“Aku mandi dan istirahat dulu, tante. Kalau boleh. Aku sudah makan di dalam pesawat dan masih kenyang.” Jawab Mahreen dengan ramah.
“Baiklah kalau begitu. Nayra, antarkan kakakmu kekamarnya ya.” Ujar Maira.
“Iya ma,”
“Sebelumnya, aku ingin mengucapkan terima kasih pada om dan tante yang masih mau menampung aku tinggal disini. Aku pasti akan membalas kebaikan om dan tante.” Jawab Mahreen sebelum meninggalkan ruangan tempat berkumpul tersebut.
“Sudahlah, kita semua bersaudara. Itulah pentingnya untuk saling mengenal saudara satu sama lain jadi kita bisa saling membantu. Mami kamu sangat supel meskipun papi kamu super sibuk tapi mami kamu selalu rajin berkumpul dengan keluarga besar. Sekarang pergi istirahat. Nanti kita ngobrol lagi.” Ucap Maira lagi dengan senyum tulusnya.
“Baik tante, aku permisi dulu kalau begitu.” Mahreen pun meninggalkan tiga orang yang ada diruangan tamu dan mengikuti kemana Nayra menarik lembut lengannya.
“Kak Mahreen, ini kamarnya sudah disiapkan sejak kemarin. Aku penasaran sekali sudah tidak sabar untuk bertemu kakak. Mami bilang ibu kak Mahreen cantik sekali jadi pasti anaknya juga cantik. Ternyata benar juga, sangat cantik malah. Hehehe …” Nayra berbicara panjang lebar sambil membantu menarik koper perempuan dalam balutan pashmina tersebut.
“Terima kasih ya Nayra, kalian begitu baik sekali padaku. Aku pikir aku tidak punya saudara lagi tapi ternyata masih ada yang peduli padaku.” Jawab Mahreen sambil duduk di kursi meja rias.
“Jangan sungkan-sungkan kak. Aku dan mas Zikri juga papi dan mami akan selalu ada untuk kakak. Sekarang kakak mandi dulu dan istirahat. Kalau sudah segar, boleh keluar kamar. Aku pergi dulu yaa. Aku masih ada mata kuliah sore ini.” Nayra melambaikan tangan pada Mahreen dan meninggalkan perempuan itu sendiri di kamar barunya.
Mahreen menatap sekeliling isi kamarnya. Semuanya tampak sangat tertata dengan cantik. Cat tembok warna coklat muda membuat Mahreen merasakan hati dan pikirannya lebih tenang. Perempuan itu pun memutuskan untuk membuka kopernya dan mengambil satu set pakaian untuk dibawa ke kamar mandi sebagai pakaian ganti.
-----
“Malam ini kita berkumpul untuk menyambut anggota keluarga baru kita, Mahreen, yang mulai hari ini dan seterusnya akan tinggal bersama kita. Papi dan mami harap, kita semua akan bisa saling terus mendukung satu sama lain. Anggap saja Mahreen sebagai kakak kamu Nayra, juga adik kamu Zikri. Semoga kamu senang dan betah tinggal bersama kami, ya Mahreen.” Ujar Hasan, om Mahreen yang ternyata merupakan sepupu sedarah dengan ibunya Mahreen
“Aku mengucapkan terima kasih untuk om, tante, mas Zikri, dan Nayra karena mau menerima aku tinggal disini. Aku tidak menyangka kalau aku masih memiliki saudara, selain keluarga om Naval.” Jawab mahreen sendu.
“Ya sayang, maafkan kami yang baru mengetahui peristiwa kecelakaan kedua orangtua kamu ya. Saat itu kami masih tinggal di Singapura. Kami baru kembali ke Indonesia setelah dua tahun kecelakaan itu terjadi. Mas Naval yang memberitahu kami kalau kamu diboyongnya ke Italia. Semoga kamu mau memaklumi dan memaafkan kami.” Ujar Maira sambil mengusap punggung Mahreen. Nayra dan Zikri tersenyum lirih mendengar kenyataan yang terjadi.
“Tidak apa-apa, tante. Memang sudah jalan hidupku seperti ini. Selalu ada hikmah dibalik setiap kejadian.” Jawab Mahreen dengan senyum manisnya.
“Ayo sambil makan ya, keburu dingin makanannya.” Ujar Maira. “Oya, Mahreen, karena kamu sudah menjadi bagian dari keluarga kami, tante harap tidak ada yang kamu tutupi dari kami. Termasuk urusan pribadi kamu. Karena dalam keluarga ini rahasia itu bisa menjadi penyebab retaknya hubungan sebuah kekeluargaan.” Jawab Maira.
“Kecuali, rahasia siapa pria yang sudah menolak Nayra.” Jawab Zikri dengan santainya.
“Mas! Apa-apaan sih? Malu-maluin tahu tidak?” Nayra cemberut mengerutkan bibirnya mendengar kakaknya mulai menggoda dirinya.
“Mulai deh,” Maira, mami mereka berkata. Mahreen tersenyum geli mendengar pertengkaran adik dan kakak tersebut.
“Mahreen, boleh tante tahu … kapan kamu bercerai dengan suami kamu?” Maira mulai bertanya yang sejujurnya Mahreen tidak ingin mengorek luka lama lagi.
“Satu bulan yang lalu, tante.” Jawab Mahreen dengan suara lirih dan pelan.
“Yang sabar ya sayang. Tuhan pasti memberikan pengganti yang lebih baik.” Jawab Maira yang dibalas dengan senyuman tipis oleh perempuan yang mengenakan jilbab instant warna peach dan gamis rumahan warna senada.
“Iya, kak Mahreen cantik sekali pasti banyak lelaki yang naksir kakak. Mas Zikri kalau bukan saudara juga pasti sudah naksir kakak, hahaha …”
PLAK!
“Aww,”
“Mulut kamu ya tidak bisa dijaga!” Zikri memukul belakang kepala Nayra, adiknya, dan melotot menatap wajah Nayra yang cengengesan senang karena bisa gantian meledeknya.
“Ya tidak mukul juga kali.” Jawab Nayra emosi.
“Karena mulut kamu sudah keterlaluan.” Jawab Zikri dengan tatapan tajamnya.
“Biarin! Siapa yang duluan tadi nyindir aku? Huh, disindir balik tidak mau kan?” Ujar Nayra menyeringai sinis.
“Kalian itu kalau tidak bertengkar sedetik saja sepertinya kurang afdol.” Maira dan Hasan geleng-geleng kepala melihat kelakuan dua anaknya.
Nayra dan Zikri saling melirik ketus dan mengerutkan bibir masing-masing.
“Oya Mahreen, masa iddah kamu masih dua bulan lagi. Jadi, selama dua bulan kedepan, kamu dirumah saja menemani tante kamu ya. Kamu tidak boleh kemana-mana sampai masa iddahmu berakhir.” Ujar Hasan. Maira dan kedua anaknya mengangguk-angguk setuju. Mahreen pun mengiyakan. “Baik om.”
“Dan, biar kamu tidak bosen, kamu mau tidak menjadi asisten tante? Tante ini kan desainer interior freelance. Tante butuh asisten untuk membantu tante mengelola order yang masuk. Nayra selalu menolak kalau maminya minta tolong. Huh!” Kini giliran tante Maira yang cemberut mengerutkan bibir. Mahreen tersenyum melihatnya.
“Dengan senang hati, tante. Daripada aku bengong tidak melakukan apapun, aku senang bisa membantu tante. Kebetulan, aku juga lulusan desain interior dan gelarku adalah Sarjana Desain. Jadi, aku harap bisa membantu tante dengan lebih baik.” Jawab Mahreen sambil tersenyum lebar.
“Wah pi, jodoh sekali aku dan Mahreen. Ternyata keponakan kita seorang Sarjana Desain, sama seperti aku.” Maira senang luar biasa bisa dipertemukan dengan sesama lulusan desain interior. Nayra dan Zikri tersenyum melihat betapa gembiranya mami mereka.
Setelah obrolan semalam, akhirnya kini Mahreen memiliki kesibukan menghandle urusan tante Maira dari dalam rumah jika tantenya itu sedang berada di luar. Maira dan Mahreen berdiskusi panjang lebar semalam tentang pembagian tugas dan apa saja yang harus dilakukan perempuan yang sudah resmi menyandang status janda tersebut.
Mahreen senang ilmunya terpakai juga pada akhirnya. Saat di Italia dan sebelum menikah, Mahreen sempat bekerja di sebuah perusahaan yang bergerak dibidang interior namun setelah menikah, ilmunya langsung terkubur dalam-dalam bersama peraturan ketat dari sang suami yang tidak menginginkan istrinya untuk bekerja di luar rumah.
Mahreen senang ilmunya terpakai juga pada akhirnya. Saat di Italia dan sebelum menikah, Mahreen sempat bekerja di sebuah perusahaan yang bergerak dibidang interior namun setelah menikah, ilmunya langsung terkubur dalam-dalam bersama peraturan ketat dari sang suami yang tidak menginginkan istrinya untuk bekerja di luar rumah.Tapi, Mahreen tidak menggunakan nama aslinya untuk email dan korespondensi. Nama Armala dipilihnya yang artinya janda dalam bahasa Arab. Tante Maira pun menyetujuinya. Maira tahu kalau keponakannya ini tidak ingin suatu saat bertemu lagi dengan mantan suaminya kalau masih menggunakan nama yang sama.Mahreen mengoptimalkan laptopnya untuk kebutuhan bekerjanya dari rumah. Om dan tantenya memfasilitasi Mahreen meja dan kursi bekerja didalam ruangan khusus yang memang dibuat untuk tante Maira bekerja. Kini, ruangan itu menambah satu meja lagi untuk Armala alias Mahreen.“Sayang, besok tante mau ke Kuala Lumpur s
“Maaf, saya mau bertemu dengan ibu Eve. Nama saya Armala, saya sudah buat janji dengan beliau.” Mahreen menghampiri meja resepsionis dan berkata dengan sopan dan penuh kelembutan.“Oh, iya. Bu Eve sudah menunggu. Silahkah ikuti saya.” Perempuan yang merupakan seorang resepsionis itu, meminta Mahreen mengikutinya masuk kedalam sebuah ruangan khusus menerima tamu.“Mohon tunggu sebentar, saya akan panggil bu Eve.” Mahreen mengangguk dan memberi senyuman ramahnya. Suasana didalam ruang tunggu yang sangat eksklusif dengan satu sofa panjang dan dua sofa single juga meja persegi yang panjangnya dengan sofa panjang. Tidak ada furniture tanpa fungsi diruangan ini. Hanya ada lampu yang menyala di siang hari dengan sinarnya yang hangat tidak menyilaukan.“Nona Armala? Saya Eve. Senang bertemu langsung dengan anda.” Eve, wanita metropolitan yang sangat cantik dengan usia sekitar 30an, setelan seragam eksekutif m
Setelah menekan tombol penghisap kloset, Mahreen menuju wastafel untuk cuci tangan dan mengelap mulutnya. Matanya menatap kaca besar yang ada didepannya. Sebuah kekhawatiran muncul tiba-tiba dan itu membuatnya ingin menangis.Mahreen mulai menghitung sesuatu dengan sepuluh jari tangannya. Dadanya sesak dan perempuan cantik itu pun bernapas dengan terengah-engah."Telat 2 minggu. Astaghfirullah Aladziim, pertanda apa ini? Terakhir aku berhubungan intim dengan dia sekitar ..." Bola mata Mahreen berputar mengingat-ngingat tanggal penting. "Satu bulan sebelum ketok palu.""Tidak tidak, aku pasti lagi masuk angin. Nanti sampai rumah, aku minta kerokan saja sama bi Darmi." Mahreen mencoba menenangkan jantungnya yang berdegup kencang.Setelah dirasa penampilannya sudah lebih segar dibandingkan saat masuk kamar mandi tadi, perempuan berhijab itu pun memaksakan tersenyum di pantulan kaca yang menampilkan sosok seorang perempuan yang tidak begitu ting
“Oh tidak, tidak. Aku baik-baik saja.” Ucap Mahreen sambil menatap wajah sang suami yang tersenyum penuh arti padanya.“Mateo, aku mau pulang saja. Percuma datang kesini juga tapi aku seperti manekin yang tidak boleh tersenyum, tidak boleh berbicara, dan tidak bisa makan yang aku mau. Hanya minum air putih saja, dirumah juga bisa.” Jawab Mahreen berbisik, setelah sepasang tuan rumah itu pergi berlalu.“Huh, kamu sudah mulai cerewet ya. Bersabarlah, kita akan pulang sebentar lagi. Tunggulah beberapa menit lagi. Pertunjukan intinya belum berlangsung.” Ujar Mateo sambil mengusap lembut pipi putih sang istri yang sebagian pipinya tertutup jilbab.“Pertunjukan inti? Apa maksud kamu?” Mahreen mengerutkan alisnya.“Karena itu, tunggulah sebentar lagi.” Ujar Mateo sambil menggenggam erat tangan sang istri seperti takut terlepas di keramaian. Mahreen tersenyum simpul melihat tingkah sang suami, yang awal
“Hei, berani juga kamu ya. Kalau bukan karena trik kotormu, Mateo tidak akan menolak aku yang cantik dan seksi ini.” Ucap Adriana dengan mata nyalang.Mahreen yang merasakan tangan perempuan Italia itu mencekik lehernya dan akan menaik jilbabnya, memegang tangan Adriana dengan kedua tangannya dan mendorongnya ke belakang sekuat tenaga hingga tubuh Andriana terlempar mengenai pintu kamar mandi.BRAKKK!“Kurang ajar!” Adriana hendak menyerang Mahreen lagi namun perempuan berjilbab itu sudah bersiap dengan ancang-ancang tangan terkepal. Sayangnya, kekuatan Adriana seorang perempuan seksi yang terbiasa dengan dunia gelap dan kejahatan, lebih kuat daripada Mahreen yang hanya berteman dengan buku, Alquran, dan tanaman-tanaman favoritnya. Jilbab Mahreen pun berhasil ditarik Adriana sehingga terlepas dari kepala Mahreen. Beruntung masih ada daleman jilbab warna hitam yang menutupi rambutnya. Mahreen gemas bukan kepalan
“Tidak, kamu beritahu aku dulu! Ada apa dengan perubahan sikapmu itu? Aku tidak suka kalau aku dipaksa untuk menebak-nebak apa yang ada dalam hatimu.” Jawab Mateo lebih kuat lagi menahan tubuh Mahreen agar tidak bisa memunggunginya. Mahreen terdiam dan menatap suami Italianya itu. Bukan hal yang aneh jika lingkungan Mateo sejak kecil telah membentuknya menjadi pria yang tidak mengenal Tuhan. Di mata, hati, dan pikirannya yang ada hanyalah uang dan kekuasaan. Bisa jadi dia telah menganggap dua benda itu sebagai Tuhan. Jadi, ketika ada seseorang yang masuk kedalam kehidupannya, tidak akan semudah membalikkan telapak tangan untuk mengubah sifat dan kebiasaanya.“Mungkin aku terlalu berharap padamu. Tapi, bukan aku juga yang memilihmu. Aku dan kamu dipertemukan dan disatukan oleh takdir. Aku hanyalah manusia yang hanya bisa menjalankan takdir ini sebaik-baiknya. Tapi, aku juga wanita biasa yang tidak bisa bertahan terlalu lama dengan keadaan yang susah untuk dir
Kalau bukan karena paman yang sudah berbaik hati membesarkan dan menyekolahkannya, Mahreen tidak akan mau menikah dengan pria yang berprofesi sebagai mafia. “Kalau begitu, paman pergi dulu. Hari ini paman ingin menjemput tante dan sepupu kamu. Mereka sudah terlalu lama tinggal disana. Sudah waktunya mereka untuk pulang.” Naval bangkit berdiri. “Paman, aku ... harus kembali pulang dulu. Sudah cukup lama aku disini. Ada beberapa berkas yang tertinggal di rumah Mateo. Aku harus kesana mengambilnya agar aku bisa segera pulang ke Indonesia.” Mahreen berkata dengan suaranya yang lembut. Naval hanya bisa mengangguk-angguk setuju. “Mahreen, kamu hati-hatilah disana. Paman sudah berhutang budi padamu. Paman tidak ingin terjadi sesuatu padamu.” Jawab Naval. “Aku akan berhati-hati, paman. Aku akan menjaga diriku dengan baik.” Ujar Mahreen sambil tersenyum sekedar untuk menenangkan hati pamannya. Mahreen sudah mencari info pada pelayan yang
“Kita bicarakan itu nanti! Sekarang aku mau kamu melayaniku.” Mateo duduk bersimpuh diatas tubuh telanjang sang istri dan pria itu membuka satu persatu pakaiannya. Mahreen menjerit memohon belas kasihan untuk dilepaskan namun semuanya sia-sia.“Lepaskan aku! Kamu tidak berhak atas tubuhku lagi.” Mahreen masih terus berusaha memberi jarak pada tubuhnya dan tubuh Mateo. Namun, tubuh kekar berotot Mateo bukanlah lawan tandingan Mahreen. Perempuan itu akhirnya harus tunduk dan pasrah saat dirinya dimasuki sang suami dalam sekali hentakan.“Eughhhh, ahhhh,” Tetes bening air mata Mahreen jatuh di pelupuk matanya yang indah. Mateo yang sudah dipenuhi emosi meluap-luap tidak peduli dengan air mata sang istri. Pria itu pun menghujamnya berkali-kali dengan cara yang sangat kasar dan liar. Mahreen tidak berdaya sama sekali. Tangisan dan teriakannya tiada arti. Pria diatas tubuhnya seperti kerasukan setan.Setelah beberapa k