Share

Bab 7 Kecurigaan 1

"Okey, fitting untuk acara akad nikahnya udah selesai. Tinggal nambahin beberapa ornamen dan kecilin bagian lengannya lagi kan biar keliatan pas sama badan kamu." Rania membaca note yang ditulisnya tadi.

"Yup bener banget, perfecto. Aku puas banget lho sama desain baju akad ini Nia. Ini tuh gaun impian aku banget." Dinda sangat bahagia.

Syukurlah kalau Dinda sangat menyukainya, inilah salah satu tujuan butik milik Rania ini. Selalu memberikan pelayanan terbaik kepada para kliennya, hingga kliennya puas.

"Ohiya, kamu yakin mau nambah satu gaun lagi buat acara resepsi? Padahal kalau menurut aku ini udah pas banget buat akad sama resepsi, ini aku buat khusus satu gaun tapi 2 look." Rania memperhatikan gaun yang dikenakan Dinda.

"Iya tapi masalahnya aku pengen warna yang berbeda. Yah walaupun gaun ini tuh sebenarnya udah pas banget dipakai untuk akad dan resepsi karena bisa diubah-ubah. Tapi aku pengen warna yang berbeda antara di akad sama resepsi nanti."

Rania mengangguk mengerti, maklumlah ini kan pernikahan pertama dan hanya terjadi sekali dalam hidup Dinda, jadi tidak ada salahnya kan kalau dia mau memberikan yang terbaik di acara weddingnya nanti.

"Yaudah, nanti lusa aku kirim desainnya lewat email ya."

"Aaaa, thanks ya Rania. Aku tuh udah ngerepotin kamu banyak banget tau." Dinda memeluk Rania dari samping.

"Santai aja lagi. Aku akan memberikan yang terbaik buat wedding sahabat terbaikku ini." Rania menggusap lembut lengan Dinda.

"Ohiya Nia, kamu lagi sibuk nggak?"

"Untuk sekarang apa kapan nih?"

"Sekarang."

"Hmm, nggak ada sih. Kamu klien terakhir yang fitting baju sama aku hari ini, selebihnya udah ditangani Arini. " Rania membereskan beberapa berkas-berkasnya di atas meja. "Paling habis ini aku cuma ngedesain gaun sih buat launching 2 bulan lagi. Kenapa emang?"

"Bagus kalau gitu. Kamu mau nggak temenin aku?" tanya Dinda.

"Temenin?! Kemana?"

"Jadi gini, hari ini aku ada janjian sama adiknya Daffa buat makan siang. Aku tuh jarang banget ketemu sama dia, selama aku punya hubungan sama Daffa. Aku baru sekali ketemu sama dia, karena dia emang sibuk banget orangnya, maklumlah dia kan model gitu dan suka bolak-balik ke luar negeri juga."

"Hmm, boleh. Tapi kenapa kamu mau ngajak aku sih?"

"Ya nggak apa-apa, biar ada temennya aja hehehe."

"Bilang aja kamu takut canggung entar ketemu sama dia hehehe." Rania terkekeh.

"Itu juga sih hehehe."

"Jadi kita berangkatnya kapan nih?"

"Ya sekarang lah. Soalnya dia baru sampai di Indo 4 jam yang lalu katanya. Habis itu dia harus ada pemotretan lagi."

Mereka pun pergi menemui adik iparnya Dinda. Setelah Rania selesai membereskan beberapa file desainnya yang sempat berserakan diatas meja.

Sesampainya mereka di restoran tujuan, mereka langsung menuju ke tempat VVIP yang telah di pesan sebelumnya. Terlihat di sana seorang wanita dengan tinggi badan yang ideal dan tubuh rampingnya yang dibalut dengan dress mini berwarna putih tulang sedang menunggu mereka sambil mengotak-atik ponselnya. Ya, maklumlah namanya juga model pasti memiliki tinggi badan dan postur tubuh yang bagus dan cantik tentunya.

"Hai Winda, maaf ya kita agak telat. Macet banget soalnya." Ucap Dinda begitu sampai dan seperti biasa mereka cipika-cipiki.

"Iya nggak apa-apa Kak, aku juga baru sampai kok dari rumah Mama." Wanita yang dipanggil Winda itu tersenyum lembut kepada Dinda dan juga Rania.

"Ohiya Win, kenalin ini sahabat kakak. Namanya Rania dan Rania ini Winda adiknya Daffat."

"Hallo Kak Rania. Aku Winda." Sapa Winda hangat.

"Aku Rania."

"Ayo duduk kita ngobrol-ngobrol sambil makan. Eh tapi aku udah pesenin buat kalian, nggak apa-apa kan. Tapi aku berani menjamin kok kalau makanan yang aku pesan ini tuh enak banget lho," oceh Winda.

"Nggak apa-apa lagi, kita tuh pemakan apa aja kecuali rancun ia kan Din," canda Rania.

"Hehehe iya nih. Apa aja kita makan kok," tambah Dinda.

"Kalian tuh asik banget ya orangnya. Aku tuh pengen banget punya sahabat kaya kalian dari dulu, tapi ya gitu lah. Dari dulu nggak ada yang mau sahabat sama aku," lirih Winda. Memang pada kenyataannya seperti itu, dari dulu dia tidak pernah punya sahabat yang benar-benar tulus dengannya.

"Nggak apa lagi. Kamu bisa kok ngangep kita sebagai sahabat kamu. Apapun masalahmu kamu bisa cerita ke aku atau nggak Dinda. Dan tenang aja, kita berdua bisa jaga rahasia kok. Apalagi kalau kamu ceritanya sama kakak iparmu ini. Dijamin aman deh, hehehe."

Mereka pun melanjutkan perbincangan hangat mereka sambil menikmati makanan yang telah dipesan Winda sebelumnya.

***

Malam harinya setelah makan malam, Bryan menemani Ruby mengerjakan Pr dan membacakan dongeng hingga putri kecilnya itu tertidur pulas. Sedangkan Rania hanya bersantai sambil menonton film kesukaannya di kamar.

"Ruby udah tidur Bi?" tanya Rania begitu melihat Bryan masuk ke kamar.

"Udah Bi."

"Aku pengen bicara sesuatu sama kamu Bi," lanjut Bryan.

Rania menyerit. "Mau bicarakan apa Bi emangnya?" Rania menghapiri sang suami yang duduk di tepian ranjang, karena sebelumnya Rania duduk di single sofa yang berada di kamar mereka.

"Sini." Bryan menarik Rania, hingga wanita itu terduduk di pangkuannya.

Bryan mengecup pundak Rania lembut, kemudian menenggelamkan wajahnya di ceruk leher Rania.

"Kamu mau ngomong apa sih mas sebenarnya, hmm?" tanya Rania lembut.

Bryan mengangkat wajahnya. "Besok aku harus ke luar negeri Bi. Aku harus meninjau lokasi pembangunan hotel yang akan dibangun di LA. Kamu nggak apa-apa kan kalau aku tinggal."

Rania membalikkan badannya, menatap manik mata sang suami tercinta.

"Kok aku nggak pernah denger soal adanya pembangunan hotel di luar negeri. Setahu aku proyek pembangunan hotel cuma di Bali,"selidik Rania. Jujur ia baru mendengar tentang proyek ini, dia selalu mengetahui dimana saja proyek-proyek bisnis yang dibangun sang suami. Dan untuk proyek pembangunan hotel di LA ini baru pertama kali ia dengar.

"Ah aku nggak sempat ngasih tau kamu soal ini. Lebih tepatnya aku lupa, saking banyaknya pekerjaan Bi dan proyek bisnis yang ditangani. Sorry." Bryan berusaha meyakinkan Rania.

"Kamu yakin nggak lagi ngebohongin aku kan?!" tanya Rania sedikit mencurigai sang suami, apalagi sikap Bryan yang akhir-akhir ini sedikit menjanggal baginya.

"Yah enggak dong bi. Aku serius."

"Nggak ada yang sedang kamu sembunyikan di belakang aku kan," tanya Rania sekali lagi.

Terlihat Bryan sedikit menghela nafasnya. "Enggak bi. Jangan curigain aku kaya gitu dong. Aku ngelakuin ini semua kan buat kamu dan Ruby."

"Okey aku percaya sama kamu. Tapi ingat Bi, kalau sampai ketahuan suatu saat nanti kamu menghianati aku. Kamu tau kan akibatnya akan seperti apa," ucap Rania yang berusaha setenang mungkin. Ia tidak berniat untuk mencurigai sang suami sedikit pun. Tetapi jika dilihat sekilas, kelakuan Bryan akhir-akhir ini membuatnya sedikit menaruh kecurigaan kepada Bryan.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status