Share

Tidak Mau Pulang

Penulis: YuRa
last update Terakhir Diperbarui: 2025-04-07 18:54:19

"Jadi bagaimana, Mas?" suara Indah terdengar tenang, tapi penuh harapan.

Haris menelan ludah. Ia tahu tak ada jalan keluar yang mudah. Dengan suara pelan, ia akhirnya menjawab, "Aku akan bertanggung jawab."

Indah tersenyum puas. Senyum yang bagi Esti terasa seperti belati yang menusuk jantungnya. Dengan percaya diri, Indah melirik ke arahnya, tatapannya penuh kemenangan.

"Kapan akan menikahnya?" suara ayah Indah terdengar tegas, menuntut kepastian.

Ibunya Indah mengangguk setuju. "Secepatnya." Lalu ia melanjutkan dengan nada yang lebih tenang, tapi tetap menusuk, "Nanti setelah menikah, Indah tinggal di sini, kan?"

Belum sempat Haris menjawab, suara Esti langsung memotong, keras dan tajam seperti pisau.

"Enak saja!"

Semua mata langsung tertuju pada Esti. Napasnya memburu, tangannya mengepal di sisi tubuhnya.

"Kalian pikir aku akan membiarkan perempuan ini tinggal di rumahku?" Suaranya bergetar oleh kemarahan dan sakit hati. "Tidak akan pernah!"

Haris menunduk, tak bisa membantah. Ind
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Emi Susanti
oh ternyata semua plin plan toh? bukan kemarin Hesti bilang akan urus perceraian setelah harus ijab kabul, sekarang malah memberi ijin nikah siri... msh butuh Haris juga Hesti? kadal semuanya lah..
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Runtuhnya Sebuah Kesetiaan   Tersesat Sesaat

    Suasana kamar rumah sakit malam itu terasa tenang. Lampu redup menyisakan cahaya hangat kekuningan. Di luar jendela, langit tampak mendung, tapi tak turun hujan. Angin lembut sesekali menyusup lewat celah ventilasi, membawa aroma khas rumah sakit yang menenangkan.Mei dan Ais sudah pulang lebih awal bersama Dewi dan Bu Siti. Tadi Dewi dan Bu Siti menjenguk di rumah sakit. Esti sempat merasa sedikit berat melepas anak-anak malam ini, tapi ia lega karena mereka tidur di rumah dengan nyaman dan ditemani keluarga.Kini, hanya Haris yang duduk di sisi ranjangnya. Lengannya terlipat, matanya fokus pada layar ponsel, tapi begitu Esti bergerak sedikit, ia langsung sigap menoleh.“Kamu mau apa? Haus?” tanya Haris.Esti menggeleng pelan. “Cuma pegal,” katanya jujur. “Tidur terus bikin badan kaku.”Haris tersenyum. “Kalau kamu mau, aku bantu ubah posisi. Atau kamu mau ke kamar mandi?”Esti tampak ragu. “Aku… iya. Tapi aku belum bisa jalan sendiri.”Haris bangkit tanpa banyak tanya. “Biar aku ban

  • Runtuhnya Sebuah Kesetiaan   Di Rumah Sakit

    Cahaya putih dari langit-langit kamar rumah sakit perlahan-lahan masuk ke dalam kesadaran Esti. Kelopak matanya berat, tapi ia berhasil membuka sedikit demi sedikit. Bau antiseptik dan suara mesin monitor denyut jantung membingkai kesadarannya yang baru kembali.Pandangan pertamanya menangkap sosok Haris yang duduk di sisi ranjang. Kepalanya tertunduk, tangan menggenggam jemari Esti. Hangat, teguh, ada guratan lelah di wajahnya, tapi juga kelegaan.“Mas…,” suara Esti lemah, nyaris hanya napas.Haris mendongak cepat. Sorot matanya berubah, seperti seorang pria yang baru saja menemukan kembali sesuatu yang sempat hilang.“Esti… kamu sadar.” Suaranya parau. Ia berdiri, lalu membunyikan bel perawat. Tapi kemudian kembali duduk, tak mau lepas dari sisi ranjang itu.“Jangan bicara dulu. Istirahat, ya.” Ia mengusap pelan kening Esti yang masih sedikit basah oleh sisa keringat.Esti menatap Haris dalam diam. Ada banyak hal yang ingin ia tanyakan, tapi tubuhnya masih lemah, dan pikirannya masi

  • Runtuhnya Sebuah Kesetiaan   Belum Selesai

    Esti mencoba berdiri dari sofa, ingin mengambil air putih ke dapur. Tapi baru setengah berdiri, pandangannya mulai kabur. Dunia terasa miring. Ruangan seolah berputar.Ia berpegangan pada sandaran sofa, tapi tangan kirinya gemetar. Nafasnya berat. Tubuhnya dingin dan lemas, sementara kepala terasa seperti dihantam dari dalam, berdenyut hebat, menusuk pelipis, menjalar ke tengkuk.“Ya Allah…” bisiknya, pelan.Langkah kakinya goyah. Ia mencoba berjalan ke arah dapur, tapi baru dua langkah, tubuhnya oleng. Ia jatuh terduduk di lantai. Matanya mengerjap cepat, tapi semuanya buram. Dengungan di telinga semakin kencang, membuatnya ingin menangis.Tak ada siapa-siapa di rumah. Anak-anak sekolah. Tidak ada suara lain selain detak jam dinding dan desahan napasnya sendiri yang tersengal.Tangannya meraba-raba lantai, mencari ponsel. Ia tahu ia harus meminta tolong. Tapi jari-jarinya lemas. Ia mencoba menyeret tubuhnya ke arah meja kecil tempat ia tadi meletakkan ponsel.Detik itu, ia merasa beg

  • Runtuhnya Sebuah Kesetiaan   Menyembuhkan Diri Sendiri

    Malam itu, rumah terasa lebih hidup setelah Ais dan Mei pulang dari rumah ayahnya. Esti sudah menyiapkan makan malam sederhana, dan seperti biasa, Ais yang paling cerewet di meja makan.“Terus tadi Ayah masak!” kata Ais dengan suara semangat, sambil menyendok nasi.Esti tersedak sedikit, hampir tertawa. “Ayah masak? Serius?”Mei ikut mengangguk sambil nyengir. “Bukan masak sih, nyoba goreng telur aja udah panik. Telurnya patah sebelum nyampe wajan.”Ais menambahkan, “Terus Tante Dinda cuma duduk aja sambil rekam video! Ayah bilang, ‘Jangan ketawa, Din, ini perjuangan laki-laki!’”Esti tidak bisa menahan tawa kecil. Ia membayangkan Haris di dapur, panik dengan spatula, dan seorang perempuan di belakangnya tertawa sambil memegang kamera ponsel. Bayangan itu terasa aneh tapi tidak menyakitkan seperti kemarin.“Ternyata anak-anakku sudah akrab dengan Dinda,” kata Esti dalam hati.Ais kembali bersuara, mulutnya masih penuh, “Tante Dinda baik, Bu. Tapi dia bilang dia nggak akan jadi Ibu bar

  • Runtuhnya Sebuah Kesetiaan   Pura-pura Kuat

    Pagi itu, langit mendung menggantung rendah. Esti sedang menyiapkan bekal untuk Mei dan Ais. Tangannya sibuk, tapi pikirannya melayang. Ia belum juga tidur dengan nyenyak sejak kemarin malam, sejak pertanyaan Mei mengendap dalam pikirannya."Ibu juga masih sayang?"Pertanyaan itu terus menggema, bahkan saat Esti mencoba mengabaikannya dengan kesibukan.Suara bel rumah membuatnya tersentak."Ais, tolong lihat siapa di luar!" teriak Esti dari dapur.Tak lama kemudian, Ais berlari ke dalam dengan wajah berseri, “Bu! Ayah datang!”Jantung Esti langsung berdetak tak karuan. Ia buru-buru merapikan rambutnya dengan tangan, membersihkan tangan dari minyak, lalu berjalan ke ruang depan.Dan di sana, Haris berdiri mengenakan jaket hitam, rambutnya sedikit berantakan karena angin pagi. Wajahnya terlihat lebih kurus, tapi senyum kecil masih bertahan di sudut bibirnya. Senyum yang tidak Esti tahu harus ia balas atau tidak.“Aku jemput anak-anak ya?” kata Haris singkat.Esti mengangguk pelan, “Iya.

  • Runtuhnya Sebuah Kesetiaan   Inikah Alasannya?

    Air mengalir deras dari shower, membasahi seluruh tubuh Esti. Tapi dinginnya air tak sebanding dengan dingin yang merayap di dalam dadanya.Tangannya menutup wajah, menyembunyikan tangis yang tak bisa lagi ia bendung. Ia berdiri terpaku di bawah guyuran itu, tubuhnya berguncang oleh isakan yang semakin lama semakin tak terkendali.“Inikah alasannya…?” suaranya serak, bergetar, nyaris tenggelam oleh gemuruh air. “Kenapa kamu sekarang menjauh, Mas? Kenapa kamu bisa setenang itu waktu aku minta kamu pergi?”Air matanya bercampur dengan air shower, mengalir tanpa henti.“Kamu sudah punya yang baru, ya?” tanyanya pada dinding keramik, pada ruang hampa, pada sosok yang tak ada di sana. “Secepat itu kamu dapat pengganti? Apa... segitu mudahnya aku untuk kamu lupakan?”Ia menunduk, lututnya mulai lemas. Ia merosot pelan ke lantai kamar mandi, duduk dengan punggung bersandar di dinding, tubuhnya basah kuyup. Tapi yang lebih basah adalah hatinya, penuh luka yang kembali terbuka.“Aku baru saja

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status