"Dokter bilang, kita harus buat adik untuk Renan. Kamu mau Renan selamat?" tanya Kevin. Tiara gugup bukan main, dengan bibir gemetar dia menjawab, "Iya, sih. Tapi ...." "Cepat mandi, kita buat adik untuk Renan sekarang juga." .... Memangnya ada, ya, yang begitu berterus-terang seperti ini? Kebodohan di masa muda memang selalu berakibat fatal. Andai bisa kembali ke masa lalu, Tiara tidak pernah ingin bertemu dengan Kevin yang sudah membuat masa depannya hancur dan menjadi janda di usia muda.
View More"Aku pasti tanggung jawab kalau ada apa-apa, kamu tahan, ya," ujar Kevin setengah mabuk.
"Ngghh, nggak mau Vin. Jangan."
Kevin terus memaksa dan berkata lagi, "Nggak sakit kok, kamu relaks, ya."
Itulah percakapan yang terus terngiang di kepala Tiara Salim setiap kali dirinya jatuh dalam lamunan. Rasanya, jalan di depannya benar-benar sangat buntu. Di tengah rasa pusing yang melanda, terdengar suara langkah kaki yang tergesa-gesa.
"Dok, bagaimana keadaan putra saya?" tanya Tiara.
Dokter hanya menggelengkan kepalanya dan mempersilakan Tiara untuk mengikutinya ke ruang dokter tersebut.
Tiara segera mengikuti dokter itu, sesampainya di ruang dokter, Tiara langsung berkata lagi, "Dok, bagaimana keadaan putra saya? Cepat katakan, saya mohon."
"Bu Tiara tenang dulu, jangan sampai panik dan kelabakan sendiri. Kalau terus begini, bagaimana kalau Bu Tiara sampai jatuh sakit?" ujar dokter tersebut.
Setelah melihat Tiara jauh lebih rileks, dokter yang bernama Dokter Tommy itu mulai berbicara, "Keadaan Renan makin parah. Dari diagnosa sementara, kanker darah yang dialami Renan baru saja naik ke stadium dua."
Dunia seolah hancur, Tiara pikir, kanker darah yang dialami Renan bisa sembuh hanya dengan kemoterapi karena masih di stadium satu. Nyatanya ....
"Lalu, harus bagaimana untuk perawatan selanjutnya, Dok?" tanya Tiara.
"Perawatannya masih bisa menggunakan kemoterapi, tapi mengingat Renan masih berusia 5 tahun, saya rasa efeknya akan terlalu merusak tubuh."
"Jadi, baiknya seperti apa, ya?" tanya Tiara lagi.
"Ada perawatan transplantasi sel induk atau lebih sering disebut transplantasi sumsum tulang belakang. Renan akan membutuhkan donor sumsum tulang belakang dari pendonor yang masih ada hubungan darah."
Secercah cahaya kembali menghampiri Tiara. Tiara langsung menjawab dengan penuh semangat, "Oke, saya bersedia menjadi pendonornya. Bisa kapan Dok proses donornya?"
"Sabar dulu, Bu. Proses donor ini sangat panjang, pertama-tama Bu Tiara harus tes kecocokan dulu. Kalau cocok, Bu Tiara baru bisa lanjut proses pendonoran," jawab Dokter Tommy.
Setelah terdiam sejenak, Tiara kembali mendengar Dokter Tommy melanjutkan, "Sekarang, Bu Tiara bisa ke bagian administrasi terlebih dahulu untuk mengurus biayanya. Setelah selesai, besok atau lusa datang lagi dalam keadaan puasa dari pagi."
Tiara pun segera pergi ke bagian administrasi untuk mengurus pendaftaran dan pembayarannya.
"Untuk biaya tesnya 17 juta rupiah, Bu," ujar penjaga kasir.
"Oh, sebentar, ya," ujar Tiara panik.
Tiara melihat saldo rekening di ponselnya. Uang tabungannya sudah sangat menipis, kini hanya tersisa sekitar 60 juta rupiah. Total ini pun bertambah karena kebaikan bosnya yang memberikan bonus tambahan karena kinerjanya.
Setelah dihitung-hitung, untuk biaya kemoterapi bulan depan di luar asuransi akan mencapai 10 juta rupiah, bagaimana biaya operasinya nanti?
Tiara langsung menghubungi Andin Sumitra, sahabatnya.
Tak berselang lama, Andin langsung mengangkat telepon Tiara dan berkata, "Halo. Kenapa Tiara?"
"Din, Renan naik ke stadium dua. Kata dokter baiknya operasi donor sumsum tulang belakang. Biaya tes kecocokannya saja mencapai 17 juta, menurut kamu baiknya bagaimana, ya?" tanya Tiara.
Di sana terdengar Andin menghela napas lalu berkata, "Tiara, sekarang pakai uang yang ada dulu. Renan itu udah sama aku dari lahir, aku sayang banget sama Renan. Nanti, kalau ada kurang atau bagaimana, ada aku."
Andin bagaikan kakak kandung sendiri bagi Tiara. Sejak kejadian kala itu, orang tua Tiara tidak pernah menganggap Tiara sebagai anak mereka lagi. Tiara benar-benar hidup mengandalkan Andin, karena hanya Andin yang bersedia menemaninya.
"Maaf, ya, lagi-lagi aku repotin kamu. Makasih banyak, kalau begitu aku urus administrasinya dulu," ujar Tiara.
Setelah itu, Tiara langsung membayar biaya tesnya dan cepat-cepat pergi menemui Renan di ruang rawat.
"Mami! Renan dari tadi tunggu Mami, Mami ke mana aja?" tanya Renan dengan bola mata yang besar.
Tiara langsung memeluk Renan dan berkata, "Sayang, tadi Mami ngobrol dulu sama om dokter, katanya kamu sudah boleh pulang dulu. Mau sekolah nggak?"
"Yeay! Aku sudah boleh sekolah, ya? Yeay, aku sudah sembuh!" teriak Renan.
"Iya, sudah boleh sayang, sekarang ayo kita pulang," ajak Tiara.
Langit hari itu sangat cerah, Renan dengan sumringah melihat ke langit yang biru dan berkata, "Mami, kalau Papi masih ada, Papi pasti bangga sama aku."
"Pasti sayang."
Renan kebingungan, kenapa maminya tidak menanyakan alasan papinya bisa bangga? Alhasil, Renan pun langsung bertanya, "Memangnya, Mami tahu maksud aku papi akan bangga sama aku?"
"Tahu, dong. Papi pasti bangga punya anak yang sangat kuat kayak kamu," jawab Tiara sambil mengelus kepala Renan.
"Hehe, betul, Papi pasti bangga karena aku bisa sembuh!"
Hari itu hari Kamis, Tiara harusnya pergi ke kantor. Namun, Tiara lagi-lagi harus cuti karena harus membawa Renan ke rumah sakit. Untung sekali, bos Tiara, Pak Anton begitu baik hati. Katanya, anaknya pernah mengidap kanker darah juga. Hanya saja, sayang sekali anak Pak Anton tidak terselamatkan. Karena itu pula, Pak Anton begitu baik hati pada Tiara. Sebenarnya bukan karena kasihan saja, Tiara yang bekerja di Departemen Penjualan sangat berkinerja baik. Setiap bulannya, Tiara seringkali melampaui target penjualan.
Karena waktu masih siang, Tiara memutuskan untuk mengantar Renan pulang lalu Tiara pergi ke kantor untuk menyelesaikan beberapa dokumen yang harus diurus.
Renan Salim, usianya memang baru menginjak 5 tahun, tetapi dia sudah begitu dewasa dibandingkan anak seumurannya. Tiara hidup serba pas-pasan dan Renan tidak pernah mengeluhkan apa pun, Renan bahkan tidak pernah merengek minta mainan.
Sesampainya di kantor, Tiara tidak sengaja mendengar obrolan anak magang di departemennya.
"Bu Tiara ke mana sih? Dokumen ini harus cepat-cepat ditandatangani, kok dia seenaknya cuti terus," ujar Reni.
"Ren, wajarlah, Bu Tiara itu 'kan anak kesayangan Pak Anton. Dia itu lagi di umur-umur janda kembang yang berkualitas hahaha," jawab Putri.
Setelah melirik ke kanan dan ke kiri untuk memastikan tidak ada siapa-siapa, Reni kembali berujar, "Eh, aku dengar dari senior di sini, Bu Tiara itu cuma lulusan SMA, kerja di sini karena belas kasihan Pak Anton. Dulunya itu ...."
Putri sangat penasaran, lalu dia mendengar Reni setengah berbisik, "Dulunya itu hamil duluan pas SMA kelas 3, untung waktu itu sudah selesai ujian nasional, jadi bisa dapat ijazah SMA tuh. Cowoknya nggak bertanggung jawab, makanya sekarang dia urus anaknya sendirian. Terus ...."
"Kalian mau saya laporin ke kampus kalian? Ini jam kerja! Suruh siapa kalian malah bergosip?"
Anton kebetulan sedang melewati lorong departemen penjualan, alhasil dia pun datang menegur kedua anak magang itu dengan sangat keras.
"Ma ... maaf Pak, ini kami tinggal nunggu tanda tangan Bu Tiara, tapi ..." ujar Reni.
Saat itu, Tiara tiba-tiba masuk ke dalam ruangan itu dan berkata, "Butuh tanda tangan saya? Saya tanda tangani sekarang juga."
"Kalian contoh Bu Tiara, meskipun sangat sibuk, tapi semua tanggung jawabnya bisa selesai. Daripada kalian, sibuk nggak, tapi biasanya hanya bergosip saja," ujar Anton.
Setelah itu, Anton berujar pada Tiara sambil mengedipkan mata kirinya, "Pekerjaan hari ini lancar? Klien sudah aman?"
Tiara terkejut mendengarnya, Anton benar-benar ingin melindungi dirinya dari ujaran-ujaran penuh kebencian dari rekan kantornya. Kemudian, Tiara menjawab dengan agak gugup, "Uh, ya, Pak. Semuanya berjalan lancar. Soal klien sudah aman."
Tiga jam kemudian, waktu pulang kantor sudah tiba. Saat sedang beres-beres barang, Ulfi teman Tiara dari Departemen Logistik datang menghampiri dan berkata, "Tiara, bagaimana kabar anakmu?"
"Sudah membaik, tapi masih ada beberapa perawatan yang harus dijalani," jawab Tiara singkat.
Tiara sangat enggan terlalu menceritakan kondisi Renan, karena dia tahu, semua itu hanya sia-sia.
Ulfi kembali menjawab, "Aku terus-terang saja, ya. Kamu bisa sakit sendiri kalau terus begini, ada satu temanku sedang mencari istri. Dia bilang, janda juga nggak apa-apa. Kamu mau kenalan tidak?"
Sebenarnya, Tiara sudah bisa menebak maksud kedatangan Ulfi. Ulfi memiliki banyak teman, dia tidak jarang memperkenalkan Tiara kepada teman-temannya yang sedang mencari pasangan.
Tiara malas basa-basi, dia langsung menolak tawaran itu lalu memutuskan pergi.
Sesampainya di rumah kontrakan Tiara, Tiara tidak langsung turun dari mobilnya dan masuk ke dalam rumah. Dia tiba-tiba teringat masa lalunya yang sangat kelam.
"Dasar perempuan murahan! Kamu sudah mempermalukan Ibu dan Ayah, sekarang juga, kamu pergi dari rumah ini!" teriak ibu Tiara, Carla Tjandra.
Ayah Tiara, Vandam Salim juga tidak bisa berbuat apa-apa. Dia hanya bisa diam saja melihat Tiara diusir dari rumah.
Saat itu, Tiara pergi ke rumah Kevin. Kevin kebetulan sedang seorang diri di rumah.
"Kalau kamu masih mengoceh soal kamu hamil sama aku, aku ...." Kevin mulai melepas pakaian Tiara.
Dalam keadaan linglung karena semua masalah ini, Tiara berteriak getir, "Kevin ...."
Syukurnya, saat itu ada dua orang dokter di penerbangan itu. Mereka segera memeriksa kondisi Renan dan Renan pun sudah tidak mimisan lagi."Bu, kondisi putra Ibu sudah agak mendingan, tapi sesampainya di Singapura, Ibu tetap harus membawa putra Ibu ke rumah sakit," ucap salah satu dokter.Butuh waktu agak lama bagi Tiara untuk bisa merespons ucapan dokter tadi, dia berkata secara perlahan, "Baik, Dok, terima kasih banyak. Saya akan segera membawanya ke rumah sakit."Tiara sama sekali tidak mengkhawatirkan biaya berobat Renan, selain karena tabungannya sudah cukup untuk biaya hidup sementara, asuransi VIP yang dimiliki Renan pun dapat menutupi biaya pengobatan Renan di Singapura. Karena itulah Tiara bisa dengan percaya dirinya pindah ke Singapura bersama Renan.Setelah Renan tertidur, Anton kembali ke tempat duduknya dan berkata pada Tiara, "Jangan menghindar, beri saya satu kali kesempatan untuk menjelaskan semuanya."Tiara hanya mengangguk dan berkata, "Silakan, tapi tunggu Renan men
Anton seketika tahu apa yang sebenarnya terjadi. Sepertinya Tiara sudah mengetahui rahasia yang selama ini sudah disembunyikannya selama ini.Rahasia itu tak seharusnya terbongkar dan tak seharusnya pula diteruskan oleh Anton, jika kejadiannya sudah seperti ini, Anton sudah tak bisa berbuat apa-apa lagi."Tiara!" teriak Anton kencang-kencang. Tanpa sadar, air mata kembali mengalir di pipi Anton.Roni yang berdiri di samping Anton pun bingung harus berbuat apa, yang pasti dia harus menuggu kondisi Anton lebih tenang dulu.Tepat ketika dunia terasa gelap, seorang pria paruh baya menepuk pundak Anton dan berkata, "Nak, rumah tangga selalu ada naik turunnya. Kalau kamu masih sayang sama istri kamu, sekarang juga kamu susul."Sepertinya, pria tua itu tidak mendengar ucapan terakhir Tiara sebelum pergi, makanya orang itu bisa berspekulasi seperti itu.Anton baru saja ingin mengatakan sesuatu, dia melihat pria tua itu saling menatap dengan istrinya dan dia pun kembali berkata pada Anton, "Ka
Keesokan paginya, Anton sedang bersiap menuju kantor. Hari itu, sebenarnya dia tidak ingin terburu-buru ke kantor, tetapi dia mendapat telepon darurat dari asistennya.Sesampainya di kantor, Anton segera disapa oleh salah satu orang dari departemen penjualan, "Pagi Pak Anton.""Pagi, ada apa ini? Kenapa ramai sekali, kalian tidak ada kerjaan?" tanya Anton dengan nada tinggi.Karyawan itu pun segera menjelaskan, "Maaf Pak, kami sedang panik, Bu Tiara kemarin tiba-tiba pamit pergi. Saya kira Bu Tiara mau cuti lagi, tapi pas saya tanya HRD, ternyata Bu Tiara ...."Tanpa menunggu jawaban karyawan itu, Anton segera pergi ke ruangannya dan memanggil staf HRD ke ruangannya.Tak berselang lama, Fahmi, staf HRD datang ke kantor Anton."Selamat pagi Pak Anton." Fahmi segera menyapa Anton.Tanpa basa-basi, Anton langsung menanyakan keberadaan Tiara, "Fahmi, jelaskan masalah Tiara sejelas mungkin.""Baik Pak. Setelah saya cari tahu, kemarin Bu Tiara tiba-tiba mengajari staf departemen penjualan l
Sungguh tidak mungkin bagi Tiara untuk menemui Kevin.Pertama, Tiara pernah mendengar, kemungkinan sumsum tulang belakang seorang ayah untuk cocok dengan anaknya jauh lebih rendah dibandingkan dengan ibu. Kedua, Tiara takut Renan akan dibawa pergi oleh Kevin.Keluarga Kevin, keluarga Ferdiawan adalah keluarga terpandang di seluruh negeri ini. Mereka tidak akan tinggal diam saja jika mereka tahu ada salah satu keturunan mereka berada di tangan orang lain.Setelah terdiam sejenak, Tiara baru menjawab pertanyaan Tommy, "Nggak mungkin Kak. Soal ini harus aku pikir matang-matang dulu. Aku cuma punya Renan di hidup aku, aku takut kehilangan satu-satunya keluarga dan darah daging aku."Tommy pun hanya bisa terdiam mendengarnya."Oke, kalau gitu kamu tidur dulu. Besok kita pulang ya."Tommy kembali ke kamarnya dan mulai membuka jurnal-jurnal mengenai penyakit kanker darah.Keesokan harinya, Tommy dan Tiara kembali ke kota Santana dengan tangan kosong. Begitu keluar dari bandara, keduanya bena
"Apa aku masih punya kakek, nenek, atau saudara lainnya dari ayah dan ibu aku, Pak?" tanya Tiara.Pak Karno hanya menundukkan kepalanya sambil menangis, hatinya sendiri benar-benar teriris begitu mengingat kembali kejadian dulu.Setelah menenangkan diri sejenak, Pak Karno pun menjawab pertanyaan Tiara, "Soal ini Non Tiara nggak usah cari-cari lagi, percuma. Semua anggota keluarga ayah dan ibu kandung Non Tiara sudah tiada, semua itu ada hubungannya dengan istri sah ayah kandung Non Tiara."Tanpa banyak bertanya pun Tiara tahu apa yang sebenarnya terjadi. Ketika seseorang memiliki status dan jabatan yang tinggi di sebuah negara, orang tersebut tidak akan membiarkan setitik noda pun hinggap di hidupnya. Penjelasan Pak Karno menjawab beberapa pertanyaan yang selama ini bersarang di benak Tiara terjawab."Pak, Bapak jaga kesehatan ya. Semoga Bapak sehat selalu, terima kasih banyak selama ini selalu baik sama Tiara. Tiara pamit dulu," ucap Tiara sambil pergi keluar.Tommy sedari tadi duduk
Tommy melihat jelas perubahan drastis ekspresi Tiara, jad dia pun bertanya, "Tiara, kamu kenapa?""Kenapa ibuku bisa tahu soal penyakit Renan, ya?" Tiara tidak menyembunyikannya, dia lanjut bertanya, "Kak Omi kasih tahu mereka?"Tommy langsung menggelengkan kepalanya, "Nggak kok, saya nggak punya kontak mereka, bahkan saya sudah nggak punya keluarga juga di sini."Tiara tidak menunjukkan isi pesan itu, hal yang paling penting untuk saat ini adalah pergi ke Rumah Sakit Cendrawasih dulu.Rumah Sakit CendrawasihSesampainya di rumah sakit ini, tanpa terasa air mata Tiara menetes. Dia teringat akan malam paling mengenaskan dalam hidupnya. Malam pertama yang seharusnya menjadi malam terindah dalam hidupnya berujung tragis, untungnya ada sosok misterius yang membawa Tiara ke rumah sakit ini. Sosok misterius itu bahkan sampai membayar seluruh biaya perawatan Tiara. Jika tidak ada orang itu, mungkin nasib Renan pun sudah tidak terselamatka
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments