Share

BAB 3 KEKHAWATIRAN DINDA

Malam harinya seperti biasa setelah Rania menidurkan Ruby dengan membacakan dongeng kesukaan Ruby, Rania segera menuju kamarnya dan Bryan, untuk segera beristirahat karena hari ini begitu sangat melelahkan baginya.

Sesampainya di kamar, Rania tak mendapati Bryan di kamar. Tak biasanya Bryan jam segini belum pulang, padahal ini sudah pukul 21.45. Dan di jam begitu, biasanya Bryan sudah pulang dari kantor dan beristirahat di kamar.

Tetapi entah mengapa, malam ini Bryan pulangnya terlambat.

"Ah, mungkin Mas Bryan lagi ada lembur. Kan akhir-akhir ini Mas Bryan lagi nanganin banyak proyek besar," ucap Rania berusaha menutupi segala fikiran negatif yang melayang di otaknya saat ini.

Ia kemudian segera merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur. Tetapi sebelum memejamkan mata sebuah notifikasi muncul di layar ponsel milik Rania.

My Husband❤️

*Bi ... malam ini aku ada lembur soalnya kerjaan banyak yang numpuk.

Kamu kalau mau tidur, tidur duluan aja yah. Soalnya aku bakal pulang malam banget nih.

Love you😘😘")

Me

*Iya Bi, tapi jangan terlalu dipaksakan yah. Takut kamu nanti sakit lho☺️

Love you to bi😘❤️

My Husband❤️

Iya pasti ,,, aku pasti jaga kesehatan 😘

Setelah membaca pesan sang suami, Rania pun memilih untuk tidur terlebih dahulu dan tidak menunggu Bryan lagi sesuai dengan apa yang katakan Bryan lewat chat W******p tadi.

Lagipula, dia juga sangat kecapean hari ini. Banyak meeting dengan klien-kliennya dan juga harus menjalani peran sebagai seorang Ibu bagi Ruby yang setiap sore harus mengantarkan Ruby mengikuti les, kemudian malamnya menemani Ruby mengerjakan pr dan membacakan Ruby dogeng.

Itu semua harus Rania lakukan jikalau pengasuh Ruby berhalangan untuk masuk kerja.

***

Di lain tempat, tepatnya di sebuah kamar apartemen mewah. Terlihat dua orang sejoli bak anak ABG yang sedang dimabuk asmara sedang bercumbu dengan mesra-mesranya.

Menyalurkan kerinduan yang sangat mendalam antara keduanya, karena memang sudah 3 Minggu mereka tak bertemu.

"I miss miss you so much honey." Ucap wanita seksi itu kemudian kembali mengecup bibir lelaki di hadapannya.

"I know sweetie." Ucap Pria itu, yang tak lain adalah Bryan.

"Untuk itu aku datang ke sini. Tonight I really want you." Bryan sambil mengusap lembut dagu wanita seksi itu, kemudian tersenyum nakal.

"Really?" Wanita itu tersenyum nakal.

"Of course sweetie." Ucap Bryan sambil menatap manik mata wanita dihadapannya dengan tatapan penuh gairah.

Wanita di hadapannya saat ini sangatlah begitu seksi di matanya, apalagi wanita itu kini tengah mengenakan lingerie yang membuat tubuhnya semakin seksi dan membuat gairah seorang Bryan bertambah.

Wanita itu kemudian mengalunkan kedua tangannya di leher Bryan, kemudian tersenyum nakal.

"Akan aku buat kamu nggak bisa pulang malam ini honey. Anggap saja ini sebagai bayaran karena tiga minggu aku ninggalin kamu ke Jerman," ucap wanita itu dengan suara menggodanya.

"Hahaha, sweetie ... aku yang akan ngebuat kamu nggak bisa bangun besok dan tidur karena kecapean besok."

"Let's see." Wanita itu kemudian mencium Bryan dengan sangat terburu-buru akibat nafsu dan kerinduannya yang sudah dia tahan selama beberapa minggu terakhir ini.

Bryan pun tak kalah brutal dengan wanita itu. Keduanya benar-benar dipenuhi dengan nafsu dan keringat yang sudah bercucuran.

Setelah aksi bercumbu yang penuh gairah itu, keduanya pun berhenti untuk mengambil nafas. Setelahnya, mereka pun kembali bercumbu. Tetapi kali ini Bryan langsung menggunakan tangannya untuk melepaskan lingerie yang dipakai wanita itu sebelumnya, hingga wanita itu kini tak sehelai pun kain yang menutupi tubuh seksinya itu.

Tanpa banyak basa-basi, Bryan pun langsung menggendong wanita itu bagaikan seorang anak kecil tanpa menghentikan lumatanya.

Ia kemudian menidurkan wanita itu dan kembali mencubui wanita itu, bahkan kini cumbuan itu sudah pindah ke leher jenjang wanita itu.

Tak mau kalah dengan Bryan yang sudah sangat brutal akibat nafsu. Wanita itu kini tengah melepaskan satu persatu pakaian Bryan, hingga laki-laki itu pun sama tak mengenakan sehelai kain pun.

Mereka berdua pun semakin bergairah, hingga malam yang panjang itu mereka habiskan dengan penuh gairah dan lenguhan-lenguhan kenikmatan dari kedua sejoli itu.

***

"Eh Bryan. Bryan kan?" tanya wanita itu kepada laki-laki yang diyakini itu adalah Bryan. Suami dari sahabat baiknya.

Bryan yang awalnya sempat kaget dengan panggilan orang yang menghentikan langkahnya tadi, mencoba mengingat wanita di hadapannya saat ini. Rasanya Bryan sangat familiar dengan wajah wanita ini, tapi siapa?

"Ohiya, Dinda kan," terka Bryan begitu dia mengingat siapa wanita ini dan ternyata dia adalah Dinda. Adik kelasnya dulu sekaligus sahabat baik istrinya.

"Apa kabar Din? Udah lama nggak ketemu." Ucap Bryan sambil memberikan uluran tangannya untuk berjabat tangan, dan Dinda pun membalasnya.

"Baik Bryan. Iya kita udah lama nggak ketemu, kalau nggak salah terakhir kali kita ketemu tuh waktu Ruby lahir, waktu itu Ruby masih jadi bayi mungil. Eh nggak taunya sekarang pasti dia udah gede dan imut hehehe."

Bryan pun ikut terkekeh. " Iya Ruby udah 5 tahun. Dia sekarang lagi aktif-aktifnya dan yang pasti cerewet banget, tapi tetap ngemesin sih hehehe," jelas Bryan.

"Ohya? Wah, aku jadi pengen ketemu sama dia. Kemarin pas aku ketemu Rania, kata Rania Ruby lagi sekolah dan aku nggak bisa ketemu sama Ruby."

"Jadi kamu udah ketemu Rania?"

"Ya, dia orang kedua yang aku temui setelah sampai di Jakarta hehehe."

"Ohya."

Dinda pun menganguk antusias. "Ohiya, btw kamu ngapain di sini?" tanya Dinda penasaran.

Ini masih pagi dan tiba-tiba dia tak sengaja bertemu dengan Bryan di lobi apartemen yang kebetulan apartemen ini adalah tempat tinggal calon suaminya Dinda.

"Ehmm, aaa ... kebetulan tadi pagi ada klienku yang minta buat aku datang ke sini buat ngebahas mengenai ... ya proyek gede gitu lah dan ... dan ini adalah proyek baru." Ucap Bryan agak sedikit gelagapan.

Dinda menyeritkan keningnya, bingung.

"Dia cowok okey," sambar Bryan cepat begitu dia membaca raut wajah Dinda. "Karena jam 10 nanti, dia bakalan ke LA. So, dia minta buat pagi kita udah harus ngebahas tentang kontrak dan proyek ini. Gitu." Ucap Bryan berharap Dinda percaya dengan omongannya.

Dinda mengangguk kecil, kemudian tersenyum.

"Dan kamu sendiri?" tanya Bryan balik. Sebenarnya ini hanya akal-akalan Bryan untuk mengalihkan perhatian Dinda.

"Oh aku? Kebetulan calon suamiku, punya apartemen di sini. Jadi pagi ini aku mau nganterin dia sarapan, buatan Mamaku." Jelas Dinda sambil menunjukkan sebuah tas yang berisikan sarapan pagi untuk sang calon suami.

"Calon suami?"

"Ya. Ohiya aku lupa." Dinda menepuk keningnya. "Aku lupa ngasih tau yah. Jadi aku kembali ke Jakarta karena mau ngurus pernikahan aku. Dan aku udah ngasih tau Rania kok, emang Rania nggak ngasih tau kamu?"

"Pernikahan? Nggak! Rania nggak ngasih tau aku, mungkin dia kelupaan semalam buat ngasih tau aku."

"Dan congratulation ya buat kamu dan calon suami, semoga semuanya lancar sampai hari H nanti."

"Amin, amin. Makasih ya Bryan. Ohya, aku masuk ya, soalnya takut sarapannya dingin. Nanti kapan-kapan kita ngobrol lagi ya. Dan aku udah ngundang kamu sama Rania buat makan malam nanti, jadi datang ya."

Bryan mengangguk."Iya, pasti aku sama Rania datang."

Setelah itu, Dinda pun pergi meninggalkan Bryan yang masih berdiri di depan lobi apartemen tersebut.

"Selamat kamu kali ini Bryan, tapi nggak tau nanti ... huh." Bryan pun segera pergi meninggalkan apartment tersebut.

Di sisi lain, Dinda yang kini sudah berada di apartemen calon suaminya tengah duduk melamun. Entah apa yang dia pikirkan.

"Sayang hei, kok ngelamun kaya gitu. Ada apa hemm? Kamu ada masalah? Cerita sama aku dong, jangan kamu pendam sendiri." Ucap calon suami Dinda, Daffa sambil menggenggam tangan Dinda.

Dinda kemudian tersenyum simpul. "Nggak apa-apa kok sayang. Aku cuma lagi kefikiran sama sahabat baik aku. Kamu ingat Rania kan?

Daffa mengangguk. " Sahabat baik kamu yang sering kamu ceritakan itu?"

"Iya, aku cuma takut. Kalau suatu saat suaminya akan nyakitin dia. Orang-orang selalu ngeliat bahwa Rania itu cewek yang kuat, tapi sebenarnya dia itu cewek yang sangat rapuh sayang. Aku takut ...," lirih Dinda. Dinda memang sangat mengenal seorang Rania, dia tau semuanya tentang Rania yang tidak orang lain tahu.

Daffa mengusap punggung Dinda menenangkan Dinda. "Kamu tenang aja okey, aku yakin Rania akan baik-baik aja. Bahkan kata kamu dia punya keluarga yang sangat bahagia. Kamu jangan berfikir yang aneh-aneh yah."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status