"Al, adakah hal tambahan yang ingin kamu ajukan?" Arkana memandangiku dengan sorot mata memuja.
Aku jengah. Hal ini yang selalu aku hindari. Sorot matanya membuatku merasa bersalah pada Zanna.
"Aku rindu, Al. Sebagai tunangan, boleh aku bertanya ke mana saja kamu belakangan ini, Sayang?"
Matilah aku. Nasibku malam nanti ditentukan oleh makan siang ini.
"Maaf, aku hanya sedang jenuh. Ada brand ambassador yang wanprestasi dan Mami marah. Kamu tau 'kan, aku harus menyelesaikan pekerjaan sebelum pernikahan. Agar bisa bulan madu dengan tenang."
Bersama Bram, sambungku dalam hati.
Arkana meraih dan menggenggam tanganku. "Kamu mau bulan madu ke mana, Sayang? Kita belum membahasnya, kan?"
Sembari tersenyum manis, aku melepaskan tangannya dan menepuk pelan. "Lombok. Satu minggu. Boleh?"
Arkana mengangguk cepat. "Anything for my
"Hon, udahan dong, merokoknya. Nanti kita keburu telat ke kantor.""Lebih baik baca apa isi pesan dari tunangan kamu tersayang itu!"Aku terkesiap. Pesan? Arkana?Sepagi ini, moodnya sudah buruk hanya karena pesan dari Arkana?Gegas aku masuk dan mencari keberadaan ponsel. Benar, ada tiga pesan masuk yang sudah terbaca. Saat aku membaca ulang, bulu kuduk meremang. Kenapa mendadak Arkana jadi begini? Kesambet apa dia?Pantas saja Bram berang. Dalam pesan yang telah terbaca itu, Arkana mengirim gambar tiket bulan madu, gambar kamar yang sudah dibooking, juga tiga pasang lingerie seksi. Juga kalimat yang menjurus ke dirty talk. God.Aku mondar-mandir dalam kamar. Bagaimana cara membujuk Bram dan meyakinkannya kalau ini semua bukan gaya Arkana?Keringat dingin mengucur. Sesuatu dari masa lalu mulai membayangi pikiran. Aku menggeleng. Mencoba mera
“Ibu Zeline, ada paket dari Pak Arkana di ruangan,” ucap Vira, resepsionis kantor.Aku menangguk dan bergegas menuju ruangan. Buket bunga yang cantik tergeletak pasrah di atas meja bersama dengan sebuah kotak kado berukuran besar.Aku menghampiri dan membuka isinya. Sesuai dengan tebakanku. Tiket dan lingerie. Kalau sampai Bram mengetahui hal ini, habislah sudah aku. Lebih baik paket ini tidak kubawa pulang ke rumah Mami saja, untuk Zanna.Bram tidak mungkin datang ke kantor, lagipula dia pasti sibuk untuk keberangkatannya besok. Jadi sementara paket ini aman. Aku memindahkan kotak kado itu ke lemari berkas yang ada di sudut ruangan.Sebuah pesan masuk ke ponsel. Ternyata dari brand ambassador. Uang penalty sudah ditransfer ke rekening perusahaan. Aku berdecak kagum. Hebat juga, lelaki yang kemarin menidurinya berani mengeluarkan uang sebanyak ini.Setelah berbasa-basi mengucapkan
"Aku pulang ya, Nya. Aku mau nungguin Bram di rumah. Mau nyiapin semua perlengkapan dia untuk ke Bali.""Iya. Hati-hati di jalan, Sissy. Besok nginap di sini?" tanya Zanna."Liat besok. Kalo Bram ngasi izin. Aku masih harus gelar konferensi pers tentang brand ambassador. Harusnya sebelum hari Jumat, masalah ini udah kelar.""Udah beli tiket untuk Jumat sore?""Harusnya sekretaris Bram udah nyiapin, sih.""Apa kamu yakin melepas Bram pergi bersama sekretaris itu?""Mereka perginya gak berdua doang, kok. Ada beberapa tim lagi dari kantor. Cuma senin nanti memang kami pulangnya barengan.""Take care, Sissy. Kabari aku kalau butuh bantuan."Sebenarnya ingin tertawa mendengarnya. Biasanya juga aku yang selalu ada untuk Zanna. Hanya tidak ingin melukai hati kembaran tersayang itu.Aku mengelus permukaan mobil hadia
"Maaf, Bu, ditunggu Pak Arkana di dalam."Langkahku spontan terhenti. Baru saja melepas Bram pergi, hati masih disiksa rindu, kenapa harus memasang topeng dengan hadirnya lelaki yang tak diinginkan?"Ok, Vira. Apa acara konferensi pers sudah kamu cek ulang semua persiapannya?""Sudah, Bu. Jam dua siang di ruangan meeting kita.""Good. Makasih."Aku lupa memberi pesan kepada Vira, resepsionis sekaligus sekretaris pribadi, untuk melarang Arkana langsung masuk ke ruangan.Rasanya high heels yang kupakai mendadak seperti terbenam dalam lantai. Berat sekali melangkah masuk ke ruangan milikku sendiri. Aku mematung di depan pintu.Mendadak justru pintu itu terbuka dan menampilkan wajah Arkana yang sama terkejutnya denganku."Sayang, aku baru mau nungguin kamu di parkiran," sapa Arkana lemb
Konferensi pers berjalan lancar. Brand ambassador pengganti juga sudah memperkenalkan diri. Namanya Olivia Lareisya, gadis keturunan Batak Sunda. Perpaduan kecantikan dua suku itu berbaur sempurna di wajah dan tubuhnya."Senang berbisnis dengan Anda, Miss," ucap Olivia sopan."Kami merasa beruntung menemukan kamu, Oliv. But, promise me, jangan kebablasan dengan laki-laki, oke?" pintaku sungguh-sungguh."Siap, Miss. Saya masih ingin mengejar karir. Mimpi saya baru saja dimulai. Cinta itu nomor sekianlah," pungkas Olivia."Good girl. Ah, sepertinya aku menaruh harapan besar pada kamu. Kamu cantik sekali, Oliv. Karir kamu pasti panjang bersama kami." Aku berkata jujur."Terima kasih, Miss. Saya sudah lama kagum pada Miss. Siapa sangka, bisa mengenal Anda lebih dekat."Aku tersenyum hangat. Olivia pamit dan berlalu. Rasa lega memenuhi relu
“Pagi, Sayang. Syukurlah aku datang tepat waktu,” sapa Arkana saat aku hendak masuk mobil.“Hai, sepagi ini mampir. Ada yang penting?” tanyaku ramah.“Laporan yang kamu butuh, sudah aku email balik, ya. Jadi, hari ini kamu punya banyak waktu luang, kan?” Arkana bertanya balik.“Oh ya? Serius sudah selesai? Keren banget sih kamu. Makasih banyak ya, Kan.”“Hari ini ikut aku, yuk? Aku pengen beliin apa aja yang kamu suka. Seharian ini kita belanja untuk keperluan isi rumah. Mau?” Arkana memamerkan senyum semringah.“Gimana ya, Kan, aku masih ada urusan di kantor, sih,” elakku.“Please, Sayang. Rumah itu hadiah aku untuk kamu. Aku mau isinya ya kamu yang milih,” pinta Arkana dengan mimik wajah lucu.Ah, boleh juga. Anggap saja aku membantu Zanna memilih semua hal yang ia suka.Satu hal yang baru aku tahu, ternyata Arkana ini bisa berubah menjadi sangat banyak bicara. Padahal menurut Zanna, lelaki ini tergolong p
"Sissy, aku pasti kangen banget sama kamu," ucap Zanna di antara isak tangis."Dih, lebay deh. Aku cuma pergi tiga hari doang, Nya. Senin sore juga udah bobo di rumah lagi. Jangan cengeng gini, ah." Aku menepuk lembut punggung Zanna."Sebenarnya, aku ... takut, gimana kalo terjadi kesalahan saat pura-pura jadi kamu."Selalu tidak percaya diri. Aku menghela napas. Bagaimana meyakinkan saudari kembarku ini kalau sebenarnya tidak banyak perbedaan mencolok di antara kami? Tidak akan ada yang curiga jika kami bertukar tempat."Listen, My Twin! Look at this mirror. See? Tak ada beda di antara kita. Berperanlah menjadi Zeline untuk mengejar cinta sejati kamu. Please, Bram sudah menunggu kedatangan istri tercintanya di sana." Aku menaik-turunkan alis mata untuk menggodanya.Zanna menghapus air mata yang masih mengalir. "Ayo, aku anterin ke bandara.""Nah, gitu dong. Yuk, s
"Hon, gak kangen sama aku?" tanyaku manja.Anehnya, wajah tampan yang sangat aku rindukan itu tidak berubah sedikit pun.Bram bersedekap, menatapku lekat, jauh dari kesan ramah. Aku mendekat, mencoba memangkas jarak, sengaja menyusup dalam pelukan Bram."Hon, aku kangen," bisikku di telinga Bram.Tidak seperti biasa, Bram hanya diam. Aku melepaskan pelukan dan memasang wajah bingung."Honey, apa ada masalah di kantor? Kok kamu jadi dingin gini sama aku? Atau aku ada buat salah ke kamu?" tanyaku beruntun.Bram mendengkus. "Kamu tidak merasa bersalah sedikit pun?""Honey, please ... Kalau aku datang lebih awal dan membuat kamu harus bayar dua kali tiket pesawat, maaf. Aku kangen, gak bisa ditahan lagi.""Berhenti bersandiwara, Zeline! Aku paling gak suka dibohongi!" Bram membentak.Aku tersentak. Air mataku merebak. Tak percaya Bram t