Kembali ke masa yang lebih awal lagi, kala itu Tiara dan Kevin adalah siswa populer di SMA Bakti di Kota Cendrawasih. Bukan karena kecantikan dan ketampanan mereka berdua saja, mereka sama-sama aktif dan berprestasi di sekolah. Tiara adalah mayoret marching band sekolah, sementara Kevin adalah ketua ekskul basket. Kedua posisi itu seringkali diisi oleh siswa yang terbilang bagus dalam penampilan. Banyak teman-teman sekolah yang sangat iri dengan keduanya. Bagaimana tidak, keduanya sama-sama berparas indah, berprestasi, dan berasal dari keluarga yang sangat kaya.
Pernah terjadi di suatu pagi yang indah, hari itu hari Senin. Pagi itu, selepas upacara bendera, guru mengumumkan siswa berprestasi di sekolah.
"Hari ini seperti biasa, Ibu akan mengumumkan siswa berprestasi di minggu ini. Yang pertama, Tiara Salim. Selamat Tiara, sudah memenangkan juara pertama lomba mayoret terbaik. Yang kedua, Kevin Atmaja, selamat Kevin, sudah berhasil memboyong tim basket menjuarai kompetisi basket nasional."
Saat mendengar kedua nama itu disebut, siswa-siswa di sana kompak bersorai.
"Pasangan serasi! Cieeee!"
"Sudah cantik dan tampan, berprestasi pula!"
Kira-kira begitulah celotehan siswa-siswa pagi itu. Tiara dan Kevin pun maju ke depan podium dengan pipi merona merah karena malu dan juga bahagia sudah disoraki seperti itu.
Guru yang mengumumkan kembali melanjutkan kata-katanya, "Teman-teman semuanya, tenang dulu, ya. Nih, kalian contoh Tiara dan Kevin. Mereka berdua memang pacaran, tapi pacarannya sehat. Mereka saling mendukung untuk terus berprestasi di sekolah.
...
Sampai suatu hari tiba, hari pengumuman ujian nasional. Seluruh siswa kelas 3 SMA Bakti merayakan kelulusan mereka dengan berpesta di sekolah. Sepulang perayaan itu di sekolah, Kevin mengajak Tiara untuk bergabung dengan teman-teman tim basketnya untuk menginap di sebuah vila.
"Sayang, ikut aku ke vila yuk. Aku mau rayain pesta kelulusan sama teman-teman tim basket. Kita nanti sewa DJ loh," ajak Kevin.
Tiara memiliki orang tua yang sangat ketat, dia yakin bahwa orang tuanya sudah pasti tidak akan mengizinkannya.
Jadi, Tiara pun menjawab, "Kayaknya aku nggak ikut deh, kamu tahu sendiri gimana ketatnya ayah sama ibu aku."
Kevin sudah tahu soal ini, jadi dia pun tidak memaksa.
"Kalau begitu, aku boleh pergi sama teman-teman? Cuma pesta-pesta aja kok, di sana temen cewekku 3 sama temen cowokku 5. Kita semua sudah sama-sama punya pacar," jelas Kevin.
Tiara pun tertawa begitu mendengarnya. Kevin sangat menjaga hatinya sampai menjelaskan sedetail itu.
"Boleh kok, kalau gitu, aku pamit duluan pulang ya. Ayah aku sudah jemput."
Tiara segera pergi dan naik mobil ayahnya, Vandam.
Di dalam mobil, Tiara berkata pada ayahnya, "Yah, Kevin sama teman-temannya mau ke vila malam ini. Mereka mau pesta merayakan kelulusan. Aku sudah bilang nggak akan ikut karena tahu aku nggak akan diizinin Ayah."
"Vilanya di kota mana?" tanya Vandam.
"Kalau nggak salah, di kota Warna, Yah," jawab Tiara.
"Jauh juga, ya. Bilang ibumu nanti di rumah," lanjut Vandam.
Sesampainya di rumah, Vandam menceritakan perihal teman-teman Tiara ke vila pada istrinya, Carla.
Saat makan siang bersama, Carla berkata pada Tiara, "Kamu mau ikut ke vila sama Kevin?"
Tiara tersenyum memohon dan menjawab, "Mau, hehe. Tapi nggak apa-apa kalau nggak diizinkan juga."
Vandam hanya tersenyum, kemudian Carla melanjutkan, "Kalau mau ikut, ya boleh. Kebetulan Ibu lagi ada arisan juga di kota Warna. Kamu bisa nyusul Kevin ke sana."
"Tumben Ibu ada arisan di sana? Beneran nih? Yeay!" Tiara melompat kegirangan lalu langsung meninggalkan makanan yang belum selesai dia makan untuk mengambil ponselnya. Dia segera mengabari Kevin mengenai kedatangannya.
...
Vila Telaga
Waktu menunjukkan pukul 8 malam. Saat itu, Karin teman Kevin datang membawakan whiskey dan wine. Tiara sangat tidak menyangka, ternyata pesta ini akan ditemani minuman beralkohol. Tiara tidak suka minum alkohol, selain dilarang orang tuanya, dia sangat menjaga kesehatannya. Meski agak kecewa, Tiara tidak banyak berkata-kata, dia terus berdansa dengan Kevin dan teman-temannya.
Alunan musik kian membuat Kevin dan teman-temannya tenggelam dalam suasana yang menyenangkan. Kevin memang terbiasa minum alkohol, malam ini, dia mengajak Tiara untuk minum juga.
"Sayang, minum dikit deh cobain."
Tiara langsung menggelengkan kepalanya, "Nggak mau, kamu tahu 'kan aku nggak suka minum."
Percobaan pertama gagal. Kevin masih belum menyerah, akhirnya dia kembali menawarkan minuman pada Tiara.
"Sayang, aku nggak bermaksud apa-apa. Katanya kamu mau kuliah ke luar negeri, gimana kalau nanti ada yang jebak kamu buat minum sesuatu, tapi kamu malah nyangka itu air putih? Nggak salah dong coba sedikit."
Entah setan dari mana yang merasuki akal sehat Tiara. Setelah berpikir sejenak, Tiara langsung mengiakan ajakan Kevin.
"Oke deh, tapi sedikit saja, ya." Tiara langsung mengambil gelas dari tangan Kevin.
"Ih, pahit sekali! Kamu! Ah, aku nggak suka!" teriak Tiara.
Namun, setelah mencicipi minuman itu, Tiara mulai merasa makin rileks dalam berjoget. Dia makin terlena dalam alunan musik yang menghanyutkan ini.
"Sayang, jangan minum banyak-banyak!" teriak Tiara di telinga Kevin.
Napas Tiara mengenai telinga Kevin. Kevin yang setengah mabuk mulai kehilangan kendalinya. Dia tiba-tiba merangkul pinggang Tiara, lalu dia meminum whiskey dan memasukannya ke mulut Tiara langsung!
Sudah curi-curi mencium, ditambah diam-diam mencekok whiskey juga! Kepala Tiara langsung berdengung. Kevin sialan!
Di tengah kondisi mabuk, Kevin segera menyimpan gelasnya dan menggendong Tiara ke sebuah kamar di lantai atas.
Tiara sudah setengah mabuk juga, dia tidak begitu memberontak begitu Kevin gendong. Dalam benak Tiara hanya ada satu hal, Kevin pasti hanya mengantarnya ke kamar saja untuk mengamankannya. Harus diketahui, kondisi teman-teman Kevin sudah mabuk juga. Tiara agak takut mereka akan macam-macam pada dirinya.
"Setelah antar aku ke kamar, kamu langsung pergi, ya. Aku gerah banget," ujar Tiara.
"Ya, ya, aku juga gerah banget. Dari dulu nggak pernah kayak gini, baru sekarang saja."
Setelah menidurkan Tiara di tempat tidur, Kevin pergi ke kamar mandi untuk cuci muka. Namun, hawa panas di tubuhnya tak kunjung turun. Kevin dengan setengah sadar langsung membuka kemeja dan celananya. Di ingatan Kevin, dirinya sudah masuk ke kamarnya sendiri. Padahal ....
Tiara tanpa sadar tertidur pulas, sampai salah satu bagian tubuhnya terasa sangat sakit.
"Ahhh ...."
Tiara mencoba membuka matanya, tetapi begitu melihatnya, dia panik!
"Kevin, kamu mau apa!" teriak Tiara sambil mencoba mendorong Kevin tetapi dia tidak kuat.
"Tiara, aku nggak tahan, aku nggak kuat. Maafin aku ya," jawab Kevin.
Tiara lagi-lagi ingin berontak, dia mencoba untuk menendang Kevin. Akan tetapi, aneh sekali, kenapa kakinya terasa sangat tidak bertenaga?
"Tiara, tahan, ya. Kalau ada apa-apa, aku pasti tanggung jawab kok."
"Nggak, aku nggak mau!" teriak Tiara lagi.
"Maafin aku, ya!"
"Ngghh ...."
Syukurnya, saat itu ada dua orang dokter di penerbangan itu. Mereka segera memeriksa kondisi Renan dan Renan pun sudah tidak mimisan lagi."Bu, kondisi putra Ibu sudah agak mendingan, tapi sesampainya di Singapura, Ibu tetap harus membawa putra Ibu ke rumah sakit," ucap salah satu dokter.Butuh waktu agak lama bagi Tiara untuk bisa merespons ucapan dokter tadi, dia berkata secara perlahan, "Baik, Dok, terima kasih banyak. Saya akan segera membawanya ke rumah sakit."Tiara sama sekali tidak mengkhawatirkan biaya berobat Renan, selain karena tabungannya sudah cukup untuk biaya hidup sementara, asuransi VIP yang dimiliki Renan pun dapat menutupi biaya pengobatan Renan di Singapura. Karena itulah Tiara bisa dengan percaya dirinya pindah ke Singapura bersama Renan.Setelah Renan tertidur, Anton kembali ke tempat duduknya dan berkata pada Tiara, "Jangan menghindar, beri saya satu kali kesempatan untuk menjelaskan semuanya."Tiara hanya mengangguk dan berkata, "Silakan, tapi tunggu Renan men
Anton seketika tahu apa yang sebenarnya terjadi. Sepertinya Tiara sudah mengetahui rahasia yang selama ini sudah disembunyikannya selama ini.Rahasia itu tak seharusnya terbongkar dan tak seharusnya pula diteruskan oleh Anton, jika kejadiannya sudah seperti ini, Anton sudah tak bisa berbuat apa-apa lagi."Tiara!" teriak Anton kencang-kencang. Tanpa sadar, air mata kembali mengalir di pipi Anton.Roni yang berdiri di samping Anton pun bingung harus berbuat apa, yang pasti dia harus menuggu kondisi Anton lebih tenang dulu.Tepat ketika dunia terasa gelap, seorang pria paruh baya menepuk pundak Anton dan berkata, "Nak, rumah tangga selalu ada naik turunnya. Kalau kamu masih sayang sama istri kamu, sekarang juga kamu susul."Sepertinya, pria tua itu tidak mendengar ucapan terakhir Tiara sebelum pergi, makanya orang itu bisa berspekulasi seperti itu.Anton baru saja ingin mengatakan sesuatu, dia melihat pria tua itu saling menatap dengan istrinya dan dia pun kembali berkata pada Anton, "Ka
Keesokan paginya, Anton sedang bersiap menuju kantor. Hari itu, sebenarnya dia tidak ingin terburu-buru ke kantor, tetapi dia mendapat telepon darurat dari asistennya.Sesampainya di kantor, Anton segera disapa oleh salah satu orang dari departemen penjualan, "Pagi Pak Anton.""Pagi, ada apa ini? Kenapa ramai sekali, kalian tidak ada kerjaan?" tanya Anton dengan nada tinggi.Karyawan itu pun segera menjelaskan, "Maaf Pak, kami sedang panik, Bu Tiara kemarin tiba-tiba pamit pergi. Saya kira Bu Tiara mau cuti lagi, tapi pas saya tanya HRD, ternyata Bu Tiara ...."Tanpa menunggu jawaban karyawan itu, Anton segera pergi ke ruangannya dan memanggil staf HRD ke ruangannya.Tak berselang lama, Fahmi, staf HRD datang ke kantor Anton."Selamat pagi Pak Anton." Fahmi segera menyapa Anton.Tanpa basa-basi, Anton langsung menanyakan keberadaan Tiara, "Fahmi, jelaskan masalah Tiara sejelas mungkin.""Baik Pak. Setelah saya cari tahu, kemarin Bu Tiara tiba-tiba mengajari staf departemen penjualan l
Sungguh tidak mungkin bagi Tiara untuk menemui Kevin.Pertama, Tiara pernah mendengar, kemungkinan sumsum tulang belakang seorang ayah untuk cocok dengan anaknya jauh lebih rendah dibandingkan dengan ibu. Kedua, Tiara takut Renan akan dibawa pergi oleh Kevin.Keluarga Kevin, keluarga Ferdiawan adalah keluarga terpandang di seluruh negeri ini. Mereka tidak akan tinggal diam saja jika mereka tahu ada salah satu keturunan mereka berada di tangan orang lain.Setelah terdiam sejenak, Tiara baru menjawab pertanyaan Tommy, "Nggak mungkin Kak. Soal ini harus aku pikir matang-matang dulu. Aku cuma punya Renan di hidup aku, aku takut kehilangan satu-satunya keluarga dan darah daging aku."Tommy pun hanya bisa terdiam mendengarnya."Oke, kalau gitu kamu tidur dulu. Besok kita pulang ya."Tommy kembali ke kamarnya dan mulai membuka jurnal-jurnal mengenai penyakit kanker darah.Keesokan harinya, Tommy dan Tiara kembali ke kota Santana dengan tangan kosong. Begitu keluar dari bandara, keduanya bena
"Apa aku masih punya kakek, nenek, atau saudara lainnya dari ayah dan ibu aku, Pak?" tanya Tiara.Pak Karno hanya menundukkan kepalanya sambil menangis, hatinya sendiri benar-benar teriris begitu mengingat kembali kejadian dulu.Setelah menenangkan diri sejenak, Pak Karno pun menjawab pertanyaan Tiara, "Soal ini Non Tiara nggak usah cari-cari lagi, percuma. Semua anggota keluarga ayah dan ibu kandung Non Tiara sudah tiada, semua itu ada hubungannya dengan istri sah ayah kandung Non Tiara."Tanpa banyak bertanya pun Tiara tahu apa yang sebenarnya terjadi. Ketika seseorang memiliki status dan jabatan yang tinggi di sebuah negara, orang tersebut tidak akan membiarkan setitik noda pun hinggap di hidupnya. Penjelasan Pak Karno menjawab beberapa pertanyaan yang selama ini bersarang di benak Tiara terjawab."Pak, Bapak jaga kesehatan ya. Semoga Bapak sehat selalu, terima kasih banyak selama ini selalu baik sama Tiara. Tiara pamit dulu," ucap Tiara sambil pergi keluar.Tommy sedari tadi duduk
Tommy melihat jelas perubahan drastis ekspresi Tiara, jad dia pun bertanya, "Tiara, kamu kenapa?""Kenapa ibuku bisa tahu soal penyakit Renan, ya?" Tiara tidak menyembunyikannya, dia lanjut bertanya, "Kak Omi kasih tahu mereka?"Tommy langsung menggelengkan kepalanya, "Nggak kok, saya nggak punya kontak mereka, bahkan saya sudah nggak punya keluarga juga di sini."Tiara tidak menunjukkan isi pesan itu, hal yang paling penting untuk saat ini adalah pergi ke Rumah Sakit Cendrawasih dulu.Rumah Sakit CendrawasihSesampainya di rumah sakit ini, tanpa terasa air mata Tiara menetes. Dia teringat akan malam paling mengenaskan dalam hidupnya. Malam pertama yang seharusnya menjadi malam terindah dalam hidupnya berujung tragis, untungnya ada sosok misterius yang membawa Tiara ke rumah sakit ini. Sosok misterius itu bahkan sampai membayar seluruh biaya perawatan Tiara. Jika tidak ada orang itu, mungkin nasib Renan pun sudah tidak terselamatka