Share

Istri Pertama

Author: PutriNaysaa
last update Last Updated: 2024-01-27 15:57:06

              “Ada tamu? Siapa? saya enggak ada janji.” Yudith mengerutkan kening saat asistennya mengatakan ada tamu di lobi bawah kantornya dan mencari dirinya.

                “Ibu Clara Amelia katanya, Bu,” jawab sang asisten.

                Yudith melebarkan mata mendengar sebuah nama yang haram hukumnya ia sebut, mendatangi kantornya. Apakah wanita itu sudah gila sampai berani sekali menemuinya. Apakah Rajendra tahu jika Clara berada di kantornya. Terlalu banyak pertanyaan dalam benak Yudith namun apa pun alasan kedatangan istri pertama suaminya tersebut, ia harus segera menyeret keluar agar tidak ada satu pun mencurigai.

                “Ikut saya ke luar.” Yudith berbisik saat berhadapan dengan wanita cantik jelita dengan heels tinggi menjulang.

                Clara hari itu mengenakan celana pensil membungkus kaki jenjangnya, beserta blus berkerah pendek tanpa lengan. Rambut hitam legam panjangnya tergerai indah sampai punggung. Melangkah anggun di belakang Yudith dengan pakaian kerja semi formalnya.

                “Kenapa jauh sekali sih, memangnya kantor kamu enggak punya tempat duduk?” Protes Clara.

                “Itu di depan ada tempat mengopi.” Yudith menjawab tanpa menoleh ke belakang.

                Yudith mendengar dengus kencang di balik punggungnya, namun ia tidak hiraukan. Memilih tempat duduk yang tidak terlihat dari pintu masuk, Yudith duduk dengan tenang. Tangannya bergerak cepat mengetik di ponselnya sebelum mengangkat pandangan ke arah lawan bicaranya.

                “Ada apa sampai ke kantor saya?” Yudith langsung melayangkan pertanyaan setelah melihat Clara selesai memesan sebuah minuman sementara ia enggan memesan apa-apa.

Clara berdecap sebal. “Kamu enggak bisa basa-basi ya, bukankah ini pertama kalinya kita bicara?”

                “Basa-basi untuk apa? saya enggak ada urusannya sama kamu, bukan?” Yudith menjawab malas.

                “Tentu saja ada. Ok mari berhenti beramah-tamah sama kamu, karena kamu sepertinya cukup menyebalkan. Apa kamu sudah hamil?” Clara to the point bertanya pada Yudith

                “Kamu tidak ada wewenang bertanya apa saya sudah hamil atau belum. Jadi itu maksud tujuan kamu ke sini?” Yudith tidak akan menjawab pertanyaan Clara.

                “Kamu harus jawab karena jawaban kamu adalah salah satu kunci masa depan saya. Kalau kamu hamil ... kan cepat itu urusan kamu sama suami aku selesai. Aku sudah kesal saja tiap minggu ditinggal untuk pulang ke rumah kamu itu. Padahal juga di rumah kamu pasti hanya tidur kan? lagian kenapa sih orang tua kamu harus datang tiap minggu padahal jelas kamu bukan anak-anak yang butuh disuapi.” Sindiran Clara membuat Yudith meremas kuat celana bagian pahanya yang tertutup meja besi.

                “Bukankah harusnya SUAMI saya sudah memberikan kamu informasi yang akurat? Jika kamu masih datang menemui saya dan menanyakan hal ini. Maka saya jadi ragu, benarkah mas Rajendra seterbuka itu sama kamu? Atau banyak hal yang dia sembunyikan dari kamu? kalian tinggal bersama selama enam hari dalam seminggu?” Yudith dengan hati sakit masih dapat terlihat tenang saat memberikan pukulan balik pada wanita berbibir merah merona di depannya.

                Dengusan kencang kembali terdengar pada telinga Yudith, ia menyunggingkan senyum kemenangan karena membuat Clara diam dalam sekejap. Namun prediksi Yudith kurang tepat, ia berpikir Clara akan berhenti, rupanya justru wanita dengan liontin tetesan air tersebut menyeringai untuk melempar tembakan menyakitkan kembali pada Yudith.

                “Jangan merasa spesial, Yudith. Rajendra hanya bertugas membuat kamu hamil lalu menceraikan kamu setelah melahirkan. Kamu hanya batu sandungan bagi hubungan kita. Rajendra jelas menikahi kamu karena mamanya yang sakit-sakitan, dia tidak pernah mencintai kamu apalagi menginginkan kamu. Apa dia menyebut nama kamu saat kalian bercinta?” Seringai lebar terlukis dari bibir Clara.

                Yudith semakin kencang mengepalkan tangannya di bawah meja, apakah suaminya sampai menceritakan hal tersebut pada Clara? Batin Yudith bergolak hebat.

Clara tertawa sinis. “Enggak rupanya, oh iya kan kalian hanya berhubungan sekali. Sudah pasti dia menyebut nama aku pas di puncak. Yang dia bayangkan pasti aku. Ok selamat kamu pernah bobok sekali sama suami aku. Karena dia tidak sudi lagi menyentuh kamu, right.”

                Yudith masih diam, kini rahangnya mengetat sempurna. Tidak pernah ia merasa dipermalukan sebesar ini, terlebih lagi oleh laki-laki bukan lain adalah suami sahnya di mata agama dan negara.

                “Sial, kamu mengatakan sama Rajendra kalau aku menemui kamu? Gila ... wanita macam apa yang jadi istri kedua suami aku ini? tukang mengadu, pengecut.” Clara dengan emosi membuka dompet.

Meninggalkan selembar uang berwarna merah di meja dengan kencang dan memberikan dengusan kencang dengan tatap tertuju pada Yudith sebelum meninggalkan coffe shop seberang gedung kantor milik Yudith.

“Shit.” Yudith mengumpat pelan dengan kepala menunduk dalam.

Semua ucapan menyakitkan yang dilontarkan Clara yang paling menancap adalah ia diremehkan karena suaminya bahkan membayangkan istri pertamanya ketika bercinta dengan dirinya. Yudith bagai tidak punya harga diri sedikitpun direndahkan seperti itu oleh Clara.

“Apa kamu harus bercerita pada Clara apa yang terjadi di malam pertama kita?” Yudith langsung mengkonfrontasi begitu suaminya pulang padahal bukan Sabtu sore seperti perjanjian mereka dikarenakan.

“Tentu saja enggak, aku sudah cukup menerima amukan Clara karena permintaan konyol kamu yang meminta aku lebih dulu menidu-ri kamu dari pada dia,” bantah Rajendra.

“Menidu-ri? Kamu sungguh menganggap seperti itu? aku istri sah kamu, Mas. Aku berhak dapatkan hal itu dari suami aku. Bukan keterpaksaan seperti yang kamu katakan, terlepas alasan dan perjanjian pernikahan kita yang sungguh menyedihkan. Aku tetap istri sah kamu.” Yudith hilang kendali karena satu kata menidu-ri.

Rajendra menghela nafas panjang dengan menyugar rambutnya menjadi lebih berantakan dari saat ia tiba di rumah mereka masih dengan pakaian kerja.

“Kamu harus ingat jika misi aku menikahi kamu memang hanya untuk membuat kamu hamil. Lebih dari itu kamu tidak perlu ikut campur bagaimana aku mengatakannya pada Clara.” Rajendra menatap berapi-api pada Yudith.

“Iya aku tahu, kamu tidak perlu senantiasa mengingatkan hal itu. Bukan aku di sini yang ikut campur, melainkan Clara yang ikut campur urusan kita dan aku tidak suka dia mendatangi kantor aku,” geram Yudith.

Itu adalah pertengkaran pertama mereka setelah satu bulan usia pernikahan mereka. Definisi pertengkaran sesungguhnya dengan saling menaikkan nada bicara dan menarik urat leher mereka masing-masing.

“Kamu tidak berhak marah dengan apa pun yang aku ceritakan pada Clara karena dari awal kita sudah memiliki perjanjian tugas aku sampai mana. Hamil tidak hamil, maka sembilan bulan aku akan menceraikan kamu.” Rajendra menendang kursi makan tempat di mana mereka berdebat dengan kepul di kepala masing-masing sebelum melenggang keluar dengan sebuah umpatan berengsek.

                Yudith tergugu di lantai dingin rumah sunyi mereka usai suami pergi meninggalkannya dengan amarah meledak-ledak. Memeluk kakinya, Yudith menangis sendirian. Seperti inikah rumah tangga karena keputusannya sendiri? Belum reda tangisannya, ponselnya berdering dengan menampilkan nama mama di layarnya. Yudith tidak mengangkat karena mamanya pasti akan tahu ia sedang tidak baik-baik saja hanya dari suaranya. Setelah panggilannya dimatikan sang mama, sebuah pesan masuk dari nomor yang sama.

                “Sayang ... Mama lihat Rajendra di PIM kemarin. Bukankah kamu bilang kalian ada di rumah makan malamnya?” Tangis Yudith semakin pilu membaca pesan mamanya.

 

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Rania Humaira
mstilah kau yudith, kau pantas dihina krn kau yg memintanya secara tidak langsung. kau lebih bodoh dari binatang. mana ada wanita waras, kaya dan anak tunggal mau diperlakukan sehina itu. gimana rasanya? kau nikmati saja semua ketololanmu. berbakti sama ortu g begitu juga, njing!!!
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Rupanya Aku Istri Kedua   Paripurna Sempurna

    “Ada acara dansanya,” bisik Rajendra usai menemui pemilik acara dan mengucapkan selamat, mereka duduk di salah satu kursi tamu-tamu. “Oh ya?” tanya Yudith.Rajendra mengangguk. “Mau turun nanti?” Yudith memicingkan mata dengan mengulum senyum, mengendus maksud tersembunyi laki-laki di sebelahnya. “Aku enggak mau terjadi tragedi gaun atau kaki terinjak dan jatuh di atas pasir.” Yudith menjawab dengan masih menahan senyum pada bibir merahnya.Rajendra berdecap. “Kamu pikir aku seamatir itu? jadi mau ya, indah sekali sunsetnya pasti romantis deh. Ini semacam acara pernikahan dari pada acara peresmian perusahaan ekspor.” “Antimainstream pemiliknya,” jawab Yudith lugas. “Rajendra .... “ “Iya.” Rajendra menoleh ke arah wanitanya ketika mendengar panggilan. “Aku yang enggak bisa dance,” kekeh Yudith. Rajendra meraih tangan Yudith, menggenggam lembut

  • Rupanya Aku Istri Kedua   Gaun Merah

    “Besok kita belanja saja kebutuhan mandi kamu, menumpang mandi kok setiap hari. Harum badan kamu jadi kaya aku karena pakai sabun aku.” Yudith membawa hair dryer karena melihat rambut basah dengan harum sampo miliknya yang dipakai Rajendra. Rajendra melepas tawa, pindah duduk ke bawah sofa bersandar kaki sofa. Membiarkan rambutnya dikeringkan oleh Yudith yang duduk di sofa. “Aku seperti cium diri sendiri,” canda Yudith. “Sabun sampo kamu enak segar harumnya, jadi enggak masalah aku wangi sabun kamu. Besok pulang kerja saja ya beli sabunnya, eh tapi besok aku ada tender di Senopati pasti sampai malam. Kamu belikan saja bagaimana?” Rajendra memejamkan mata saat bisingnya hair dryer menyeruak di antara mereka. “Mana uangnya?” tanya Yudith iseng. Rajendra membalikkan badan, kembali memejamkan mata dengan melingkarkan kedua lengan pada kaki Yudith sementara sang wanita mengeringkan rambut depann

  • Rupanya Aku Istri Kedua   Kemesraan Hangat

    “Yudith ... sudah jam satu, aku pulang ya.” Rajendra membelai kepala Yudith dalam pelukan, keduanya meringkuk dalam kamar sang wanita yang sudah berubah warna menjadi coklat muda. Yudith tidak menjawab namun mengeratkan pelukannya, berhimpitan meringkuk di balik selimut tebal. “Besok Subuh saja pulangnya,” lirih Yudith. “Boleh memangnya menginap di sini?” Pertanyaan Rajendra dijawab anggukan dengan mata terpejamnya. “Nanti digerebek enggak? aku takut dipenggal Galuh,” tukas Rajendra. “Enggak akan, diamlah ... aku mengantuk.” Yudith menggesekkan hidung pada dada bidang Rajendra. “Baiklah ... mari tidur, benar-benar tidur.” Rajendra daratkan kecupan pada kepala Yudith sebelum turut memejamkan matanya. Yudith terlelap dengan cepat, setelah beberapa hari ia mengalami kesulitan tidur, malam ini ia benar-benar pulas bahkan tidak terbangun sekalipun hingga pagi tiba

  • Rupanya Aku Istri Kedua   Kilat Cemburu

    “Berhenti melihat aku begitu, Sayang. Nanti kamu menyesal,” kekeh Rajendra.Yudith melepas tawa kecil. “Ok ... aku memilih mengizinkan kamu memanggil sayang dari pada aku nanti menyesal.” “Kenapa sih enggak mau sekali dipanggil sayang? maunya apa memang? baby? Honey? Sweety?” tanya Rajendra. “Entahlah enggak ada alasan spesifik.” Yudith menaikkan kedua bahunya acuh. “Teringat aku memanggil wanita lain ya?” terka Rajendra. Yudith menarik kedua sudut bibirnya samar, namun dapat tertangkap indra mata Rajendra dari balik kemudi. “Ya sudah aku panggil Yudith saja biar kamu enggak ingat-ingat lagi.“ Rajendra memanjangkan tangannya membelai pipi kanan Yudith dengan punggung tangannya. Yudith menahan tangan hangat tersebut, mengaitkannya sesaat sebelum ia tepuk punggung tangan Rajendra dua kali. “Ke rumah?” Tawaran Yudith yang sangat amat jarang terlepas dari bibirny

  • Rupanya Aku Istri Kedua   Angker

    “Masa iya Bu Yudith mau ya sama laki-laki doyan sama banyak wanita begitu? cantikan juga ibu Yudith, sudah pasti kaya tujuh turunan juga.” Ucap seorang wanita berpakaian rapi dengan sepatu merah pada sudut lobi kantor. “Mungkin sudah cinta mati? Atau jangan-jangan bu Yudith kena guna-guna?” timpal wanita lainnya di depan si sepatu merah. “Ah jaman seperti sekarang masih ada guna-guna? Enggak mempan ah, apa mungkin alasan mereka dulu bercerai karena suaminya banyak wanita lain ya? tapi kalau iya, masa mau diulang sama laki-laki seperti itu?” jawab wanita sepatu merah. Yudith berdehem sekali, kedua wanita di sana langsung menoleh ke belakang punggung mereka. Mata mereka melebar sempurna dan keduanya langsung menganggukkan kepala dengan wajah pucat pasi melihat wajah dingin atasan yang mereka gunjingkan sedari tadi. “Eh selamat siang Ibu Yudith,” sapa si sepatu merah terbata-bata. “Kalian suda

  • Rupanya Aku Istri Kedua   Serangan Lanjutan

    “Dek ikut aku.” Galuh menarik tangan Yudith saat berpapasan di depan resepsionis untuk segera menaiki lift khusus pemilik perusahaan. “Ada apa astaga pelan-pelan Abang, sepatu aku hari ini tujuh senti,” gerundel Yudith. Galuh tetap menarik Yudith hingga pintu lift tertutup, membuka ponselnya dan memperlihatkan sebuah gambar pada sang adik sepupu. Mata Yudith melebar saat melihat sebuah foto. Foto Rajendra tengah berbaring dengan badan atas tanpa pakaian dan selimut hanya menutupi sampai pinggang. Bukan perkara tidurnya yang menjadi masalah melainkan siapa wanita di samping Rajendra, Clara. Bukan hanya satu foto itu, melainkan ada satu lagi foto lainnya. Posisi duduk namun Rajendra tengah memeluk leher wanita di sampingnya dengan pipi di cium, Reina. “Kok bisa ada foto itu di hp Abang?” desah Yudith. “Ini dari grup kantor, Dek,” geram Galuh. “Hah? bagaimana? grup kantor yang mana? siapa yang

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status