"Mas, kenapa sampai saat ini aku belum hamil juga, ya?” pertanyaan itu selalu dilontarkan Nayra pada Albian, suaminya.
“Mungkin kita masih kurang dalam usahanya, sayang.”
“Ish, bagaimana kamu bisa bilang kurang dalam usaha, sedangkan setiap malam kita selalu melakukannya. Apa yang salah?” tanya Nayra kembali sambil memeluk Albian yang memang mereka sedang berbaring setelah melakukan hubungan suami istri.
“Tenanglah Sayang, mungkin belum waktunya. Atau … Tuhan masih menginginkan kita untuk berdua terus seperti ini. Sekarang yang pasti kita tidak boleh menyerah dan harus terus berusaha, kalau perlu kita lakukan tiga kali sehari.” Albian tertawa saat mengatakan itu.
“Memangnya minum obat tiga kali sehari,” sahut Nayra sambil mempererat pelukannya.
“Oh ya, besok di rumah ibu ada acara. Entah acara apa Mas tidak tahu, tapi yang jelas ibu minta kita untuk datang.” Albian menyampaikan pesan dari ibunya yang sempat dia terima tadi. Nayra menghela nafas panjang.
“Kenapa?” tanya Albian.
“Akhir-akhir ini aku merasa jika sikap ibu itu berubah sama aku, tidak seperti dulu. Kenapa ya, Mas?” Nayra mendongakan kepalanya menatap wajah tampan suaminya.
“Masa sih? Mungkin hanya perasaanmu saja, Yang. Aku yakin ibu biasa saja sama kamu,” bantah Albian.
“Tidak mungkin hanya perasaanku saja, Mas. Bahkan sekarang ibu jarang ada menghubungiku.” terlihat jika raut wajah kecewa.
“Jangan berpikir yang aneh-aneh, semua yang kamu rasakan sudah pasti hanya perasaan kamu saja. Ibu sayang sama kamu.” Albian mengusap punggung istrinya yang saat itu masih polos.
“Semoga saja, Mas. Aku merasakan itu semua saat kita semua mendapatkan kabar kalau Aninda hamil. Ibu saat itu langsung memberikan perhatiannya dengan penuh pada Aninda, apa gara-gara itu ibu menjadi berbeda?” tanya Nayra kembali.
“Sayang, sudah aku katakan jangan pernah berpikir seperti itu. Ibu menyayangi kita semua, tidak mungkin ibu langsung membedakan antara kamu dan Aninda. Kalian berdua sama-sama menantu perempuan di keluarga kami. Jika memang perhatian lebih besar pada Aninda, sudah pasti ibu mempunyai alasan.”
Nayra hanya mengangguk, dia tidak ingin membahas ibu mertuanya lagi di hadapan suaminya. Seharusnya dia tahu jika membicarakan keluarga suami, sudah pasti Albian akan membela keluarganya. Nayra sekarang hanya bisa pura-pura menerima, walaupun dalam hatinya dia sangat kesal.
Nayra Rahayu. Wanita cantik yang baru berumur 25 tahun mempunyai kepribadian yang baik, sabar dan penyayang. Nayra sudah diperistri oleh Albian selama dua tahun. Namun selama itu juga mereka belum dikaruniai anak. Albian Hartanto tidak pernah mempermasalahkan itu, walaupun memang hatinya juga selalu mempertanyakan kenapa sampai detik ini istrinya belum hamil juga.
Albian selalu melihat teman-teman kuliahnya yang sudah memiliki anak. Bahkan mereka yang berumur 29 tahun sudah ada yang memiliki tiga anak, sedangkan dirinya satu orang anak pun belum ada. Tidak ingin menyakiti hati istrinya, Albian berusaha bersikap tidak apa-apa. Seringkali Laila, ibu dari Albian menyarankan supaya keduanya diperiksa. Namun Albian yang sangat sibuk tidak bisa memenuhi keinginan ibunya, saat seperti itu yang akan jadi sasaran adalah Nayra, menantunya.
Keesokan harinya, seperti yang Albian katakan pada Nayra, mereka datang kerumah utama. Ternyata kakak perempuan Albian baru saja datang dari luar negri bersama dengan anak-anaknya. Albian tidak tahu bahwa kakaknya akan datang dan sekarang semua berkumpul dan terlihat raut wajah bahagia, apalagi melihat wajah Laila yang begitu senang sedang tertawa bersama dengan Aninda, istri dari adik Albian.
“Kalian baru sampai?” tanya Laila.
“Iya, Bu. Tadi Albi masih ada pekerjaan, jadi sedikit terlambat untuk datang.”
Laila mengangguk. “Kakakmu baru datang tadi sore, makanya ibu minta kalian berkumpul. Sudah sangat lama sekali kita tidak berkumpul dengan formasi lengkap seperti ini. Apalagi sekarang ada Aninda dan calon cucu baru ibu, lengkap sudah.”
Nayra menunduk dan tidak berbicara sepatah katapun. Mengerti dengan apa yang dirasakan Nayra, Albian langsung menggenggam tangan istrinya.
“Iya, semoga saja kami segera menyusul,” jawab Albian dengan tersenyum sambil menatap istrinya yang masih menunduk.
“Iya, seharusnya memang kalian yang lebih dulu mempunyai anak. Tapi sekarang malah keduluan sama Rafael dan Aninda,” sindir Laila sambil melirik Nayra yang masih menunduk.
“Bu, mungkin belum saatnya mereka mempunyai anak. Jangan samakan Aninda dan Nayra, tentu saja mereka berbeda. Siapa tahu kelak Nayra hamil dan langsung mempunyai anak dua, bahkan kembar tiga. Tidak ada yang tahu,” bela Kartika yang kasihan pada adik iparnya. Laila memang sering membicarakan Nayra pada Kartika, Laila kerap kali membeda-bedakan keduanya.
“Iya ini juga tahu, hanya saja ibu bicara apa adanya. Semua fakta, Nayra dan Albi menikah lebih dulu dari Rafael dan Aninda. Tapi Rafael dan Aninda justru lebih dulu mendapatkan momongan.” ketus Laila.
Kartika menggelengkan kepalanya tidak percaya, sekarang ibunya malah bersikap pilih kasih.
“Nenek, apakah Clarisa boleh menginap lama-lama dirumah nenek?” tanya bocah yang batu berusia tujuh tahun itu bertanya pada Laila.
“Tentu saja boleh, selama liburan sekolah Clarisa dan kakak Cleo boleh tinggal dirumah nenek sepuasnya,” jawab Laila sambil tersenyum.
Selama acara makan malam, Nayra mencoba bersikap biasa saja. Namun Laila terus bersikap tidak baik, Nayra yang sudah kesal langsung pamit dan beralasan sudah mengantuk. Albi langsung ikut pamit dan menyusul istrinya ke kamar.
“Kamu baik-baik saja, Sayang?” tanya Albi.
“Apa aku terlihat baik-baik saja setelah mendapatkan banyak sekali perlakuan yang tidak baik ibu padaku, Mas?”
“Aku yakin ibu tidak bermaksud seperti itu. Lagian ibu mungkin menginginkan anak dari kita,” balas Albian sambil menghampiri istrinya.
“Lalu aku harus apa, Mas? Jika Tuhan belum memberikannya untukku, aku harus apa?” tanya Nayra dengan penuh penekanan.
Albian terdiam, dia tidak bisa menjawab apa yang ditanyakan istrinya.
“Setidaknya ibu tidak harus terus menerus mengatakan jika seharusnya kita yang lebih dulu mempunyai anak. Mungkin jika tidak ada kata-kata seperti itu setiap kita bertemu, pasti aku akan baik-baik saja dan menyingkirkan pikiran buruk pada ibumu. Sekarang kamu melihat dan mendengarnya sendiri, apa yang aku katakan padamu tidak hanya perasaanku saja!” cecar Nayra sambil menghapus air matanya dengan kasar.
"Mas, tadi Aninda ada hubungi aku." "Tumben, ada apa?" tanya Albi yang merasa aneh. Pasalnya adik iparnya itu jarang sekali menghubungi istrinya. "Katanya ibu nyuruh kita untuk datang makan siang. Mau kesana, gak?" Albi menatap istrinya dengan lekat. "Apa kamu mau datang?" Nayra berpikir sejenak, dia merasa sudah lama juga tidak melihat mertuanya. "Boleh deh, udah lama juga nggak ketemu sama Mbak Kartika. Aku yakin, kalau mbak Kartika pasti ada di rumah ibu." "Iya sih. tapi-" Nayra mengerutkan keningnya, Nayra seperti melihat Albi yang mempunyai kekhawatiran. "Tapi apa, Mas?" "Tidak ada, lebih baik nanti saja ke rumah ibu nya. Aku ingin istirahat dirumah hari ini, menghabiskan waktu bersama istri tercintaku ini." Nayra lalu merentangkan tangannya, Albi yang mengerti langsung memasukan Nayra dalam pelukannya. "Malam siang berdua aja, ya?" Albi mengangguk sambil mengusap rambut panjang istrinya yang masih tergerai indah. Lalu mencium lembut pucuk kepala Nayra.
Nayra masih curiga dengan sikap suaminya yang terasa janggal. Suaminya seperti menyembunyikan sesuatu, namun dia tidak ingin terlalu menunjukan rasa ingin tahunya. Terlihat jika Albi sedang kecapean, sekarang dia tertidur dengan memeluk tubuh istrinya. Jawaban atas apa yang tadi Nayra tanyakan sangat tidak memuaskan. Jawaban Albi yang mengatakan jika alerginya kambuh membuat Nayra berpikir, jika memang alerginya kambuh, tidak mungkin hanya ada di leher bagian belakang saja. Mungkin saja akan menjalar ke seluruh tubuh. "Kenapa tidak tidur?" tanya Albi dengan nada serak. "Aku belum mengantuk, Mas. Kamu lanjut aja tidurnya," jawab Nayra sambil tersenyum. "Aku tahu, pasti kamu sedang memikirkan sesuatu, kan? apa karena tanda merah di badan ku yang membuat kamu tidak bisa tidur?" tanya Albi sambil mengubah posisinya menjadi duduk. "Kamu diam berarti memang benar, kamu masih kepikiran dengan apa yang terjadi di badanku." Albi menggenggam tangan Nayra. "Aku ingin kita saling p
Albi pulang dengan terlihat lelah sekali. Dia lalu mencari keberadaan istrinya, Albi memang tidak memberitahu jika dia akan segera pulang. Sebelumnya Albi mengatakan jika dia akan pulang malam atau besok, nyatanya, dia pulang lebih awal. Albi melakukan itu semua karena rasa bersama terhadap istrinya yang dia bohongi. "Sayang ... Mas pulang!" teriak Albi saat masuk ke kamar dimana Nayra tidur. Albi memang langsung ke rumah Mira saat itu. "Mas. Kok gak bilang kalau pulangnya lebih awal?" tanya Nayra sambil memeluk suaminya. "Iya, awalnya memang akan pulang malam nanti atau besok. Tapi karena pekerjaan sudah selesai, dan memang Mas juga udah rindu sama kamu, jadi Mas langsung pulang saja." Albi memeluk istrinya dengan erat. "Terima kasih. Sekarang mas istirahat dulu, aku mau ambilkan minum." Albi mempererat pelukannya. "Tidak usah, dari tadi Mas minum terus di mobil. Mas juga sudah makan, jadi mau rebahan sebentar sebelum mandi." "Baiklah kalau begitu," Nayra langsung m
"Suara siapa itu, Mas?" "Suara apa?" balik bertanya, Albi menatap Kharisma dengan tatapan tajam. "Tadi sepertinya ada yang menawarkan kamu kopi, suara perempuan dan memanggil kamu dengan sebutan Mas." "Itu ... itu pelayan hotel. Tadi Mas minta kopi dan baru saja diantarkan, rasanya Mas rindu kopi buatan kamu," jawab Albi sambil gelagapan. "Nanti kalau sudah pulang, aku akan buatkan kamu kopi yang banyak. Makanya cepat pulang," rengek Nayra. "Malam ini Mas pulang, tunggu saja ,ya." Kharisma menatap Albi dengan tatapan tidak suka. Apalagi ketika mendengar kalau Albi akan pulang malam ini juga, sungguh Kharisma dibuat kesal. Albi segera menutup sambungan telpon setelah beralasan akan meeting. Kharisma mendekat dan menatap Albi. "Aku tidak mau kamu pulang malam ini, Mas!" "Aku tidak suka diatur!" tegas Albi. "Tidak suka diatur! Jika aku sudah memutuskan sesuatu, maka tidak akan ada yang bisa membantahnya." "Oh ya? jika ibu yang minta?" tanya Kharisma. "Aku
Albi menatap tubuh Kharisma yang tanpa sehelai benangpun. Entah kenapa wajah Kharisma berubah menjadi Nayra, istrinya. Albi yang sudah terpengaruh oleh sesuatu yang Kharisma campurkan di minumannya justru membuat Albi hasrat yang begitu memuncak. Albi tidak bisa membedakan mana Kharisma dan mana Nayra saat ini. Albi memeluk Kharisma dengan erat. "Kamu kah ini, Nay. Maafkan aku," lirih Albi yang masih terdengar oleh Kharisma. Kharisma mencoba mendorong tubuh Albi, namun kekuatan Albi lebih kuat. Kharisma akhirnya dia ketika tangan Albi sudah bergerak menyentuh tubuhnya. Kharisma lalu terbuai oleh permainan tangan Albi yang sudah tidak tinggal diam. Albi yang sudah ingin menyalurkan h4sr4tnya langsung menggendong Kharisma dan dilempar istri keduanya itu keatas ranjang.Melihat Albi yang sudah terpancing membuat Kharisma tersenyum. Walaupun Kharisma mendengar Albi menyebut nama istri pertamanya, untuk sekarang tidak apa. Menurut Kharisma yang penting sekarang Albi mau menyentuhnya.
Malam semakin larut, udara dingin membuat siapa saja ingin masuk ke rumah dan berbaring dengan menyelimuti tubuh. dengan selimut. Begitu juga yng dilakukan Nayra malam ini ketika suaminya tidak ada. Dia berbaring dengan memeluk ujung selimut, perasaannya tidak enak dan terus tertuju pada suaminya. Entah kenapa ponsel Abi sama sekali belum bisa dihubungi. Nayra selalu berpikir positif, mungkin di sana Albi kesulitan signal. "Mas, ini sudah pukul satu malam tapi kamu sangat sulit sekali dihubungi. Aku benar-benar tidak enak hati, semoga kamu baik-baik saja, Mas." Nayra menatap langit-langit kamar yang sedang dia tempati. Saat lelah menatap ponsel yang tak kunjung ada balasan, Nayra akhirnya tertidur. Pagi menjelang, Nayra terbangun dan yang pertama kali dia lihat adalah ponselnya. Nayra tersenyum ketika sang suami membalas pesan darinya. Sungguh dia lega mendapat kabar jika Albi baik-baik saja. Albi mengatakan jika ponselnya kehabisan daya, akhirnya lupa untuk mencharge karena sibuk.