hebat, matanya panas, napasnya memburu.

BRAK! Pintu dibanting keras. Dylan dan perempuan itu sontak terkejut, menoleh dengan wajah panik.

"Alexa?" Dylan berusaha menyamarkan kepanikan sambil merapikan pakaiannya.

Alexa berdiri di ambang pintu, matanya berkaca-kaca penuh amarah. "Tidak tahu malu! Di lingkungan sekolah pun kalian melakukan hal menjijikkan ini!"

Dylan mendekat, mencoba menenangkan. Namun sebuah tamparan keras mendarat di pipinya. PLAK! Satu lagi. PLAK!

Alexa tidak peduli tangannya perih. Ia menatap perempuan yang tengah syok di belakang Dylan dengan sorot mata membunuh. "Prestasi yang sangat membanggakan, bitch. Kau pasti bangga jadi jalang, tidur dengan banyak pria meski tahu orang itu punya pasangan."

Dylan hendak meraih tangan Alexa, namun ia kembali ditepis kasar. Satu tamparan lagi mendarat, lebih keras dari sebelumnya.

"Jangan harap aku mau bersama laki-laki brengsek sepertimu lagi! Layani saja jalangmu itu. Kau pasti belum selesai menuntaskan gairahmu padanya, kan?"

Kata-kata itu menusuk, meninggalkan Dylan terdiam tanpa suara.

Alexa berbalik, melengos pergi. Pandangannya buram, air mata nyaris tumpah. Ia menggigit bibir, berusaha menahan tangis, langkahnya makin cepat hingga tak sadar menabrak seseorang.

Saat mendongak, ia mendapati sosok berkacamata berdiri di depannya. Tatapan tajam itu kini penuh keheranan.

"Alexa… ada apa denganmu?" tanya Theo, suaranya lebih lembut dari biasanya.

Bibir Alexa bergetar. Pertahanannya runtuh seketika. Tangis yang sejak tadi ia tahan, akhirnya pecah di depan pria yang paling ingin ia hindari.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Ruang Panas Bersama Guru Privat   Bab 6

    Theo menuntun Alexa masuk ke ruang perawatan sekolah, lalu menepuk kursi agar gadis itu duduk. Tanpa banyak bicara, ia menyerahkan selembar tisu. "Seka air matamu," ucapnya singkat, nada dinginnya kali ini dibalut ketenangan yang samar-samar menyerupai kepedulian.Alexa menerima tisu itu, berusaha menghapus sisa tangisnya meski suaranya masih bergetar. Ia tahu, ia tidak boleh mengatakan hal sebenarnya, bahwa baru saja ia menyaksikan Dylan, kekasihnya, mencumbu perempuan lain. Itu terlalu memalukan, dan Theo bukanlah orang yang tepat untuk mendengar rahasia itu.Akhirnya Alexa mengangkat tangan kanannya. Punggung dan telapak tangan itu masih merah, bukti tamparan keras yang tadi ia berikan pada Dylan. "Aku… terjepit pintu. Tanganku sakit," bohongnya cepat.Theo menghela nafas panjang, jelas tidak percaya. Wajah yang semula tampak khawatir kini berubah menjadi ekspresi jengah. "Sebaiknya kau lebih hati-hati, Alexa," gerutunya.Ia lalu mengambil kotak es dari lemari kecil di sudut ruang

  • Ruang Panas Bersama Guru Privat   Bab 5

    Alexa sengaja bangun lebih awal, berangkat ke sekolah sebelum Theo sempat membangunkannya dengan cara aneh yang tak pernah ia duga. Setelah percakapan semalam, ada sesuatu yang membuatnya merasa terancam, atau mungkin hanya imajinasinya sendiri."Aku tidak seharusnya takut padanya. Kalau benar dia pedofil, dia tidak akan menargetkan diriku, kan?" batinnya. Namun seketika ia mengumpat dalam hati. "Sialan, tapi tubuhnya memang bagus sekali.""Tubuh siapa?" suara Felix membuatnya hampir melompat dari kursi.Felix meletakkan satu kotak sandwich di hadapan Alexa sambil duduk di bangku sebelahnya.Alexa tersentak kaget, lalu buru-buru menutupinya. "Seseorang yang bikin aku iri," jawabnya seenaknya.Felix menatap curiga, keningnya mengernyit. "Jangan bilang orang yang sekarang tinggal denganmu. Kau bahkan tidak pernah memberitahuku siapa dia. Kenapa bisa tiba-tiba kau tinggal di rumahnya?""Kau pikir aku kenal orang itu sebelumnya?" ketus Alexa sambil menggigit sandwich. "Aku bahkan tidak ta

  • Ruang Panas Bersama Guru Privat   Bab 4

    Satu jam berlalu sejak Theo mulai menjelaskan materi, tapi Alexa sudah lebih dulu menyerah. Tubuhnya jatuh setengah malas ke atas meja, pipi menempel pada buku catatan yang isinya pun tidak ia pahami.Sementara itu, Theo tetap fokus. Dengan posisi setengah membelakanginya, pria itu sibuk menjabarkan rumus-rumus panjang di papan tulis. Dari celah lengannya, Alexa mengintip, lalu tanpa sadar mulai menirukan gerakan bibir Theo, seolah mengejek."Kau tidak lelah?" tanya Alexa tiba-tiba, suaranya terdengar manja sekaligus jengah.Theo menoleh sebentar, lalu menatap jam tangannya. Jarum pendek hampir menyentuh angka sepuluh. "Kau bisa istirahat. Besok sebelum pukul tujuh, kau harus sudah siap ke sekolah."Alexa memutar bola matanya, ingin membantah. Namun sebelum sempat berkomentar, Theo meraih buku catatan di depannya. Alis tebal pria itu terangkat tinggi ketika melihat hasil kerja Alexa selama satu jam terakhir.Ketukan ringan sebuah pulpen mendarat di kepala Alexa. "Aw!" pekiknya, sambil

  • Ruang Panas Bersama Guru Privat   Bab 3

    Theo baru saja membawa dua buku dari kamarnya menuju ruang baca, bersiap memulai pelajaran pertama untuk Alexa. Namun langkahnya terhenti begitu suara deru motor terdengar dari luar.Dengan langkah cepat, ia membuka pintu, dan matanya langsung menangkap sosok Alexa yang kabur, membonceng di belakang seorang pemuda dengan motor sport.Theo mendengus pelan, bibirnya meliuk tipis. "Aku rasa ujian kesabaranku dimulai lebih cepat dari yang kuduga."Motor yang ditumpangi Alexa berhenti di sebuah area balapan liar. Sorak-sorai anak muda, bau bensin bercampur asap knalpot, dan cahaya lampu jalan yang temaram membuat suasana sore menjelang malam itu mendidih.Alexa melepaskan helmnya dan menyerahkannya pada pengendara, Felix, sahabatnya sekaligus pembalap malam itu."Kenapa sekarang kau tinggal di tempat lain, Lexa?" tanya Felix, menatapnya penuh selidik.Alexa menoleh, nada suaranya penuh nada menantang. "Aku diusir dari rumah oleh ibuku. Sekarang aku harus tinggal di rumah itu demi mengejar

  • Ruang Panas Bersama Guru Privat   Bab 2

    Keesokan harinya, Alexa duduk di ruang tamu sambil menggaruk pelipisnya yang sama sekali tidak gatal. Ia masih tidak percaya dengan kebetulan konyol yang menimpanya, pria yang semalam menyelamatkannya dari dua penjahat ternyata adalah guru privat yang ibunya pilihkan. Sungguh, keberuntungan macam apa ini?Rose, sang ibu, berdiri dengan tangan terlipat di dada, wajahnya jelas-jelas masih menyimpan amarah karena ulah Alexa yang mencoba kabur semalam."Theo, ini putriku, Alexa Moore," ucap Rose tajam. "Aku sudah lelah menasehatinya setiap hari. Jadi aku minta bantuanmu untuk mendidiknya. Aku ingin nilai Alexa jauh lebih baik tahun ini."Theo, pria matang yang semalam tampak gagah saat menolongnya, kini menatap Alexa dengan tatapan tenang namun menusuk. Namun Alexa pura-pura tidak peduli. Ia sengaja mendongak ke langit-langit, menolak balas menatap, seakan-akan keberadaan pria itu tak lebih penting dari debu di karpet."Putrimu ini punya banyak kelebihan, Nyonya," ucap Theo akhirnya.Rose

  • Ruang Panas Bersama Guru Privat   Bab 1

    "ALEXA!" Teriakan lantang memecah keheningan kamar. Pintu terbuka kasar, dan Rose, wanita paruh baya dengan wajah tegang penuh emosi muncul sambil menghentakkan selembar kertas ke atas meja. "Bu, bisakah ibu tidak menggangguku? Aku sedang main game," keluh Alexa malas, tak melepaskan pandangannya dari layar. Namun Rose tak memberi kesempatan. Dengan sekali tarik, kabel komputer tercabut. Layar gelap seketika. Alexa mendengus kesal, melepaskan headphone dan berdiri. Belum sempat ia melawan, sang ibu sudah mengacungkan kertas itu di depan wajahnya. "Kau sudah delapan belas tahun, Lexa. Sebentar lagi sembilan belas! Tahun ini seharusnya kau lulus. Tapi dengan nilai seperti ini…" Rose menepuk keras kertas itu, "universitas mana yang mau menerima murid sepertimu?!" Alexa hanya memutar bola mata. "Bu, lulus atau tidak, aku tetap pewaris perusahaan ayah dan ibu. Aku anak satu-satunya. Tidak ada yang bisa merebut itu dariku." Ucapan itu membuat Rose menarik nafas panjang, berusaha mena

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status