Share

Bab 5: Ibu Pulang

Author: Nendia
last update Last Updated: 2025-03-20 07:05:11

"Apa? Dipecat?" Ketrin terbelalak. Wanita berlensa biru ini tampak murka. "Tuh kan, ini gara-gara cewek kampung pembawa sial itu."

Perkataan Ketrin membuatku semakin stres. Aku mondar-mandir dekat dinding kaca yang tinggi. Dari mana aku bisa makan kalau tidak punya upah. Cicilan pun banyak, Oh Tuhan.

"Mas, sebaiknya kamu sekarang temui Pak Rafasya. Minta pengertian." Ketrin menyebutkan nama CEO perusahaan.

Aku menggeleng kecil. Tidak yakin dengan cara itu. "Sulit, Ketrin."

"Coba saja dulu. Kalau ditolak pun gak ada resikonya kan. Tapi kalau berhasil?

Ayolah, Mas. Jangan patah semangat. Kita punya mimpi yang besar. Sekarang cari kerja susah."

Aku mengusap kening. Betul juga kata Ketrin. Kalau usaha ini gagal juga toh aku tetap dikeluarkan. Mana tahu berhasil.

"Oke, akan kucoba."

"Nah gitu dong. Bilang kalau Ibu lagi sakit. Pak Rafasya biasanya lebih manusiawi."

Seperti saran dari Ketrin, aku menemui CEO perusahaan di ruangannya. Sayangnya aku ditolak oleh sekretarisnya. Tidak bisa sembarang orang bisa menemuinya. Aku menunggu di koridor dekat ruang Pak Rafasya. Menimbang bagaimana baiknya.

Jam makan siang, pria yang usianya 5 tahun di atasku itu ke luar ruangan. Aku segera menghampirinya dan meminta bicara.

"Urusan apa? Bicara nanti saja." Pria dengan langkah lebar ini terus berjalan.

"Saya dipecat hari ini dengan tidak adil, Pak."

"Dipecat Hartono? Itu bukan ranah saya."

"Tapi, Pak."

Pak Rafasya memasuki lift dan pintunya mulai tertutup.

"Saya tidak masuk kerja tiga hari karena ibu saya terkena stroke, Pak." Di detik-detik pintu tertutup, aku coba menjelaskan dengan frustrasi.

Pintu lift kembali terbuka. "Datang ke ruangan saya jam tiga sore ini."

"Yes, terima kasih, Pak." Aku menunduk dengan penuh hormat. Kesempatan ini sangat berharga sekali.

Pintu lift kembali tertutup dan tampaknya Pak Rafasya turun. Ketrin memang cerdas.

*

Jam tiga yang dijanjikan. Aku datang ke ruangan Pak Rafasya. Ruangan yang dibuat amat mewah itu terasa dingin mencekam. Pak Hartono turut hadir di sini.

Pria berkemeja biru itu membaca berkas. Dia membuka lembar demi lembarnya.

"Kamu memecat dia karena tiga hari berturut-turut tidak masuk?" tanyanya pada Pak Hartono.

"Bukan hanya itu, Pak. Sebelumnya juga Adrian sering tidak masuk."

"Ya saya paham. Tapi kesalahan dia sebelumnya kamu masih maklumi dan yang tiga hari ini tidak bisa kamu maklumi?"

"Ya tentu. Apa yang mau dipertahankan dari karyawan suka bolos seperti dia?"

"Apa pembelaan kamu?" tanya Pak Rafasya memandangku.

"Ibu saya mendadak sakit. Beliau terkena stroke, Pak. Saya menemani kondisi kritisnya tiga hari ini."

Pak Rafasya menimbang. Dia tampak memainkan giginya, terlihat dari rahangnya yang bergerak pelan.

"Ada buktinya?"

Aku merogoh ponsel dengan cepat. Lalu menelepon Mbak Yuri. Lewat Mbak Yuri aku menunjukkan kondisi Ibu yang memang masih buruk.

"Oke, saya maklumi yang ini. Kamu bisa memberi tindakan pemecatan kalau dia melakukan hal yang sama di kemudian hari." Pak Rafasya menutup map.

"Siapa nama kamu?" Pak Rafasya kembali melihat cover map. "Adrian. Saya tandai kamu."

*

Mbak Yuri selalu menghubungi keluarga Ana. Mulanya mereka memberi kabar kalau belum mendapat informasi tentang Ana, namun semakin ke sini, mereka semakin menutup diri. Telepon dari Mbak Yuri tidak pernah diangkat, chat diabaikan, dan pada akhirnya mereka memblokir nomor kami.

Ibu tidak pernah bisa tenang. Setelah mendengar perkataan dari Indira tempo hari, Ibu terus menangis dan menyebut-nyebut nama Ana. Tampaknya rasa bersalah Ibu terlalu besar. Hal itu menghambat kesembuhannya.

Setelah sepuluh hari di rumah sakit. Ibu diperbolehkan pulang. Aku beserta para Kakak sepakat kalau Ibu akan dirawat di rumah Mbak Yuri.

"Aku pulang sekarang, ya. Ibuku baru ke luar rumah sakit," kataku pada staf yang lain.

"Aku ikut." Ketrin menimpali.

"Tidak perlu. Aku mau menjemput Ibu."

"Pokoknya aku ikut." Ketrin segera mengemasi barang-barangnya. Dia mematikan komputer dan mengambil tas. "Yuk!"

Terpaksa. Aku jalan bersama Ketrin. "Ibu akan sakit lagi kalau lihat kamu."

"Aku lihat dari kejauhan aja. Aku khawatir juga sama Ibu." Ketrin tampak sedih. Kasihan Ketrin, dia menyayangi Ibu tapi Ibu tidak pernah bisa membuka hati.

"Sabar, ya. Nanti Ibu pasti suka sama kamu."

"Aku bakal sabar." Ketrin tersenyum dengan amat manis.

Aku dan kedua kakak menjemput Ibu. Ibu pulang dalam keadaan memakai kursi roda. Mbak Yuri mendorong kursi roda, aku dan Mas Radit membawa barang-barang bekas menginap di sini. Dari kejauhan Ketrin melihat Ibu. Dia memakai kaca mata hitam dan selendang.

Ibu memasuki mobil Mas Radit. Mobil itu jalan lebih dulu.

"Sedih banget sih lihat ibu sekarang." Ketrin masuk mobilku.

Kondisi Ibu memang miris dilihat. Wanita yang mulanya cantik dan sehat, jadi miring dan tak bisa apa-apa.

"Semoga Ibu masih bisa sembuh seperti semula."

"Ya, semoga saja."

Aku memacu kendaraan sampai rumah Mbak Yuri. Memastikan Ibu nyaman di sana.

“Kamu harus segera mencari Ana, Adrian. Ibu tidak akan tenang sebelum ada Ana. Mbak bisa tahu bagaimana perasaan Ibu. Ibu sangat ingin minta maaf sama Ana. Mbak takut terjadi hal yang buruk sama Ibu,” pesan Mbak Yuri sebelum aku pulang.

“Aku juga terus mencarinya, Mbak.”

“Usaha lebih serius lagi. Mbak juga tidak bisa terus-terusan mengurus Ibu. Anak-anak Mbak juga perlu diurus.”

“Ya.”

Aku pulang. Menghampiri Ketrin yang menunggu di dalam mobil. Setelahnya kupacu kembali kendaraan dan mengantarkan Ketrin pulang. Di perjalanan, Ketrin tidak hentinya memandangiku, “seneng deh bisa kayak gini. Aku berharap banget kita segera bersama.”

Aku tersenyum saja. Mulai galau dengan perasaan sendiri.

Bersambung ....

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Ely Dewi
mantap jadi penasaran nii
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Rujak Pedas di Muka Istriku   Bab 45. Rujak Pedas

    Bab 45. Rujak PedasSesungguhnya setelah kesulitan ada kemudahan. Sesungguhnya setelah kesulitan ada kemudahan. Ayat itu diulang dua kali. Salah satu guruku pernah bilang, diulanginya ayat itu memiliki makna kalau setelah kesulitan kita akan mendapat kebahagiaan yang berlipat.Ayat itu dari Allah—yang menciptakan kehidupan ini, tapi aku pernah ada di titik ragu. Seolah masalahku tak ada akhirnya. Sekarang, aku hanya bisa tersenyum melihat ujian yang sangat berat itu. Ini bukan hanya tentang aku, bahkan kisah para penghuni yayasan pun sama. Banyak yang datang dalam keadaan menangis, dan sekarang mereka bisa tertawa.Aku pernah mengharapkan Mas Adrian mencintaiku, setelah aku ikhlas melepaskannya dan tak berharap lagi, aku malah mendapatkannya sekarang. Suamiku tak pernah melewatkan satu hari pun tanpa mengatakan cinta atau sayang.“Sayang celana dalam yang ini kekecilan.”Aku sedang mencari pakaian untuk pergi siang ini, jadi tak melihat apa maksudnya. Aku sudah tahu pasti bercanda. Mem

  • Rujak Pedas di Muka Istriku   Bab 44: Love

    Bab 44: LoveAna selalu memimpikan tanah suci. Hatinya selalu sedih setiap kali melihat teman-temannya yang bisa umroh. Rindu tak terhingga Ana pada tempat itu. Minimal sekali seumur hidup, Ana ingin sekali menginjakkan kaki di sana. Haji mungkin sulit digapai, kalau tahun ini daftar, entah kapan dapat giliran. Minimal umroh saja dulu. Ana sangat ingin melihat rumah Allah, juga persinggahan terakhir Baginda Nabi.Hari ini, suaminya, memberikan hadiah tiket haji. Ana tidak bisa menahan tangis. Hatinya penuh syukur. Dari milyaran manusia, Ana terpilih untuk menyempurnakan agamanya tahun ini.Rafasya mendekati wanita yang baru saja sujud syukur dan langsung melantunkan doa itu. Rafasya duduk di samping Ana. Mengusap pucuk kepala istrinya. Rafasya merasa tak pernah melihat Ana sebahagia ini. Hati Rafasya ikut hangat.Ana meraih tangan Rafasya. Diciumnya punggung tangan dan telapak suaminya berkali-kali. "Terima kasih, Mas. Terima kasih." Tatapan Ana berkaca-kaca.Rafasya mengangguk dan te

  • Rujak Pedas di Muka Istriku   Bab 43: Sujud Syukur

    Bab 43: Sujud SyukurUlang tahun Kaidan dan Nadhifa hanya beda dua minggu saja. Adik kakak yang terpaut dua tahun itu merayakan ulang tahunnya bersama. Mereka mengadakan syukuran bersama yatim piatu dan semua penghuni yayasan. Diadakan makan-makan dan aneka hiburan anak-anak.Malamnya Ana memberikan hadiah. Sebuah CD pemberian Diana. Mereka menonton CD itu bersama-sama sambil berbaring di atas kasur. Di kamar Rafasya.Pada rekaman itu, Diana mengucapkan selamat ulang tahun untuk Kaidan dan Nadhifa. Selamat untuk ulang tahun hari ini dan ulang tahun yang selanjutnya. Diana berharap anak-anaknya kelak menjadi anak-anak yang bermanfaat bagi banyak orang.Rekaman itu diambil ketika Diana sudah sangat lemah. Diana mungkin sedang menahan kesakitan hari itu, tapi bibirnya tetap tersenyum seraya menyampaikan beberapa pesan. Pesan seorang ibu yang berharap anaknya sukses menjalani kehidupan di dunia yang fana ini.Semua orang meneteskan air mata. Rafasya mengusap kepala Kaidan yang sedang mena

  • Rujak Pedas di Muka Istriku   Bab 42: Kita Sekarang

    Bab 42: Kita SekarangSentuhan semalam seperti sebuah klarifikasi bahwa rumah tangga kami bukan rumah tangga yang aneh, melainkan rumah tangga pada umumnya. Ketika kami berjalan-jalan menyusuri Tokyo, aku tak segan menautkan tangan pada lengannya saat menyeberang. Atau ketika berbelanja, aku berani melingkarkan tangan di pinggang Mas Rafa saat dia memilih boneka kokeshi.“Umma suka yang mana?” Mas Rafa melirik.“Untuk di mana?”“Meja kantor.”“Umma suka yang ini.” Aku menunjuk boneka kayu dengan bentuk tubuh yang bulat dan kepala besar yang ada di tangan kanan Mas Rafa. Mas Rafa setuju dan langsung membayarnya.Setelah belanja bermacam oleh-oleh, dan makan, Mas Rafasya pamit pergi sebentar. Katanya dia ada urusan. Aku dan anak-anak dipinta menunggu di restoran. Mas Rafasya kembali sekitar 15 menit kemudian. Dia menjinjing paper bag yang berisi sebuah kotak.“Apa itu, Papa?” tanya Nadhifa.“Bukan apa-apa.”“Aku mau lihat.”“Ini hanya kado untuk teman Papa.”“Aku mau lihat!”“Tidak bole

  • Rujak Pedas di Muka Istriku   Bab 41: Malam Pertama

    Bab 41: Malam PertamaAku baru tahu kalau jatuh cinta itu sangat indah. Aku tidak pernah merasakan kebahagiaan yang seperti ini sebelumnya. Pagi, ketika aku bertemu tatap dengan Mas Rafasya, pipiku langsung menghangat. Aku tak kuasa memandangnya. Aku lebih banyak menunduk.Kaidan dan Nadhifa kujadikan sebagai pengalihan atas grogiku. Aku fokus pada mereka meski hati rasanya ketar-ketir.Aku tak tahu apa yang Mas Rafasya pikirkan. Mungkin sebuah kecupan hal biasa baginya. Beliau terbentuk dari lingkungan yang heterogen. Mungkin saja mewajarkan hal itu. Mas Rafa terlihat biasa saja, tidak nampak grogi atau sungkan."Umma, hari ini kita pindah ke Kyoto," katanya sambil duduk dan memakai kaus kaki.Aku sangat senang setiap kali Mas Rafa memanggilku Umma. Aku selalu merasa diakui."Di sana ada apa, Mas?""Di sana banyak kuil dan kastel yang memukau. Banyak tempat indah untuk berfoto.""Terus ke Disneylandnya kapan? Anak-anak katanya mau ke Disneyland.""Habis dari Kyoto kita ke Tokyo."Har

  • Rujak Pedas di Muka Istriku   Bab 40: Sebuah Kecupan

    Bab 40: Sebuah KecupanKami berangkat menuju Jepang. Sepanjang perjalanan Mas Rafasya banyak menerima telepon. Meski tak bicara, aku tahu pasti ada masalah. Mungkin ada hubungannya dengan kejadian semalam.Ketika menunggu penerbangan, aku menyempatkan untuk bertanya.“Kenapa kita mendadak pergi, Mas. Ini tidak ada hubungannya sama kejadian semalam kan?”Pria yang sedang menatap ponsel itu langsung menengok padaku. “Freyza yang menyabotaseku semalam.”Aku mengingat nama itu. Semalam kami berkenalan dan dia terlihat tidak menyukaiku.“Menyabotase bagaimana?”“Dia yang mengunciku semalam dan meminta MC memanggilmu.”“Aku tidak masalah kok, Mas. Acara semalam berhasil kan? Mas yang bilang sendiri tak mau aku disepelekan Ayah. Semoga saja kejadian semalam bisa membuat ayah berubah.”“Aku tidak akan memaafkan mereka hanya karena kamu berhasil. Bagaimana kalau kamu tidak bisa membawa presentasi semalam? Aku sangat panik takut kamu malu dan malah nangis di sana. Mas tidak bisa membayangkan ka

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status