Share

Rujuk dengan CEO Galak
Rujuk dengan CEO Galak
Author: youralin

Bab 1 Kanker Darah Butuh Donor Sumsum Tulang Belakang

"Aku pasti tanggung jawab kalau ada apa-apa, kamu tahan, ya," ujar Kevin setengah mabuk.

"Ngghh, nggak mau Vin. Jangan."

Kevin terus memaksa dan berkata lagi, "Nggak sakit kok, kamu relaks, ya."

Itulah percakapan yang terus terngiang di kepala Tiara Salim setiap kali dirinya jatuh dalam lamunan. Rasanya, jalan di depannya benar-benar sangat buntu. Di tengah rasa pusing yang melanda, terdengar suara langkah kaki yang tergesa-gesa.

"Dok, bagaimana keadaan putra saya?" tanya Tiara.

Dokter hanya menggelengkan kepalanya dan mempersilakan Tiara untuk mengikutinya ke ruang dokter tersebut.

Tiara segera mengikuti dokter itu, sesampainya di ruang dokter, Tiara langsung berkata lagi, "Dok, bagaimana keadaan putra saya? Cepat katakan, saya mohon."

"Bu Tiara tenang dulu, jangan sampai panik dan kelabakan sendiri. Kalau terus begini, bagaimana kalau Bu Tiara sampai jatuh sakit?" ujar dokter tersebut.

Setelah melihat Tiara jauh lebih rileks, dokter yang bernama Dokter Tommy itu mulai berbicara, "Keadaan Renan makin parah. Dari diagnosa sementara, kanker darah yang dialami Renan baru saja naik ke stadium dua."

Dunia seolah hancur, Tiara pikir, kanker darah yang dialami Renan bisa sembuh hanya dengan kemoterapi karena masih di stadium satu. Nyatanya ....

"Lalu, harus bagaimana untuk perawatan selanjutnya, Dok?" tanya Tiara.

"Perawatannya masih bisa menggunakan kemoterapi, tapi mengingat Renan masih berusia 5 tahun, saya rasa efeknya akan terlalu merusak tubuh."

"Jadi, baiknya seperti apa, ya?" tanya Tiara lagi.

"Ada perawatan transplantasi sel induk atau lebih sering disebut transplantasi sumsum tulang belakang. Renan akan membutuhkan donor sumsum tulang belakang dari pendonor yang masih ada hubungan darah."

Secercah cahaya kembali menghampiri Tiara. Tiara langsung menjawab dengan penuh semangat, "Oke, saya bersedia menjadi pendonornya. Bisa kapan Dok proses donornya?"

"Sabar dulu, Bu. Proses donor ini sangat panjang, pertama-tama Bu Tiara harus tes kecocokan dulu. Kalau cocok, Bu Tiara baru bisa lanjut proses pendonoran," jawab Dokter Tommy.

Setelah terdiam sejenak, Tiara kembali mendengar Dokter Tommy melanjutkan, "Sekarang, Bu Tiara bisa ke bagian administrasi terlebih dahulu untuk mengurus biayanya. Setelah selesai, besok atau lusa datang lagi dalam keadaan puasa dari pagi."

Tiara pun segera pergi ke bagian administrasi untuk mengurus pendaftaran dan pembayarannya.

"Untuk biaya tesnya 17 juta rupiah, Bu," ujar penjaga kasir.

"Oh, sebentar, ya," ujar Tiara panik.

Tiara melihat saldo rekening di ponselnya. Uang tabungannya sudah sangat menipis, kini hanya tersisa sekitar 60 juta rupiah. Total ini pun bertambah karena kebaikan bosnya yang memberikan bonus tambahan karena kinerjanya.

Setelah dihitung-hitung, untuk biaya kemoterapi bulan depan di luar asuransi akan mencapai 10 juta rupiah, bagaimana biaya operasinya nanti?

Tiara langsung menghubungi Andin Sumitra, sahabatnya.

Tak berselang lama, Andin langsung mengangkat telepon Tiara dan berkata, "Halo. Kenapa Tiara?"

"Din, Renan naik ke stadium dua. Kata dokter baiknya operasi donor sumsum tulang belakang. Biaya tes kecocokannya saja mencapai 17 juta, menurut kamu baiknya bagaimana, ya?" tanya Tiara.

Di sana terdengar Andin menghela napas lalu berkata, "Tiara, sekarang pakai uang yang ada dulu. Renan itu udah sama aku dari lahir, aku sayang banget sama Renan. Nanti, kalau ada kurang atau bagaimana, ada aku."

Andin bagaikan kakak kandung sendiri bagi Tiara. Sejak kejadian kala itu, orang tua Tiara tidak pernah menganggap Tiara sebagai anak mereka lagi. Tiara benar-benar hidup mengandalkan Andin, karena hanya Andin yang bersedia menemaninya.

"Maaf, ya, lagi-lagi aku repotin kamu. Makasih banyak, kalau begitu aku urus  administrasinya dulu," ujar Tiara.

Setelah itu, Tiara langsung membayar biaya tesnya dan cepat-cepat pergi menemui Renan di ruang rawat.

"Mami! Renan dari tadi tunggu Mami, Mami ke mana aja?" tanya Renan dengan bola mata yang besar.

Tiara langsung memeluk Renan dan berkata, "Sayang, tadi Mami ngobrol dulu sama om dokter, katanya kamu sudah boleh pulang dulu. Mau sekolah nggak?"

"Yeay! Aku sudah boleh sekolah, ya? Yeay, aku sudah sembuh!" teriak Renan.

"Iya, sudah boleh sayang, sekarang ayo kita pulang," ajak Tiara.

Langit hari itu sangat cerah, Renan dengan sumringah melihat ke langit yang biru dan berkata, "Mami, kalau Papi masih ada, Papi pasti bangga sama aku."

"Pasti sayang."

Renan kebingungan, kenapa maminya tidak menanyakan alasan papinya bisa bangga? Alhasil, Renan pun langsung bertanya, "Memangnya, Mami tahu maksud aku papi akan bangga sama aku?"

"Tahu, dong. Papi pasti bangga punya anak yang sangat kuat kayak kamu," jawab Tiara sambil mengelus kepala Renan.

"Hehe, betul, Papi pasti bangga karena aku bisa sembuh!"

Hari itu hari Kamis, Tiara harusnya pergi ke kantor. Namun, Tiara lagi-lagi harus cuti karena harus membawa Renan ke rumah sakit. Untung sekali, bos Tiara, Pak Anton begitu baik hati. Katanya, anaknya pernah mengidap kanker darah juga. Hanya saja, sayang sekali anak Pak Anton tidak terselamatkan. Karena itu pula, Pak Anton begitu baik hati pada Tiara. Sebenarnya bukan karena kasihan saja, Tiara yang bekerja di Departemen Penjualan sangat berkinerja baik. Setiap bulannya, Tiara seringkali melampaui target penjualan.

Karena waktu masih siang, Tiara memutuskan untuk mengantar Renan pulang lalu Tiara pergi ke kantor untuk menyelesaikan beberapa dokumen yang harus diurus.

Renan Salim, usianya memang baru menginjak 5 tahun, tetapi dia sudah begitu dewasa dibandingkan anak seumurannya. Tiara hidup serba pas-pasan dan Renan tidak pernah mengeluhkan apa pun, Renan bahkan tidak pernah merengek minta mainan.

Sesampainya di kantor, Tiara tidak sengaja mendengar obrolan anak magang di departemennya.

"Bu Tiara ke mana sih? Dokumen ini harus cepat-cepat ditandatangani, kok dia seenaknya cuti terus," ujar Reni.

"Ren, wajarlah, Bu Tiara itu 'kan anak kesayangan Pak Anton. Dia itu lagi di umur-umur janda kembang yang berkualitas hahaha," jawab Putri.

Setelah melirik ke kanan dan ke kiri untuk memastikan tidak ada siapa-siapa, Reni kembali berujar, "Eh, aku dengar dari senior di sini, Bu Tiara itu cuma lulusan SMA, kerja di sini karena belas kasihan Pak Anton. Dulunya itu ...."

Putri sangat penasaran, lalu dia mendengar Reni setengah berbisik, "Dulunya itu hamil duluan pas SMA kelas 3, untung waktu itu sudah selesai ujian nasional, jadi bisa dapat ijazah SMA tuh. Cowoknya nggak bertanggung jawab, makanya sekarang dia urus anaknya sendirian. Terus ...."

"Kalian mau saya laporin ke kampus kalian? Ini jam kerja! Suruh siapa kalian malah bergosip?"

Anton kebetulan sedang melewati lorong departemen penjualan, alhasil dia pun datang menegur kedua anak magang itu dengan sangat keras.

"Ma ... maaf Pak, ini kami tinggal nunggu tanda tangan Bu Tiara, tapi ..." ujar Reni.

Saat itu, Tiara tiba-tiba masuk ke dalam ruangan itu dan berkata, "Butuh tanda tangan saya? Saya tanda tangani sekarang juga."

"Kalian contoh Bu Tiara, meskipun sangat sibuk, tapi semua tanggung jawabnya bisa selesai. Daripada kalian, sibuk nggak, tapi biasanya hanya bergosip saja," ujar Anton.

Setelah itu, Anton berujar pada Tiara sambil mengedipkan mata kirinya, "Pekerjaan hari ini lancar? Klien sudah aman?"

Tiara terkejut mendengarnya, Anton benar-benar ingin melindungi dirinya dari ujaran-ujaran penuh kebencian dari rekan kantornya. Kemudian, Tiara menjawab dengan agak gugup, "Uh, ya, Pak. Semuanya berjalan lancar. Soal klien sudah aman."

Tiga jam kemudian, waktu pulang kantor sudah tiba. Saat sedang beres-beres barang, Ulfi teman Tiara dari Departemen Logistik datang menghampiri dan berkata, "Tiara, bagaimana kabar anakmu?"

"Sudah membaik, tapi masih ada beberapa perawatan yang harus dijalani," jawab Tiara singkat.

Tiara sangat enggan terlalu menceritakan kondisi Renan, karena dia tahu, semua itu hanya sia-sia.

Ulfi kembali menjawab, "Aku terus-terang saja, ya. Kamu bisa sakit sendiri kalau terus begini, ada satu temanku sedang mencari istri. Dia bilang, janda juga nggak apa-apa. Kamu mau kenalan tidak?"

Sebenarnya, Tiara sudah bisa menebak maksud kedatangan Ulfi. Ulfi memiliki banyak teman, dia tidak jarang memperkenalkan Tiara kepada teman-temannya yang sedang mencari pasangan.

Tiara malas basa-basi, dia langsung menolak tawaran itu lalu memutuskan pergi.

Sesampainya di rumah kontrakan Tiara, Tiara tidak langsung turun dari mobilnya dan masuk ke dalam rumah. Dia tiba-tiba teringat masa lalunya yang sangat kelam.

"Dasar perempuan murahan! Kamu sudah mempermalukan Ibu dan Ayah, sekarang juga, kamu pergi dari rumah ini!" teriak ibu Tiara, Carla Tjandra.

Ayah Tiara, Vandam Salim juga tidak bisa berbuat apa-apa. Dia hanya bisa diam saja melihat Tiara diusir dari rumah.

Saat itu, Tiara pergi ke rumah Kevin. Kevin kebetulan sedang seorang diri di rumah.

"Kalau kamu masih mengoceh soal kamu hamil sama aku, aku ...." Kevin mulai melepas pakaian Tiara.

Dalam keadaan linglung karena semua masalah ini, Tiara berteriak getir, "Kevin ...."

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status